3 Mencari Jawaban yang Tak Pernah Ada

Setelah seminggu lebih berkutat dengan urusan kantor akhirnya Jackran bisa bernafas lega. Bagaimana tidak, karena masalah yang tak terduga yang terjadi membuat ia menghabiskan tenaga dan pikirannya untuk menyelesaikan permasalahan tersebut. Jackran menghempaskan tubuhnya ke ranjang, ia segera memejamkan mata berharap ia bisa beristirahat setelah berbagai hal yang menguras tenaga dan pikirannya.

Belum sempat matanya terpejam, ia teringat beberapa hari lalu Bian menghampirinya ke apartemen. Jackran pun segera bangkit dan mengambil handphone yang tak jauh darinya. Saat ini sudah banyak pesan dan panggilan tak terjawab dari Bian. Jackran pun segera bergegas ke kamar mandi untuk membersihkan diri, ia mengurungkan niat untuk beristirahat, ada hal penting yang harus ia selesaikan.

"Temui aku di kafe biasa." Jackran mematikan sambungan telepon. Tanpa basa-basi Jackran segera menghubungi Bian, sosok yang saat ini ia abaikan karena kesibukannya. Jujur karena mengurus permasalahan kantor membuat Jackran tidak bisa berpikir hal lainnya. Jackran adalah tipe orang yang fokus terhadap satu hal, ia tidak bisa membagi pikirannya kepada dua hal berbeda.

Tak berselang lama, Bian datang dan segera duduk di hadapan Jackran.

"Aku pikir kamu nggak akan menghubungi aku lagi." ucap Bian dengan wajah datarnya namun Jackran tahu Bian marah kepadanya. Jackran tersenyum melihat tingkah Bian, dan tanpa ia sadari ternyata ia juga merindukan sosok Bian.

"Mau minum apa?"tanya Jackran.

"Langsung aja mau ngomongin apa, aku sibuk," Bian masih dengan wajah datarnya.

Sebenarnya sih dia ingin sekali memperlihatkan kemarahannya tapi dia takut itu hanya akan memperkeruh suasana. Mengingat Bian sadar dia adalah tipe orang yang suka mengungkit masalah yang telah berlalu jadi ia mengurungkan niatnya itu.

"Aku minta maaf, beberapa hari ini ada masalah kantor yang harus aku selesaikan," jawab Jackran jujur.

"Sampe nggak bisa ngabarin aku sama sekali?" tanya Bian tidak percaya dan Jackran hanya mengangguk sebagai jawabannya.

Saat ini Bian tak ingin menanyakannya lagi, ia ingin mempermasalahkan alasan Jackran yang sengaja mengabaikan telponnya beberapa hari yang lalu tapi Bian belum siap dengan kemungkinan terburuknya. Keheningan meliputi keduanya. Jackran menatap Bian yang saat ini sedang asyik melihat ke ponsel. Jackran benar-benar merindukan sosok Bian.

"Mau aku antar ke kampus?" tawar Jackran.

"Nggak usah, dekat." jawab Bian seadanya. Setelah pertemuan singkat dengan Jackran tadi membuat Bian sedikit bernafas lega, ntah karena dia percaya dengan alasan Jackran atau karena dia sudah bertemu Jackran. Bian percaya Jackran tidak akan berbohong kepadanya, meskipun sebenarnya ia tidak benar-benar percaya.

Saat hendak melangkah menuju gedung kampus. Ria datang menghampiri Bian.

"Lo penasaran kan sama cewe itu?" tanya Ria menunjuk ke arah perempuan yang bersama Jackran waktu itu.

"Dia Tiara, cinta pertamanya Jackran, dan lo tau, sampai sekarang pun Jackran masih suka sama tuh cewe, begitu pun sebaliknya, dari awal gue udah bilang kalau lo cuma pelarian bagi Jackran." Ria emang berkali-kali mengatakan bahwa Bian hanya pelarian bagi Jackran setelah ditinggal sekolah oleh mantannya.

"Yakin lo, gue ama dia udah tujuh tahun lo!" ucap Bian sedikit sinis, tak ingin terpengaruh oleh ucapan Ria.

"Karena selama ini cewe itu nggak ada disini, dan sekarang dia balik lagi buat kembali sama Jackran." ucap Ria yakin.

"Dan lo tau, awalnya memang buat pelarian tapi mungkin perasaannya ke lo sedikit goyah seiring lamanya waktu yang kalian habiskan bersama, tapi tidak menutup kemungkinan Jackran nggak benar-benar melupakan cewe itu, karna Jackran yang gue kenal, dia kalau udah suka sama satu orang dia nggak akan pernah berpaling ke lain hati," Ria pergi meninggalkan Bian dengan sejuta kekesalannya.

Sebenarnya Bian sedikit terpengaruh dengan ucapan Ria, tapi Bian seakan meyakinkan dirinya bahwa Jackran tidak akan sejahat itu kepadanya. Dan selama ini Bian bisa merasakan perasaan Jackran kepadanya. Bian segera membuka hp dan menelpon seseorang.

"Lagi dimana, sibuk nggak?" tanya Bian langsung tanpa berbasa-basi.

"Lagi nungguin dosen," jawab seseorang dari seberang sana.

"Ntar malam temenin aku nonton!"

"Nanti malam aku jemput kamu," Setelah sambungan terputus Bian segera bergegas untuk kembali ke kosnya.

Tepat pukul 7 malam, bel kos Bian berbunyi. Ding Dong...

"Ia bentar," Bian segera berlari kecil menuju pintu.

"Udah yuk!" Bian segera keluar dan mereka segera meluncur ke bioskop yang berada tidak jauh dari kos Bian.

"Hari ini aku nggak bisa lama," ucap Jackran, Ya yang diajak Bian untuk menemaninya adalah Jackran dan malam ini Bian harus menanyakan semua yang ingin ia ketahui, karena itulah ia mengajak Jackran untuk menemaninya.

Bian mengenakan mini dress berwarna navy, dengan slingbag favoritnya, rambutnya ia biarkan terurai bebas. Sedangkan Jackran jangan ditanya, dimata Bian ia keren seperti biasanya.

"Kamu mau ngapain?" tanya Bian penuh selidik.

"Hari ini aku mau ngumpul sama anak-anak,"

"Pesta penyambutan kembalinya Tiara," Jackran menoleh kepada Bian untuk sesaat dan hanya ekspresi datar yang diperlihatkan oleh Jackran, dia mengangguk dan tidak terlihat terkejut sama sekali Bian mengetahui tentang pesta itu, dan jangan ditanya Bian tau darimana, ia hanya menebaknya saja.

Setelah selesai menonton, Bian dan Jackran duduk di sebuah kafe saat jam baru menunjukkan pukul 9. Mereka memesan makan malam.

"Kamu kenapa nggak pernah cerita?" buka Bian setelah mereka menghabiskan makanannya.

"Tentang?"

"Tiara," Bian sudah mengumpulkan keberaniannya untuk menanyakan hal ini sejak tadi sore. Jadi perjuangannya tidak boleh sia-sia, dia harus mendapatkan jawaban malam ini juga.

"Buat apa?" jleb, bukan jawaban ini yang Bian inginkan. Dia ingin jawaban yang bisa membuatnya yakin kalau Jackran sudah sepenuhnya menjadi miliknya.

"Kamu sama Tiara pernah punya status dan sekarang Tiara disini, kamu sama dia akan sering ketemu kan? secara kalian punya kelompok pertemanan yang sama," Jackran tidak menggubris ucapan Bian dan hanya sibuk mengaduk gelas yang ada dihadapannya.

"Atau jangan-jangan kamu masih ada rasa sama dia," Jackran hanya memandangi Bian, ia tidak menjawab pertanyaan Bian.

"Udah jam 9, aku anter pulang," Jackran segera bangkit dari tempat duduk dan meninggalkan Bian yang masih syok dengan apa yang terjadi. Jackran tidak menjawab pertanyaan penting yang bisa membuat hubungan mereka hancur. Jackran seperti tidak peduli dengan apa yang Bian pikirkan tentang perasaannya. Jackran membiarkannya begitu saja.

Bian segera menyusul Jackran ke tempat parkir. Sepanjang perjalanan mereka hanya diam membisu, keduanya berkutat pada pikirannya masing-masing. Bian menatap keluar jendela, memperhatikan setiap gedung yang mereka lewati, Bian menahan tangisnya, ia ingin segera sampai kekamarnya, menumpahkan segala kegundahan dan keresahan, tapi jalan yang mereka lalui seakan semakin menjauhkannya dari kamar. Sedangkan Jackran menyetir dengan tatapan lurus kedepan, memperhatikan setiap jalanan, ntah apa yang saat ini laki-laki itu pikirkan.

Sesampai di depan kos, Bian segera membuka seatbelt dan segera membuka pintu. Bian turun dari mobil tanpa berbicara sepatah katapun.

"Aku sama Tiara hanya teman," suara itu menginterupsi langkah Bian. Bian menoleh dan membalikkan badan.

"Pertanyaan aku, kamu masih ada rasa sama Tiara?"

"Aku harap kamu tidak menjadikan Tiara sebagai masalah untuk kita," dan jawaban Jackran bukan jawaban yang Bian inginkan.

"Apa susahnya sih jawab iya atau nggak doang," Keduanya saling bertatapan, Bian menangkap manik mata Jackran,

"Aku juga tidak mengerti." Jackran segera kembali masuk ke mobilnya dan pergi meninggalkan Bian yang mulai meruntuhkan pertahanannya. Bian segera masuk ke kamarnya dan menangis. Jawaban yang diberikan Jackran membuat hatinya perih. Jackran masih tidak mengetahui tentang perasaannya, meskipun selama ini mereka bersama.

Bian berharap ini bukan akhir dari segalanya, akhir dari hubungan yang susah payah ia pertahankan. Bian berharap ini bukan akhir dari kesabarannya untuk menghadapi sikap Jackran yang susah ditebak dan susah dimengerti.

Bian belum siap untuk ditinggalkan, dan menghancurkan hubungan yang telah lama mereka jalin. Bian sangat mencintai Jackran dan terbiasa bersama Jackran. Bian berharap Jackran merasakan hal yang sama. Dia harap jawaban Jackran tadi hanya omong kosong semata.

avataravatar
Next chapter