11 Pilihan Untuk Terluka

Bian menatap Jackran yang masih melihatnya dengan tatapan tidak percaya, Bian mengangkat sebelah alisnya dan tersenyum, "kenapa malah bengong, buru,".

Jackran tersadar dari lamunannya dan mulai melajukan mobilnya. Jackran masih tidak mengerti situasi macam apa yang saat ini ia hadapi, ia masih berpikir untuk mencerna apa yang sedang terjadi. Sedangkan Bian hanya menatap jalan dan berusaha untuk setenang mungkin, ia hanya berpikir mungkin suatu saat ia akan menyesal dengan apa yang telah ia lakukan, ia tidak peduli ini akan lebih menyakitinya.

"kenapa kamu bilang ke Tiara kalau kita putus," Bian memecahkan keheningan yang terjadi diantara mereka.

"karena kita membahas tentang pertunangan," ucap Jackran, sedangkan Bian hanya ber-ohria, Bian berusaha sebisa mungkin untuk tidak terganggu dengan hal itu.

Mereka sampai di sebuah kafe, kafe ini dipenuhi oleh orang-orang yang pulang dari aktivitas mereka, sebagian dipenuhi oleh karyawan kantor, mengingat kafe ini terletak diantara perkantoran, dan letaknya tak begitu jauh dari kosan Bian.

"jadi," Jackran memulai pembicaraan, "apanya," Bian bingung dengan pertanyaan Jackran.

"bukankah kamu mau ngomongin sesuatu mangkanya kamu nyamperin aku," balas Jackran yang menatap Bian yang masih mengunyah makanannya.

Bian menggelengkan kepalanya, "aku hanya ingin ketemu kamu," Jackran seperti tidak mempercayai ucapan Bian jadi ia hanya menatap Bian,

Bian menghela napas "aku hanya mau memperjuangin hubungan kita," Bian masih berusaha untuk terlihat santai.

Keheningan kembali terjadi diantara mereka, Bian mencoba melirik Jackran berharap Jackran memberikan sebuah jawaban atau apapun yang membuat mereka tidak secanggung ini. Setelah menghabiskan makanannya, Bian berharap untuk bisa mencari udara segar, seperti hanya berjalan kaki dengan Jackran atau mengbrol santai tetapi karena Jackran hanya diam jadi dia mengurung niatnya untuk melakukan itu.

Mobil yang mereka kendarai sampai tepat didepan kosan Bian, Bian melepas seatbelt nya dan melirik Jackran, tapi Jackran hanya diam, ia memandang kedepan seperti sedang memikirkan sesuatu.

Saat Bian akan membuka pintu mobil, tangannya terhenti ketika Jackran mulai bersuara, "Bi, maaf kayaknya aku nggak bisa," Bian kembali menutup pintu mobil, "nggak bisa soal?",

"soal kita kembali?, ran ini bukan tentang kamu bisa atau nggak, ini keputusan aku, ini masalah aku, kamu hanya perlu melakukan apa yang ingin lakukan dan jangan gubris aku kalau kamu memang nggak ingin," Bian melanjutkan berusaha untuk tidak menjadi emosional, meski ia tidak yakin dengan apa yang keluar dari mulutnya sendiri.

"tapi aku nggak mau kamu semakin terluka, pilihan aku adalah pertunangan itu, mungkin sedikit kejam buat kamu tapi aku serius, aku minta maaf," lanjut Jackran terdengar frustasi. "kamu nggak lupa kan, besok perayaan anniv kita, aku tungguin kamu dikafe biasa," Bian mengabaikan perkataan Jackran,

"jangan tunggu aku, aku nggak akan datang," Jackran merasa menjadi seperti orang yang paling kejam saat ini, tapi ia harus tegas terhadap apa yang akan dia lakukan,

"aku bakal tungguin kamu," Bian menekankan setiap kata yang dia ucapkan, matanya menatap tajam ke Jackran seakan memberitahu Jackran bahwa ia harus datang, Bian berlalu dan meninggalkan Jackran yang masih melihat kepergiannya.

Bian memasuki kamar dan menghempaskan tubuhnya keatas kasur, hari ini adalah hari yang sangat panjang dan melelahkan. Bian meyakinkan dirinya untuk tidak lemah dan dia tidak ingin menangis, ia tidak boleh menangisi apa yang saat ini terjadi. Ada sedikit kelegaan atas apa yang ia lakukan, setidaknya ia tidak memperparah keadaan dengan Jackran, ia mampu menahan emosinya yang ingin mencabik-cabik muka Jackran. Bian memikirkan apa yang dia lakukan, apakah ini adalah hal yang tepat untuk dilakukan. Bian berpikir jika ia tidak melakukannya berarti ia membiarkan apa yang selama ini Ria katakan menjadi kebenaran, dan ia tidak ingin itu terjadi, kata-kata yang diucapkan Tiara tadi masih terngiang dikepalanya, ia tidak ingin itu menjadi kebenaran juga, jika ia menyerah berarti ia membiarkan kata-kata Tiara menjadi kebenaran. Harga diri Bian merasa terlukai, sehingga ia tidak bisa berpikir dengan benar, ia hanya ingin memenangkan pertempuran yang ia buat dengan dirinya sendiri, ia hanya tidak ingin dirinya menjadi bodoh, Bian berpikir ia harus mendapatkan Jackran kembali apapun caranya meski ia akan tersakiti berkali-kali, tanpa Bian sadari saat ini kemarahanlah yang mengusai dirinya, tanpa Bian sadari ia hanya ingin menghilangkan malu pada dirinya sendiri, ia hanya ingin melawan kebodohannya selama ini dan ini adalah masalah Bian dan dirinya sendiri bukan lagi tentang Ria ataupun Tiara.

Bian baru saja selesai mandi, ia hanya menggunakan baju kaus dan celana pendek, Bian berjalan untuk membukakan pintu yang sedari tadi telah berbunyi. Saat pintu terbuka Fio mengangkat ayam goreng yang telah dibelinya beserta ice cream kesukaan mereka.

Bian dan Fio menikmati malam mereka dengan ayam goreng, ice cream dan cola, Bian menceritakan apa yang tadi ia lakukan dan tentu saja hal itu membuat Fio kaget atas keberanian Bian.

"gue senang dengernya, kamu mau mempertahankan apa yang jadi milik kamu," ucap Fio, ia berbicara dengan mulut yang penuh dengan makanan.

"tapi gue harap, kamu harus sadar, kamu tetap harus tau kapan ini masih bisa diperjuangkan dan kapan saatnya ini tak lagi bisa diperjuangkan," Fio serius dengan perkataannya, ia menatap Bian yang tengah sibuk dengan ice creamnya, ia berharap Bian mendapatkan apa yang terbaik.

"ya, gue tau," Bian mengambil seekor ayam lagi,

" kalau kayak gini gimana diet gue berhasil coba," Bian menatap ayam yang saat ini tengah berada di tangannya.

"kamu mah, diet Cuma niat doang," Fio melemparkan tisu kearah Bian,

"fio sayang semuanya itu berawal dari niat, kalau nggak ada niat gimana kamu memulai coba," Bian membela dirinya sendiri dengan ayam yang saat ini tengah berada dimulutnya,

"ya kamu mah kebanyakan niat, kamu niat doang," mereka berdua pun tertawa dan mulai membicarakan hal-hal konyol.

Bian dan Fio menghabiskan malam dengan mengobrol dan bersenda gurau, malam ini Fio memutuskan untuk menginap di tempat Bian. Ketika malam semakin larut mereka memutuskan untuk menonton film dengan genre horror, mereka berdua sangat menyukai film dengan genre horror, mereka akan menonton film mana saja, dan mereka tidak begitu takut. Bian dan Fio sering menghabiskan waktu mereka dengan menonton film dan mengobrol banyak hal.

Bian menyukai film horror karena sensasi yang ia dapatkan dari filmnya, ia merasa ia harus ikut berjuang untuk keluar dari setiap permasalahan yang dihadapi tokohnya, dan Bian sangat menyukai bagaimana audio film horror mampu membuatnya kaget dan merasakan ketegangan yang sama seolah-olah ia ikut berjuang bersama para tokoh, dan hal lainnya dengan menonton film horror akan membuat Bian melupakan sejenak masalahnya, karena ia hanya fokus untuk keluar dari tempat yang menyeramkan itu.

Film selesai jam 3 dini hari, Bian mematikan laptopnya, sedangkan Fio sudah bersiap-siap akan tidur. Bian melihat ponselnya dan mengetik pesan teks pada ponselnya, Bian mengingatkan lagi pada Jackran tentang janji mereka hari ini, dan tentu saja Jackran tidak membalas, mungkin saja saat ini ia tengah terlelap dengan mimpi indahnya. Bian pun bergegas untuk tidur, ia memasang alarm jam 9 pagi, padahal besok ia tidak mempunyai kegiatan yang akan dilakukan kecuali janjinya dan Jackran jam 5 sore. Jadwal magang Bian hanya dari hari senin sampai Jumat, sedangkan sabtu minggu ia akan libur. Bian harus mencari kegiatan lain untuk mengisi waktu kosongnya pada hari sabtu dan minggu, agar ia tidak terlalu bosan atau memikirkan masalahnya lagi.

avataravatar
Next chapter