1 Bab 1 Siapa Tetangga Barunya?

Matahari terbit dari ufuk timur dan mengintip dari celah jendela kamar seorang gadis yang masih tertidur pulas.

Meskipun alarm jamnya belum berbunyi, Clara Odilia atau yang lebih sering dipanggil Odi tetap terbangun begitu sinar matahari menyinari matanya.

Odi menegakkan tubuhnya, merentangkan tangannya untuk merenggangkan ototnya yang kaku sambil menguap lebar.

Rambut hitamnya yang keriting bagaikan anjing pudel semakin tidak karuan. Meskipun begitu, dia tidak peduli dengan penampilan rambutnya.

Toh, dia akan berada di dalam rumah seharian ini meskipun dia berharap pemerintah menetapkan peraturan untuk menambah jam kerja di hari Minggu.

Clara Odilia lebih suka menghabiskan kesibukannya didalam ruang kantornya. Duduk di depan komputernya untuk memasukkan input data keuangan dan menghitung tiap pemasukan dan pengeluaran keuangan perusahaan.

Semakin banyak tumpukan kertas yang ada di atas mejanya, semakin berkobar pula semangat kerjanya.

Odi tidak keberatan jika atasannya menyuruhnya untuk bekerja lembur. Dengan begitu dia memiliki kesibukan agar tidak memikirkan hal yang tidak penting.

Sayangnya, sekarang adalah hari Minggu dan perusahaannya tidak buka. Meskipun dia memohon pada atasannya dengan sangat untuk mengizinkannya masuk kerja di hari Minggu, supervisornya tidak pernah mengizinkannya.

Sungguh aneh bukan? Biasanya pegawai perempuan seusia Odi akan berharap ada hari libur tambahan.

Odi kebalikan dari para wanita kantoran lainnya. Dia malah mengharapkan hari kerja tambahan.

Pada akhirnya, Odi memutuskan untuk bangun dan sikat gigi sebelum berganti pakaian olahraga. Daripada bosan tanpa melakukan apapun didalam rumahnya, sebaiknya dia jogging disekitar area apertemennya.

Kemudian dia akan pergi ke supermarket untuk membeli beberapa sayur dan daging cincang.

Hari ini dia akan memasak untuk dirinya sendiri.

Odi keluar dari lift dan berjalan keluar dari lobi apertemen saat menyadari beberapa orang yang menggunakan jaket yang sama berlalu-lalang membawa dus-dus.

Orang-orang tersebut keluar masuk dari lift dan mengangkut dus-dus bewarna coklat dari truk.

Apakah ada penghuni kamar baru di apertemen ini?

Yah, bukan urusannya. Odi bukanlah orang yang penasaran dengan orang baru tak dikenalnya.

Satu-satunya yang akan selalu menarik perhatiannya adalah sederetan angka.

Ah, seandainya kalau komputer itu manusia, dia akan menikahi komputer.

Odi berlari kecil memutari apertemennya sebanyak dua kali. Jarak yang ditempuhnya tidaklah terlalu jauh, namun juga tidak pendek.

Tidak heran Odi menjadi berkeringat dan napasnya tersengal-sengal. Untungnya dia membawa serta handuk kecil yang selalu terkalung di lehernya, sehingga dia bisa mengelap semua keringatnya.

Setelah mengatur pernapasannya dan detak jantungnya kembali normal, Odi berjalan memasuki salah satu supermarket yang berada tidak jauh dari apertemennya.

Banyak pasang mata yang menoleh ke arahnya dan mungkin beberapa dari mereka mulai menggosipkannya.

Bagaimana tidak? Pakaian olahraga yang dipakai Odi saat ini memiliki warna merah yang mencolok. Rambutnya diikat menjadi satu secara asal-asalan dan gumpalan poni yang mengeriting akibat tidak disisir selama beberapa hari menutupi dahinya dengan tidak beraturan.

Secara wajah, Odi bukanlah perempuan buruk rupa. Sebaliknya, dia sangat cantik hingga sanggup mencuri hati kaum adam.

Sayangnya, Odi tidak pernah peduli dengan penampilannya dan tidak pernah merawat diri.

Satu-satunya yang menjadi pusat perhatiannya adalah menghitung angka.

Odi tidak peduli dengan gosipan orang-orang disekitarnya karena dia sudah sangat terbiasa. Sebaliknya, semakin banyak yang menggosipkannya, semakin besar pula kecuekannya akan sekitarnya.

Dengan langkah santai dan penuh percaya diri, Odi berjalan memasuki area sayur-sayuran setelah mengambil keranjang belanja.

Dia memilih beberapa sayur favoritnya dan mengambil bungkusan daging cincang yang dibungkus kedalam sterofom.

Setelahnya, dia berjalan ke area cemilan ringan dan mengambil beberapa chips untuk menjadi cemilan sorenya disaat dia akan mulai berhitung lagi.

Berhitung? Iya, memang berhitung. Odi membawa sebagian kecil pekerjaannya dari kantor.

Dia sengaja membiarkan rekan-rekan kantornya memberinya tugas tidak peduli apakah mereka merasa malas, atau ingin menekannya.

Odi menyelesaikan tugas yang seharusnya dikerjakan rekan-rekannya hari itu juga dan menunda tugasnya sendiri. Alhasil, dia tidak sempat menyelesaikan tugasnya.

Karena itulah, dia membawa tugas tak terselesaikan itu ke rumah.

Setelah selesai membayar barang belanjaannya, Odi berjalan keluar untuk pulang ke rumahnya.

Sesampainya di depan apertemennya, truk yang tadi dilihatnya sudah tidak ada. Itu berarti penghuni baru sudah selesai memasukkan barang-barang pindahannya.

Tapi... kenapa banyak orang berkumpul di lobi.

"Kau lihat orang tadi?"

"Iya, aku sudah lihat. Astaga, kok bisa ya ada makhluk Tuhan seindah itu?"

"Apakah dia sudah punya pacar ya? Aku ingin jodohin dia sama anakku." ungkap salah satu ibu-ibu sambil tersenyum malu-malu membuat teman-temannya turut tertawa.

"Ah, kalau dia masih belum punya pacar, kita harus berhati-hati."

"Kenapa bisa begitu?"

"Biasanya pria tampan dengan tubuh atletis yang tidak memiliki pacar, ujung-ujungnya malah homo."

"Hi! Masa sih?"

"Lho beneran lo ini. Kita harus hati-hati kalau ternyata dia tidak punya pacar."

Odi mendengus geli mendengar gosip ibu-ibu itu. Memangnya semua pria tampan di dunia ini tidak boleh tidak punya pacar?

Mereka seenaknya saja mengumbar gosip yang belum tentu benar.

Yah, itu bukanlah urusannya. Toh, dia juga tidak kenal dengan penghuni baru ini. Dia juga tidak merasa penasaran seberapa tampan pria ini hingga membuat hampir semua wanita yang tinggal di apertemen ini berkumpul di lobi.

Odi berjalan ke arah lift dan memencet tombol dengan panah atas.

"Kalian ingat tadi dia bilang tinggal di lantai berapa?"

"Lantai tujuh kan?"

Lantai tujuh? Itu berarti lantai apertemennya. Pikir Odi dalam hati tanpa menyadari ibu-ibu dibelakangnya menatapnya dengan penuh ketertarikan.

Odi ingat satu-satunya ruangan apertemen di lantai tujuh yang kosong adalah ruang disebelah ruangannya.

Itu berarti... penghuni baru yang katanya tampan ini adalah tetangganya?

"Permisi," sapa salah satu ibu-ibu tukang gosip pada Odi. "Bukankah kau tinggal di lantai tujuh?"

"Bukan. Aku tinggal di lantai 400 x 25 dibagi 10 lalu dikurangi 90 x 3 dikurangi 729 ditambah 6." jawab Odi dengan sangat cepat hingga siapapun yang mendengarnya merasa pusing.

"Uhm... jadi lantai berapa ya?"

Tepat saat wanita yang tidak peka itu bertanya sekali lagi, pintu lift terbuka.

"Aku tidak pernah menjawab pertanyaan yang sama. Permisi." Odi berjalan masuk kedalam lift dan tanpa memperdulikan ibu-ibu tersebut, Odi menekan tombol tutup.

Begitu pintu lift terbuka, Odi berjalan keluar dan berbelok menuju kamar apertemennya. Anehnya, ada seorang pemuda berpakaian fashionable berdiri di depan pintu sebelah kamar apertemennya.

Tanpa memperdulikan pemuda itu, Odi berjalan melewatinya dengan langkah santai dan cuek.

"Hei, apakah kau tinggal disebelah."

Odi memencet sejumlah angka pada kunci pasword pintunya. "Menurutmu?" itulah respon datar yang diberikan Odi.

Dia membuka pintu dan segera masuk kedalam sebelum tetangga barunya bertanya macam-macam padanya.

Tapi... dia tidak bisa menutup pintunya karena pemuda itu telah menahan pintunya membuat Odi merasa kesal.

Apa yang diinginkan orang ini? Sungguh tidak sopan sekali!

"Odi? Kau adalah Odi kan?"

Ha??

avataravatar
Next chapter