2 Bukan Masalah Besar, Aku Yang Terlalu Sulit Mengerti

<p>Sudah seminggu sejak Bian dan Jackran pulang dari liburan, dan semenjak itu juga Jackran tidak menghubungi Bian, bahkan panggilan dan pesan dari Bian pun diabaikannya. Hal ini tentu membuat Bian merasa gelisah.<br/><br/>Hari ini, sepulang kuliah Bian berencana mendaftar magang di perusahaan ayahnya Jackran. Ini sangat penting bagi Bian untuk mempertahankan beasiswanya. Perusahaan ayahnya Jackran memang bekerjasama dengan universitas Bian saat ini.<br/>…<br/><br/>Bian baru saja turun dari bus. Tidak banyak orang duduk di halte, untuk mempersiapkan mentalnya, Bian memilih untuk istirahat sejenak dan menetralkan dirinya sebelum bertarung. Letak perusahaan J tidak jauh dari halte, gedung tinggi nan mewah itu langsung memperlihatkan keindahan dan kesibukan orang-orang yang ada disana. Bian dengan mantap melangkahkan kakinya menuju meja informasi.<br/><br/>"Selamat siang, ada yang bisa saya bantu?" sapa ramah seorang perempuan muda yang berada di balik meja informasi tersebut.<br/><br/>"Siang, saya Bian kak dari universitas AJ, saya mau daftar buat program magang disini,"<br/><br/>"Sudah ada janji sebelumnya?" tanya perempuan itu masih dengan sangat ramah.<br/><br/>"Kebetulan professor menyuruh saya untuk langsung datang ke sini, dan beliau menyuruh saya untuk bertemu dengan pak Frasa,"<br/><br/>Setelah itu Bian disuruh menunggu di lobi yang berukuran sangat luas itu. Jackran memang sudah terjun langsung sebagai direktur di perusahaan ini, tapi Jackran tidak pernah membahasnya dengan Bian, Bian hanya mendengarnya dari gosip yang tersebar di kampus. Jadi, sebenarnya ia tidak mengetahui kebenaran dari itu. <br/><br/>Ini pertama kalinya Bian menginjakan kakinya di gedung semewah ini, ia tidak menyangka kalau akhirnya dia sampai pada tahap ini. Saat sedang asyik menunggu, mata Bian menangkap sosok yang sangat ia kenal. Jackran tampak keluar lobi dengan seorang perempuan yang tidak Bian kenali, mereka duduk di kafe yang terletak di seberang perusahaan J. Bian mencoba menghubungi Jackran. Namun, ia terkejut, Bian tidak percaya dengan apa yang barusan ia dapatkan. Jackran mengabaikan panggilannya, Bian melihat sendiri Jackran hanya melihat dan membiarkan begitu saja panggilan darinya. Dengan perasaan campur aduk Bian kembali ke lobi perusahaan J.<br/>…<br/><br/>Pagi-pagi sekali Bian sudah rapi bersiap-siap untuk pergi. Bian berencana untuk mengunjungi apartemen Jackran. Seharusnya hari ini Bian akan bersantai di rumah karena hari ini ia tidak ada jadwal kuliah ataupun janji dengan seseorang, tapi rasa penasaran dengan sikap Jackran yang tidak mengabarinya itu, membuat ia memilih untuk mengunjungi lelaki tersebut, dan alasan Bian pergi pagi-pagi agar ia bisa bertemu dengan Jackran karena sebelum-sebelumnya apartemen itu selalu kosong.<br/>…<br/><br/>Bian menekan bel apartemen Jackran dan benar saja, tidak lama kemudian Jackran membukakannya pintu. Bian tidak mengerti dengan ekspresi seperti apa yang saat ini sedang ditampilkan Jackran.<br/><br/>"Hy, masuk!" Jackran tampak belum bersiap-siap untuk pergi. Bian mengikuti Jackran masuk dan duduk di bar minimalis tempat favorit Bian setiap kali datang ke sini.<br/><br/>"Nggak kuliah hari ini?" Bian tau itu hanya pertanyaan basa-basi Jackran, karena soal jadwal Bian Jackran sangat mengetahuinya.<br/><br/>"Kamu nggak mau jelasin sesuatu?" Bian memilih untuk mengabaikan pertanyaan Jackran.<br/><br/>"Tentang?"<br/><br/>"Ya udah, aku pulang," ucap Bian setelah beberapa saat. Bian segera bangkit dari duduknya. Ia kesal dan marah dengan jawaban yang dilontarkan Jackran. Ia kecewa dengan sikap Jackran yang tidak membahas sama sekali alasan kenapa dirinya di abaikan.<br/><br/>"Bahkan kamu nggak nahan aku," gumam Bian. Saat seperti inilah Bian merasa dirinya terabaikan, dan ini bukan pertama kalinya mereka seperti ini. Jackran adalah tipe yang keras dan sulit Bian mengerti. <br/><br/>Saat berjalan di trotoar, ponselnya berdering, melihat siapa yang menghubungi membuat Bian malas mengangkatnya. Ia kembali memasukkan handphone nya ke dalam tas berukuran sedang itu. <br/><br/>Bian segera menuju halte. Saat tengah duduk di halte tiba-tiba ada seseorang yang duduk di sampingnya. Sebenarnya sudah 30 menit Bian duduk di sini, bukan karena busnya tidak datang tapi Bian saat ini sedang dalam mood yang buruk. Jackran tengah menatap kejalan, memperhatikan kendaraan yang berlalu lalang, sedangkan Bian menatap Jackran tidak percaya lelaki itu di sini setelah 30 menit berlalu atau setelah 30 menit Bian meninggalkan apartemennya.<br/><br/>"Ngapain?" setelah keheningan beberapa saat, akhirnya Bian buka suara.<br/><br/>"Hari ini Filmnya tayang," Jackran menyodorkan dua tiket. Dan tentunya ini membuat Bian sedikit heran dan juga menyukai sosok Jackran yang seperti ini. Jackran mengingat hal-hal kecil yang Bian katakan padanya ataupun kebiasaan-kebiasaan kecil Bian.<br/><br/>"Kamu nyuruh aku nonton sendiri?" Bian memang sudah mengerti tabiat Jackran, sengotot apapun Bian jika Jackran tidak ingin membahasnya maka percakapan tentang topik itu takkan pernah terjadi.<br/><br/>"Malam ini aku nggak bisa, ada hal lain yang harus aku lakukan," ucap Jackran,<br/><br/>"Apa?" tanya Bian ingin tahu.<br/><br/>"Aku pergi," belum sempat Jackran pergi, tangannya dicekal Bian, Bian mengembalikan kembali tiket yang diberikan Jackran.<br/><br/>"Aku nggak ada teman buat nonton, mending kamu kasih ke yang lain aja, mubazir," Bian segera berlalu bertepatan dengan bus yang datang.<br/>…<br/><br/>"Bi tungguin aku," Fio berlari mengejar Bian.<br/><br/>"Nih," Fio menyodorkan dua tiket film ke Bian.<br/><br/> "Buat apa?" Bian terlihat bingung.<br/><br/>"Ya buat nonton lah, emang mau buat apa," jawab Fio sewot.<br/><br/>"Uluh-uluh Fio cantik emang the best lah," Bian memeluk Fio senang.<br/><br/>"Dari Jackran, tadi dia nitip."<br/><br/>"Jangan bilang kalian lagi berantem," Fio mulai kepo setelah melihat reaksi Bian kalau tiket itu dari Jackran.<br/><br/>"Kemarin dia juga ngasih aku tiket buat jadwal malam, tapi karena nggk ada temen buat nonton aku balikin lagi," Bian menjelaskan.<br/><br/>"Trus ini aku nonton sama siapa," Bian sedikit mengeluh ke Fio berharap kali ini Fio mau menemaninya untuk menonton film yang diangkat dari novel kesayangannya itu.<br/><br/>"Malam ini nggak bisa beb," Bian tau jawaban ini yang akan diucapkan Fio, karena Fio saat ini lagi ujian, Fio adalah tipe orang yang kalau ujian nggak bisa diganggu gugat.<br/><br/>Saat tengah asyik jalan bersama Fio, Bian sedikit terkejut melihat perempuan yang bersama Jackran kemarin, saat ini perempuan itu tengah ngobrol asyik bersama teman-temannya Jackran. Jackran memiliki 3 orang teman yang dekat dengan dia semenjak SMA. Dia adalah Jei, Tomo, dan Ria. Bian tidak begitu dekat dengan mereka karena memang dari awal mereka pacaran, Ria memperlihatkan ketidaksukaannya kepada Bian. Dan karena Ria adalah tipe orang yang suka blak-blakan ketika berbicara, membuat Bian tidak nyaman dalam lingkaran pertemanan Jackran dan alhasil Bian memilih menjauh.<br/><br/>"Siapa?" tanya Bian pada Fio, Bian menanyakan pada Fio karena dia tahu Fio pasti tahu tentang berbagai hal. Bisa dibilang Fio ini teman yang paling up to date kabar terbaru bahkan ketika ia tidak berangkat ke kampus sekalipun.<br/><br/>"Memang Jackran tidak menceritakan apapun tentang ini?" Bian menggeleng.<br/><br/>"Dia Tiara, mantannya Jackran, setau gue dulu mereka dekat lumayan lama, dan mereka berlima itu teman masa kecil, tapi untuk jelasnya mending lo tanya langsung sama Jackran, dan gue saranin sih jangan ditanyain, jangan mau berurusan sama mereka, ribet ntar urusannya" jawab Fio panjang lebar.<br/><br/>"Kenapa?" Bian berusaha menutupi keterkejutannya, bagaimana mungkin 7 tahun pacaran ia tidak mengetahui sama sekali mantan Jackran, dan yang lebih parah ia tidak tahu kalau mereka berlima adalah teman masa kecilnya, karena setau Bian mereka berteman dari SMA.<br/><br/>"Udahlah lupain, yuk kekelas, keburu dosen yang nungguin kita,". Bian harus menanyakan ini langsung ke Jackran, Bian meyakinkan dirinya sendiri ini bukan masalah besar. Dia terus berusaha berpikir positif, mungkin saja Jackran tidak pernah cerita karena memang dirinya tak pernah menanyakan hal itu, dan mungkin saja Jackran menganggap ini tidak terlalu penting sehingga dirinya tak perlu tahu, dan kemungkinan-kemungkinan lain yang ia ciptakan sendiri. <br/><br/>Untuk saat ini ia harus menahan rasa penasarannya. Ada hal penting yang harus diselesaikan, yaitu perihal Jackran yang masih belum memberinya kabar sedikit pun sampai detik ini.</p>

avataravatar
Next chapter