webnovel

Jesica resign

Setelah dua hari mengurung diri didalm kamar dan memikirkan keputusan yang akan dia ambil, kini Jesica masuk bekerja seperti biasa. Dia terlihat ceria dan lebih riang dari biasanya, semua orang mengira karena Jesica sudah sembuh, Makanya dia sangat terlihat bugar. Jesica sengaja menutupi kesedihananya dengan senyumannya dan sifat yang riangnya. Jesica tahu jika temannya tahu apa yang terjadi pada dirinya akan membuat mereka kecewa dan aka membuat Jesica juga malu.

Namun, siapa sangka di balik senyum dan riangnya Jesica hari ini adalah caradia memberikan perpisahan yang indah bagi temannya. Ya, Jesica memilih resign dari kantornya hari ini. Hari ini adalah hari terakhir bagi Jesica. Dia akan meninggalkan perusahaan itu meskipun pengajuan resugnnya belum di setujui. Jeica menaruh surat resignnya di meja Eko.

Sesampainya di asrama Jesica segera menarik koper yang sudah dia siapkan sejak kemarin malam. Dia tahu jika teman-temannya akan sibuk membersihkan diri sehingga tidak ada yang tahu Jesica pergi dengan taxi online yang telah ia pesan. Jesica sangat berat meninggalkan kehidupan ini. Selain karena adik dan ibunya, tapi juga karena dia memiliki teman yang baik dan selelu menjaganya, baik kepadanya.

Kabar resignnya Jesica baru diketahui Eko esok hari, saat dia baru datang di ruangannya. Dia melihat amplop putih panjang berada di atas mejanya. Segera Eko datang keruangan Mila da teman-temannya. Eko mengira ada masalah dengan rekan satu timnya yang membuat Jesica memilih resign.

"Selamat pagi," sapa Eko dengan wajah yang wibawa

"Pagi,"sahut ketiga penghuni ruangan itu secara bersamaan.

"Apa disini ada masalah?" tanya Eko. Mendegar itu semua saling menatap satu sama lain. Sebelum akhirnya menjawab dengan gelengan kepala secara bersamaan.

"Kalau tidak ada masalah. Dimana Jesica?" tanya Eko.

"sepertinya dia absen lagi. Pak," jawab Mila.

"Kenapa?" tanya Eko.

"Tadi saya panggil dikamarnya tidak ada jawaban, beberpa hari terkahir dia terlihat kurang baik kesehatannya," jelas Mila.

"Lalu ini apa?" EKo memberikan amplop yang berisi surat resign milik Jesica itu.

"Ha! Jesica Resign?" mereka bertiga tidak ada yang percaya akan hal ini. Mila dengan panik segera menelepon Jesica. Tapi sayangnya tidak tersambung. Jesica kini sudah berada di sebuah kamar kos harian di sekitar bandara. Dia ingin kembali kesurabaya. Dia juga memblokir semua kases teman-temannya agar tidak bisa menghubunginya.

Kabar resignnya Jesica didengar oleh Robin. Mungkin bagi robin ada pegawai yang resign sudah biasa, tapi berbeda dengan Jesica. Ia segera menemui Billy yang ada di dalam ruangannya.

Brakk…

Saking paniknya Robin mendorong pintu ruangan Billy dengan keras sehingga membuat Billy memicingkan matanya menatap tajam kearahnya.

"Pak, apa anda tahu tentang Jesica yang menjadin lulusan terbaik dari Surabaya mengajukan resign?" tanya asisten Billy dengan terengah-egah.

"Enggak, untuk apa saya tahu. Lagian, dia hanya staf kecil. Kalau dia resign biarin. Banyak yang mau bekerja di sini," jawab Billy dengan angkuh.

"Saya rasa alasan dia resign karena ini," kata Robin yang menjadi asisten Billy seraya menunjukkan video kepada Billy.

"I-itu…." Billy seakan tidak percaya dengan video tersebut.

"Iya, Pak." Robin seakan tahu apa yang ingin Billy katakan.

"Cari dia!" bentak Billy.

"Baik," sahut Robin. Ia segera mengerahkan anak buahnya untuk menyusuri seluruh sudut kota. Sesuai keterangan dari Mila yang dikatakan kepada Eko, Jesica bisa saja pergi kemarin atau tadi pagi. Robin segera melihat kamar yang di gunakan oleh Jesica di asrama itu. Robin melihat banyak kertas yang di sobek dan di buang di tempat sampah. Robin juga melihat bungkus tespek yang masih baru dan ada hasil tespek yang di patahkan. Robin bisa menyimpulkan kalau dugaannya selama ini benar.

Trrrt…. Trr….

Ponsel Robin bergetar, dengan penuh harap Robin segera mendapatkan kabar dari salah atu anak buahnya.

"Hallo!"

"Bagaimana?"

"Belum ada kabar dari yang lain, apa perlu kita ke fasilitas umum? Seperti bandara, terminal dan stasiun?" tanya anak buah Robin.

"Lakukan semaximal mungkin," jawab Robin. Robin segera mengakhiri panggilannya dan menuju kekantor dan membawa semua bukti yang dia dapat di kamar Jesica.

***

Billy masih melihat berulang kali video yang di tunjukkan. Telihat dengan jealas bahwa Billy sedang menunggangi tubuh Jesica yang terbaring. Terlihat mereka di bawah pengaruh alkohol. Dia masih tidak mengerti dengan video itu. Dia bisa seberingas itu kepada Jesica. Meskipun camera itu terbalik dan menunjukkan kegelapan tapi suara desahan masih terdengar.

"Aish… bisa-bisanya." Billy memukul ringan kepalanya karena merasasa malu dengan kelakuannya dalam video.

"Permisi!" Robin datang dengan beberapa sekantong bukti di tangannya.

"Gimana?"

"Belum ada kabar, tapi saya temui ini di kamar bekas milik Jesica," kata Robin.

Billy melihat beberapa tespek yang menunjukkan hasil positif dan di patahkan. "Gue masih nggak habis piker itu video kok sama elo?" tanya Billy pada Robin.

"Gue tahunya juga pas pulang dari hotel," jawab Robin yang menjadi tidak formal lagi.

"Yang elo bawa itu hp gue, nah yang gue bawa hp lo. Gue kira karena ada gesture di layar untuk membuka perekam video jadi kayak gitu," jelas Robin.

"Ish, kenapa hp lo harus ada begituannya sih," protes Billy.

"Itu tidak penting, yang penting gimana sama keadaan tu cewek," sahut Robin.

"kalau dia nggak ketemu ya sudah," sahut Billy dengan acuh.

"Gila lo, kalau dia hamil anak lo gimana?"

"Emang lo tahu dia hamil anak gue? Lo tahu dia berhubungan sama gue aja?"

"Yang terpenting dia nggak tahu video itu, nggak bikin rusuh aja. Aman!"

"Rusuh apa?"

"Lo bego atau gimana? Kalau dia ngomong ke media perihal itu kan nama perusahaan dan keluarga gue yang terancam," jelas Billy.

"Lo kenapa mikirin itu sih, lo nggak mikir tuh cewek gimana? Depresi nggak? Kuat mental nggak? Atau lo udah mati rasa?"

"Kenapa lo yang sewot sih," protes Billy.

"Lo cari aja dia, pastiin dulu."

Dalam keangkuhannya dia juga merasa bersalah. Hanya saja dia gengsi untuk mengakuinya di depan Robin. Dia tidak siap jika memang itu anaknya. Seharian Billy di rundung kepanikan dan tidak tenang. Begitu juga dengan teman-temannya yang berusaha mengubungi Jesica dengan berbagai cara. Bahkan Mila berniat akan membeli nomor baru untuk menghubungi Jesica. Ramdhanpun di buat tidak kosentrasi karena Jesica. Dia memikirkan gadis yang diam-diam dia jaga. Diam-diam Ramdhan juga memperhatikan Jesica. Dia tidak siap jika Jesica harus menghilang dalam hidupnya secara tiba-tiba seperti ini, lebih baik bagi Ramdhan hanya berteman tapi bisa bertemu setiap hari jika harus seperti ini. Ramdhan belum sempat menyatakan perasaannya tapi rasa sakitnya melebihi orang yang di tinggal kekasihnya pergi.

Next chapter