8 Kita Menuju Arah Yang Berbeda?

Jam sudah menunjukkan hampir pukul 6 sore, para karyawan sudah pulang beberapa saat yang lalu. Jackran pun bangkit dan mulai merapikan meja kerjanya dan berjalan keluar ruangan. Ekspresi Jackran kaget melihat Bian sudah berdiri di depan pintu ketika ia membuka pintu ruang kerjanya.

"Kaget banget, aku nungguin kamu dari tadi, lama banget coba," celoteh Bian.

"Kenapa nggak hubungin aku dulu," jawab Jackran sedikit kesal.

"Emang kalau aku hubungin bakal dibalas, palingan ntr kamu juga nyari-nyari alasan buat nolak," sindir Bian,

"Udah tahu gitu kenapa masih nungguin," Jackran berlalu meninggalkan Bian yang terkejut dengan perkataan Jackran.

Jackran mengendarai mobilnya dalam keheningan, ia melirik kearah sampingnya. Bian terlihat hanya memperhatikan jalan melalui jendela mobil, bahkan sejak mereka masuk mobil Bian tak bersuara sedikitpun, biasanya Bian adalah tipe orang yang suka mengajukan banyak pertanyaan kepadanya.

"Aku nggak suka cara kamu di kafe tadi," Jackran memecahkan keheningan yang mencekik diantara mereka berdua. Bian menoleh dan memutar bola matanya

"Kenapa? Gara-gara dia akhirnya tahu kalau kita pacaran atau gara-gara akhirnya orang tau tentang hubungan kita," tuduh Bian.

"Aku nggak suka cara kamu nanggepin Ria," ucap Jackran,

"Bi, Ria itu teman aku, dan kamu tahu dia dari dulu nggak suka sama hubungan kita, harusnya kamu lebih tahan buat ngadepin Ria, dan harusnya kamu ngehargai Ria sebagai teman aku," lanjutnya,

"Aku nggak ngerti salahnya dimana, dia duluan kan yang cari gara-gara," ucap Bian kesal,

"Aku kenal mereka dari dulu, dan mereka adalah orang-orang yang berharga buat aku sama seperti keluarga aku. Aku berusaha buat hubungan kita diterima mereka, aku nggak mau terus-terusan dalam posisi yang sulit, kamu harusnya ngerti itu," Jackran semakin kesal.

"Apakah ini adalah hal yang harus kita permasalahkan?" tanya Bian mencoba tenang.

"Ya, ini memang hal yang harus dipermasalahkan, dia teman aku Bi," Jackran menekankan setiap kalimatnya pada Bian.

"Apakah aku nggak cukup berharga, nggak cukup penting buat kamu bela?" tanya Bian,

"Kamu selalu seperti ini, kamu tahu maksud aku bukan itu, dan kamu selalu menyalahkan aku tanpa mencoba mengerti," balas Jackran dengan senyuman smirk nya, seolah menyerah pada watak Bian yang satu ini.

"Apa kamu bilang, aku nggak ngerti kamu, Ran kurang sabar apa aku selama 7 tahun ngadepin Ria, kamu bilang aku nggak ngerti," Bian terluka dengan tuduhan yang dilemparkan kepadanya.

"Ya setidaknya kamu tidak menghancurkan 7 tahun itu," Bian hanya menatapi Jackran, rasanya ia ingin membedah kepala Jackran agar ia tahu apa maksud Jackran, agar ia tahu jalan pikiran laki-laki disampingnya ini.

"Ya, kamu memang selalu brengsek," gumam Bian dan tentu saja Jackran mendengarnya. Dan keheningan yang panjang kembali terjadi.

Sesampai di kos Bian, Bian mencoba untuk mengalah karena dia tidak ingin semakin memperburuk keadaannya dan Jackran.

"Nggak mau mampir dulu, udah lama kamu nggak kesini," Bian memulai pembicaraan setelah perdebatan itu.

"Aku nggak bisa, ada hal yang mau aku kerjain," balas Jackran tanpa menoleh sedikit pun pada Bian.

"Apa? Ketemu Tiara lagi," Bian mulai menjawab sinis, ternyata ia tidak bisa bersikap baik-baik saja.

"hmm," jawaban singkat Jackran membuat Bian terlihat menyedihkan, seakan-akan Jackran lebih memilih Tiara daripada dirinya meskipun dirinya tidak ingin dijadikan pilihan.

"Kalau aku bilang jangan, gimana?" pertanyaan bodoh itu keluar begitu saja dari mulut Bian.

"Sorry," balas Jackran singkat,

"Kamu bahkan nggak jelasin apa-apa sama aku,"

"Ran, apa kamu udah nggak mau lanjutin hubungan kita?" Bian memandang wajah Jackran yang hanya bisa menatapnya dari samping.

Jackran menoleh dan menatap Bian tajam sampai akhirnya ia membalas dengan lebih menyakitkan untuk Bian,

"Lakukan sesukamu, kalau memang kamu udah nggak mau jalanin hubungan ini, jangan memutar balikkan fakta, seolah-olah aku yang ingin mengakhirinya," ucap Jackran sembari menatap Bian, kata-kata Jackran membuat hati Bian perih.

Hari ini tak lebih melelahkan dari hari kemarin, Bian memilih untuk berendam di air panas untuk melepaskan ketegangan yang terjadi pada otot-ototnya. Hari ini masih sama seperti hari kemarin, hari yang melelahkan dan panjang.

Ucapan Jackran masih terngiang jelas dipikirannya, bagaimana mungkin bahkan Jackran tak menolak atau ia mencari aman agar kelak tidak menjadi orang yang disalahkan atas kandasnya hubungan mereka. Selesai mandi Bian mengangkat ponselnya yang terus berdering.

"Bi kemana aja sih, liat video yang aku kirim ke kamu," ucap Fio dari seberang sana,

"Ia aku baru habis mandi, kenapa sih, ribet amat," balas Bian,

"Pokoknya buruan liat," sambungan telepon pun dimatikan secara sepihak oleh Fio.

Bian membuka pesan dari Fio. Air matanya tak kuasa jatuh membasahi pipinya. Ia pun mulai menghubungi Fio.

"Dapat dari mana?" tanpa basa-basi Bian langsung menanyakan ke Fio dengan suara khas orang menahan tangis.

"Bi maaf, tapi gue pikir gue harus ngirim ini ke lo," Fio merasa tak enak membuat sahabatnya menjadi sedih.

"Gue nggak pa-pa, dan gue butuh tau Fi," ucap Bian tak sabaran.

Fio pun menceritakan bahwa ia mendapat kan video itu dari laptopnya Jei. Laptop Fio rusak dan dia terpaksa meminjam laptop Jei, dan dia tidak sengaja menemukan file tersebut.

Fio dan Jei mulai berpacaran dua tahun belakangan, keduanya mulai saling mengenal karena Bian sering mengajak Fio nonton bersama Jackran, dan Jackran sering mengajak Jei. Di dalam video tersebut tampak sebuah perayaan pesta, di sana tampak teman-teman dekat Jackran dan juga keluarga mereka, orang tua mereka memang berteman dekat. Dalam video tersebut tampak seorang perempuan yang berulang tahun memberikan sebuah cake pada Jackran dan tampaknya itu adalah Ibunya Jackran.

Setelah menyuapi Jackran ibunya pun kembali memberikan potongan selanjutnya kepada Tiara dengan kata-kata yang mampu membuat hati Bian tercabik-cabik.

"Potongan selanjutnya buat Tiara, makasih udah kembali dan buat hari-hari Jackran lebih bahagia, Mama tahu Jackran lebih bahagia sekarang, dan masalah pertunangan kalian Mama harap itu segera dilaksanankan, Jackran juga udah setuju," ucapnya sambil menoleh kearah Jackran. Jackran tampak tersenyum dan tampak lebih bahagia, tangan mereka dipautkan oleh Ibunya Jackran dan mereka tampak bahagia, setidaknya seperti itu yang terlihat oleh Bian.

Bian pun mengirim video tersebut kepada Jackran, tak perlu menunggu lama, tanda terkirim pun berubah menjadi tanda telah dibaca. Lima menit berlalu tak ada juga tanda-tanda bahwa Jackran akan membalas pesan tersebut. Bian pun membanting hpnya ke kasur dan ia pun memilih merebahkan tubuhnya dan memilih untuk segera tidur.

Jam menunjukkan pukul 9 malam, bel yang sedari tadi berbunyi membangunkan Bian dari tidur nyenyaknya. Dengan malas Bian segera menuju ke pintu untuk membukakan pintu.

Setelah pintu terbuka, Jackran sudah berdiri dengan pakaian yang masih sama yang ia gunakan di kantor hari ini. Jackran menerobos masuk kedalam tanpa disuruh oleh sang empunya rumah. Jackran langsung menuju kasur dan berbaring disana tanpa menghiraukan Bian yang bingung oleh sikapnya.

Bian yang kesal dengan Jackran membiarkannya dan mencoba untuk mengabaikan kehadiran Jackran, Ia pun duduk di sofa dengan terus memainkan ponselnya. Sedangkan Jackran sepertinya sudah terlelap karena tak ada lagi pergerakan yang menunjukkan tanda-tanda dia masih bangun.

Tak lama setelah itu Bian pun menghampiri Jackran,

"Mau ngapain kesini?"

"Nggak mungkin kan lo numpang tidur dikosan gue," Bian duduk ditepi ranjang. Setelah berapa lama tak ada sahutan, Bian segera berdiri namun gerakannya terhenti,

"Gue sama Tiara mau tunangan," ucap Jackran masih dalam posisi yang sama, matanya masih terpejam. Deg, jantung Bian seakan merespon lebih cepat daripada mulutnya.

"Terus, ngapain lo kasih tau ke gue, bukannya kita udahan, gue udah nggak punya urusan" ucap Bian sinis dan berlalu menuju sofa.

avataravatar
Next chapter