10 Permulaan

Hari ini Bian akan pergi ke kampus, sebenarnya selama magang ia tidak diharuskan untuk ke kampus. Tapi Bian berencana untuk menemani Fio atau hanya sekedar pergi ke perpustakaan untuk mencari inspirasi.

Bian menggunakan Skinny Jeans dan kemeja yang dijadikan outer, didalamnya ia hanya menggunakan kaos putih polos. Bian duduk di bawah pohon nan rindang bersama Fio, ia membaca buku yang tadi ia pinjam dari perpus, sebuah buku tentang fashion yang akan membantunya dalam mengerjakan tugas magangnya nanti, sedangkan Fio berkutat pada laptop dan bukunya, ntah tugas apa yang saat ini ia kerjakan.

"Bian, bisa minta waktunya sebentar?," Bian menoleh ke arah sumber suara, ia melihat Tiara dan Ria tengah berdiri dibelakangnya.

"Aku mau bicara sama kamu sebentar, boleh?" Tiara melanjutkan ucapannya melihat tak ada jawaban dari Bian, sedangkan Bian dan Fio saling menoleh, keduanya sama bingungnya saat ini.

Bian mengangguk dan mengikuti langkah Tiara, ia tidak tahu untuk apa tapi ia pikir ia harus mendengarkan apa yang akan Tiara katakan. Mereka menuju jembatan kecil yang ada di taman di depan perpustakaan, mereka sedikit menjauh dari Fio dan Ria.

"Aku minta maaf," ucap Tiara memulai percakapan,

"Untuk apa," Bian berusaha untuk tenang, dia benar-benar malas untuk berinteraksi dengan segala sesuatu yang berhubungan dengan Jackran.

"Aku dengar dari Jackran, kalau kalian sudah putus. Aku sedikit menyesal tentang itu, tapi aku mencintai Jackran dan Jackran mencintaiku, aku harap kamu bisa melepaskan Jackran demi kebahagiaannya,"

Mendengar hal ini Bian rasanya ingin menonjok wajah orang yang saat ini berhadapan dengannya. Untuk apa ia berbicara hal yang menyakitkan itu seolah meminta Bian untuk segera terbangun dari mimpi indahnya selama ini.

"Kamu tenang aja, aku udah nggak ada urusan sama Jackran," ucap Bian dengan senyuman yang ia buat, senyuman yang dipaksakan agar obrolan yang baru dimulai ini cepat berakhir.

"Kalau gitu, aku minta kamu untuk keluar dari perusahaan," Bian cukup kaget mendengar apa yang baru saja keluar dari mulut Tiara,

"Kamu tidak berhak berbicara seperti itu, aku masuk perusahaan tidak ada hubungannya dengan Jackran," Bian berbicara penuh penekanan pada setiap kata-katanya.

"Kalau kamu tetap berada disana, Jackran akan selalu merasa bersalah kepadamu, dan bukankah itu akan membuat kamu terlihat lebih menyedihkan," Tiara mulai sinis pada Bian, Tiara berharap Bian tidak memperpanjang masalah ini, dan berharap Bian akan setuju dengan usulannya itu.

"Kenapa aku harus terlihat menyedihkan," tanya Bian mulai kesal,

"Bukankah itu sangat menyedihkan, kamu akan melihat setiap hari laki-laki yang kamu kira mencintaimu bersama dengan orang yang dicintainya, atau kamu masih berharap Jackran kembali? Maaf kalau ini kasar, tapi kamu harus sadar dan ini tidak baik untuk kita bertiga bertemu setiap hari," Tiara juga mulai kesal dengan Bian.

Bian maju beberapa langkah menghadap Tiara.

"Kenapa? Kamu takut kalau ternyata Jackran sebenarnya mulai mencintai aku, dan kamu tidak lebih dari hanya masa lalu," ucap Bian tepat di wajah Tiara.

"Kenapa aku hanya jadi masa lalu, di saat faktanya sekarang Jackran bersamaku," Tiara tak kalah sinis dari Bian.

"Kamu terlalu percaya diri dan itu hanya akan membuang-buang waktumu," Tiara mundur beberapa langkah, ia memperhatikan Bian dan tersenyum sinis melihat Bian.

"Aku berubah pikiran, aku pikir aku harus mempertahankan apa yang aku punya," suara Bian menginterupsi langkah Tiara. Tiara menoleh, ia sedikit terganggu dengan perkataan Bian tapi ia meyakinkan dirinya bahwa selama ini Jackran tidak pernah membencinya, meskipun ia tahu ia sedikit egois dalam hubungan mereka.

"Apa yang dia katakan? Apa dia berbicara tentang pertunangan mereka, atau dia minta maaf sama lo, atau dia menjelaskan sesuatu tentang dia dan Jackran" Fio memberikan pertanyaan bertubi-tubi pada Bian saat Bian baru akan mendarat kan pantatnya.

"Nanya tu satu-satu, kalau kayak gini gue bingung jawab yang mana,". Bian memutar bola matanya malas.

"Apa yang dia katakan?" tanya Fio,

"Dia minta gue keluar dari perusahaan," jawab Bian singkat.

"Terus?" Fio masih dengan sejuta rasa penasarannya,

"Dia cuma bilang kalau mereka mungkin udah balikan ya semacam itu, gue juga nggak ngerti dan dia bilang akan sangat canggung kalau kita bertiga sering ketemu," jawab Bian.

"Tapi dia benar-benar menjengkelkan, apa gara-gara yang dikatakannya adalah kebenaran," gumam Bian dalam hati,

"Fi, menurut lo gimana," Tanya Bian,

"Apanya," jawab Fio.

"Gue harus melepas Jackran dan hubungan gue selama ini?" tanya Bian,

"Gue rasa gue harus melepas Jackran dan mengakhiri hubungan ini, tapi disisi lain gue merasa gue nggak boleh nyerah gitu aja, kayak semacam harus ada perjuangan agar gue nggak nyesal, tapi ngapain gue harus bertahan sama orang yang jelas-jelas nyakitin gue," ucap Bian menggebu-gebu.

"Bi, nggak peduli sejahat apapun Jackran ke lo, tapi ini masalah hati, masalah perasaan, setidaknya lo harus perjuangin rasa yang lo punya, jika nanti pada akhirnya Jackran tetap tidak suka sama lo, ya setidaknya lo pernah berusaha, setidaknya lo tidak akan menyesal dan lo tau kalau Jacrkan bukan orang yang tepat buat lo." Fio menjelaskan panjang lebar.

Menurut Fio Jackran bukannya tidak mencintai Bian lagi. Tapi Jackran terguncang karena kembalinya masa lalu yang belum selesai, dan Jackran harus menyelesaikan masalah yang terjadi, dia harus berdamai dengan masa lalunya agar ia menyadari tentang perasaannya.

"Tapi gue takut, gue takut sama fakta yang lebih kejam yang nantinya bakal lebih menyakitkan,"

"Bi, kalau lo takut sama apa yang akan terjadi nanti bagaimana lo bisa tahu, lo hanya akan menahan diri sendiri dan hanya akan menyimpan luka itu, lo tidak akan bisa berdamai dengan masalah, terkadang kita harus bisa menerima fakta yang menyakitkan untuk mendapatkan sesuatu yang lebih baik. Kita tak pernah tau ada apa diujung perjalanan ini, jika lo hanya fokus dengan ketakutan lo itu, mungkin nantinya tidak akan ada yang namanya kesempatan, siapa tau di ujung jalan ini ada sesuatu yang tak terduga yang sangat luar biasa, tetapi karena ketakutan itu lo hanya akan hidup dengan kesakitan."

Bian meresapi apa yang dikatakan Fio, ia tahu untuk kali ini Fio benar, Bian harus maju untuk melihat akhirnya, Bian harus membuang ketakutannya agar ia bisa keluar dari kegelapan ini. Bian harus mencari cara dan menikmati lukanya agar itu tidak terlalu menyakitkan, toh tak selamanya ia akan berada didalam kegelapan ini, suatu saat nanti, ini pasti akan terlewati dan ia tidak ingin ini hanya terlewati dengan luka yang selalu ia bawa. Bian harus bisa menerima luka dan kesakitannya, agar ia bisa berdamai dengan masalahnya.

Bian berjalan menuju ke halte bis, karena saat ini ia harus pulang sendirian, Fio harus bertemu dengan dosennya dan mereka berpisah di depan perpustakaan. Saat hendak melewati parkiran, Bian melihat Jackran seorang diri. Ntah, apa yang saat ini dipikirkan Bian, ntah keberanian dari mana yang ia dapatkan, Bian melangkah kearah Jackran.

Jackran kaget saat seseorang baru saja masuk kedalam mobilnya saat ia akan menyalakan mesin mobilnya. Ia melihat Bian yang tengah tersenyum kepadanya.

"Aku laper," Jackran menatap Bian dengan wajah yang bingung, Bian seperti orang yang memiliki banyak kepribadian, beberapa waktu yang lalu Bian ingin mengakhiri hubungan mereka dan mereka bertengkar dan sekarang Bian disini, disampingnya seolah-olah semuanya baik-baik saja, seperti tidak ada yang terjadi.

avataravatar
Next chapter