6 Saya Bukan Penjahat!

Tuan Yudisthira berusaha memberikan perlawanan. Dia mendorong Nindy sekuat tenaga.

Sekalipun wanita yang lemah dan sakit.

Nindy tak mudah di jatuhkan. Bobot tubuhnya hampir 90 kg dengan tinggi badan 170, sesungguhnya dia sangat kuat dengan tubuh badak seperti itu.

"Ssst Tuan tenang tenang! saya datang mau menolong tuan!" Nindy mencengkeram leher tuan Yudisthira tubuhnya yang besar menimpa tubuh pria itu.

"Hahh...Hahhh!

Tuan Yudisthira sesak nafas. Nindy membebani tubuhnya.

"Astaga! apa yang aku lakukan! Aku bisa membunuhnya!"_ Nindy kaget dengan ulahnya.

"Maaf tuan...maaf! saya tidak bermaksud...!" Tangan tuan Yudisthira menggapai-gapai ke atas. Dia kekurangan oksigen

Nindy melepaskan cengkeramannya. Dia segera mengambil selang oksigen memasangkan selang oksigen ke pria itu.

"Tuan...tuan tenanglah! Saya bukan penjahat! Saya sedang menyamar! Saya ingin menolong anda tuan!" Nindy kalang kabut. Dia berusaha berkata dengan suara lembut.

Tuan Yudisthira terdiam. Suara pria ini aneh seperti suara wanita.

Dia bukan pria, dia wanita. Dia menyamar!

Wanita ini menyamar? Apa yang dia inginkan?

Tuan Yudisthira sudah tenang, dia menatap Nindy dengan seksama. Di balik wajah chubby dan berjerawat itu ada mata bening dan indah.

Suaranya sangat lembut dan merdu.

"Siapa kamu!" Kata tuan Yudisthira dengan suara lemah, suaranya terdengar parau dan garang. Tangannya sudah memegang bel siap memanggil pengawalnya.

"Baiklah tuan! Saya akan pergi! Jangan panik. Oke! Aku akan pergi! Ini untuk tuan. Rahasia!"

Nindy memasukkan surat yang dia tulis ke dalam piyama tuan Yudisthira. Lalu mengambil sampah dan bergegas pergi.

Sudahlah! aku sudah berusaha! Kalau dia mati bukan urusanku!

Roy dan temannya masuk. Mereka mendengar tuan Yudisthira tadi sempat berteriak.

"Banci ini pasti membuat kaget tuan Yudisthira!"_

Roy memandang Nindy dari jarak jauh.

"Baunya sungguh tak enak dan mengganggu!"

Nindy sengaja berjalan melewati pemuda itu dengan lambat. Supaya pria itu tersiksa dengan bau yang dia suguhkan.

"Rasakan baunya! Dan ingatlah seumur hidupmu!" Nindy tersenyum dengan sebelah bibir terbuka

dan mengedipkan mata menggodanya. Roy mual serasa ingin muntah. "Menjijikkan!" Roy bergumam marah.

"Keluarlah aku ingin sendiri!" tuan Yudisthira mengusir pengawalnya. Nindy mendengarnya. " Hehehe!" Nindy tertawa sambil berlalu. Dia tertawa mengejek kedua pengawal itu.

Masuk lift dan menghilang di balik pintu. Sebelum pintu lift tertutup, dia masih sempat mengedipkan mata ke Roy.

Roy mengambil tissue. Muntah beneran.

..m

"Banci menjijikkan!" Roy menyumpah kesal.

Nindy tidak langsung ke ruangannya. Dia mencari jalan ke gudang di lantai dasar. Berjalan menunduk menghindari tatapan orang-orang yang curiga kepadanya.

Nindy tidak jadi ke gudang. Di sana ada security. Pintu gerbang tertutup rapat. Tak seorang pun bisa keluar masuk rumah sakit dengan mudah.

Dia masuk rumah sakit dengan alasan yang tidak mudah.

Beruntung dia tidak pernah ketinggalan dompet, ID miliknya tersimpan di dompet di dalam kaos dalam yang ada kantongnya.

Nindy melangkahkan kaki ke Mesjid. Ada mukena di sana!

Nindy mengambil baju Koko, mukena dan sarung dan air mineral, lalu ke kamar mandi, berganti pakaian.

"Sudah jam 10 malam!"

Sepi. Nindy kembali ke ruangannya di lantai 2 naik tangga.

Tenaganya sudah habis.

Saat dia tiba di lantai 2

Soraya dan Ratna White menunggunya dengan wajah pucat.

Mereka kaget melihat Nindy menggunakan sarung dan mukena.

"NINDY!" dua orang wanita itu menjerit dengan suara tertahan. Syukurlah! Mereka mengira Nindy habis dari mesjid. Nindy sholat. Tidak mungkin. Diakan sedang Nifas.

Nindy datang di waktu yang tepat. Pukul 22.15 waktu pemeriksaan seluruh tahanan.

***

"NINDY!" Mereka berdua hampir putus asa. Cemas melihat wajah Nindy yang pucat seperti kekurangan darah.

"Aku tidak apa-apa! Aku baik-baik saja!" Nindy berkata dengan suara sangat pelan, tersenyum. Pingsan.

"NINDY!"

Mereka menangkap tubuh Nindy dengan cekatan.

"Dia pingsan! cepat panggil suster!" kata Soraya.

"Iya!" Ratna berlari ke ruang perawat.

***

Ruang 303.

Tuan Yudisthira mengambil surat yang diselipkan Nindy di piyama miliknya.

Tuan Yudisthira.

Saya Nindy.

Tahanan blok I kasus narkoba. Saya mendapat informasi ada komplotan yang ingin membunuh tuan.

Jangan makan apapun dari rumah sakit. Makanan itu beracun.

Jangan percaya siapapun. Jangan gunakan mobil anda, remnya blong!

Percayalah saya tidak bohong. Saya juga mengenal wajah mereka. Salah satunya bernama Roy!

Nindy meninggalkan nomor kontaknya.

Apa ini!

Tuan Yudisthira kaget.

Roy pengawalnya adalah komplotan pembunuh. Dia musuh dalam selimut.

Tuan Yudisthira gugup.

Benarkah!

Ada orang yang ingin membunuhku?

Wanita bernama Nindy itu bukan pembohong! Untuk apa dia berbohong. Dia tahanan juga. Dia dia disini karena apa? Apa dia bekerja sebagai inteligen.

Sengaja masuk penjara untuk mencari informasi.

Berani sekali dia.

Tapi dia memberikan informasi ini kepadanya! Tidak melapor ke atasannya. Apa motifnya?

tuan Yudisthira mengambil ponsel di meja nakas, menelpon seseorang.

"Dyan... selidiki wanita yang bernama Nindy tahanan di Lapas kelas 2B blok 1!"

"Baik tuan!" Dyan Angkasa, pengacara tuan Yudisthira.

Beberapa saat kemudian.

'Tuan...dia tahanan kasus narkoba di hukum 4 tahun. Sekarang dia di rawat di rumah sakit penjara, dia melahirkan, operasi Caesar!"

Dyan Angkasa bekerja cepat.

Nindy tidak berbohong tentang statusnya.

Tuan Yudisthira kepikiran.

Sebentar lagi dia akan membuktikan perkataan Nindy. Kalau hal itu memang benar, Roy dan komplotannya harus segera ditindak. Kurang ajar mereka itu!

"Roy! Tetapi siapa dua orang lainnyai?" Tuan Yudisthira jadi resah.

Dia menelpon orang rumah.

"Bi May...besok pagi bawakan saya roti dan air mineral. Sembunyikan. Jangan sampai terlihat siapapun!"

"Baik tuan!" sahut bi May di seberang telepon. Wajah orang tua itu berkerut. Tumben tuan Yudisthira mau makan roti.

Dia tidak suka makanan dari tepung!"_

***

"Roy...!"

"Ya tuan!" Roy tersenyum gembira menerima telpon . Akhirnya dia di panggil juga.

"Ke sini!"

"Ya tuan!" Roy bergegas masuk ruangan tuan Yudisthira.

"Roy ...tolong kamu pulang ke rumah, ambil surat di atas meja kerjaku dalam map batik sekarang.

"Baik tuan!"

"Kamu segera kembali dengan cepat. Kamu pergi naik taxi online saja, baliknya bawa mobilku!" tuan Yudisthira mengambil tas kulit di bawah bantal, menyerahkan kunci mobilnya.

"Segera!"

"Ya tuan!"

Roy pergi. Dia bisa keluar masuk rumah sakit dengan ID khusus dari kejaksaan.

Setelah sampai di rumah tuan Yudisthira, Roy segera menuju ruang kerja tuan Yudisthira.

Map batik di atas meja

'Apa isinya? SURAT WASIAT!" Roy kaget.

"Tuan Yudisthira sudah tahu dia bakal cepat mati!" Roy tersenyum.

Dia mengambil map itu tanpa membaca isinya lebih jauh!

Tidak penting! aku bukan ahli warisnya.

Roy segera masuk mobil tuan Yudisthira. Mobil sport terbaru. gagah dan garang di jalan, lembut bagi driver dan penumpang.

Jalan.

Jalanan sunyi. Sudah tengah malam.

Telpon Roy berdering.

Dari istri Yudisthira, nyonya Esther Melody.

"Nyonya!"

"Kamu dimana?"

"Di jalan!"

"Di jalan... dari mana? Kamu tidak menjaga tuan Yudisthira?"

"Beliau meminta saya mengambil surat di rumahnya!"

"Surat apa?!"

"Surat wasiat!"

"APA KAMU BILANG?...SURAT WASIAT!"

"Hahaha...iya Nyonya! Tuan Yudisthira merasa umurnya sudah dekat!"

'Hehehe ... ajalnya memang sudah dekat! Kamu naik apa ke sana?" tanya nyonya Esther Melody dengan suara manja

Mereka selingkuh rupanya.

"Mobil sport terbaru milik tuan Yudisthira!"

"APA! Hentikan mobil itu! Berhenti!" nyonya Esther Melody panik.

"Ada apa?!"

"MOBIL ITU...REMNYA BLONG!"

"APA?!!!

Roy menginjak rem. Percuma. Mobil itu tak bisa di kendalikan lagi.

Astaga! Apa itu! Di depannya ada kontainer.

BRUKK!!!

BRUKK!!!

BUUM !!!.

Tabrakan tak bisa dihindarkan!!!

avataravatar
Next chapter