9 9. Pembuat Onar

Alekta begitu tajam menatap Noah yang masih terus membuat keributan. Dia tidak mengerti mengapa pria itu melakukan semua ini di hotelnya.

"Siapa kau? Berani sekali menyuruhku untuk berhenti! Apa kau ingin bersenang-senang denganku, Nona?" tanya Noah dengan nada yang membuat orang ingin menghajarnya.

"Melihat wajahmu saja membuatku muak, apalagi bersenang-senang denganmu ... itu semakin membuatku muak!" balas Alekta.

"Wanita sialan!" Tukas Noah sembari berjalan mendekat pada Alekta.

Dengan cepat Bisma menghadang, sehingga Noah tidak berhadapan langsung dengan Alekta. Karena baginya Alekta adalah nonanya yang harus dilindungi.

"Ingat batasan Anda Tuan Noah!" ucap Bisma dengan nada penekanan.

"Apa kau berani menantangku, Bisma?!" timpalnya dengan menyeringai.

"Jangan sekali-kali mendekati Nona, karena dia ada dalam perlindunganku selama di sini!" sambung Bisma.

"Hahaha ... tidak kusangkak kau akan menjadi pria bodoh hanya untuk melindungi wanita lemah!" Noah berita sembari terkekeh.

Alekta sangat kesal dengan apa yang dikatakan oleh Noah. Dia sudah tidak bisa menahan emosinya, tangannya mulai dikepalkan.

"Kau bilang aku lemah?" Alekta bertanya sembari tersenyum.

Noah ingin melihat ekspresi Alekta saat mengatakan itu. Dia pun memiringkan kepalanya karena tubuh Bisma menghalangi jarak pandangnya.

Alekta menggeser tubuh Bisma dengan tangannya tetapi tidak menimbulkan rasa kecewa bagi Bisma. Dia menatap wajah Noah yang semakin terlihat geram dengan apa yang baru saja dikatakan olehnya.

"Apakah aku wanita lemah?" Alekta kembali bertanya pada Noah.

Noah menyeringai, dia berniat untuk menyentuh wajah Alekta. Namun, tidak bisa karena tangannya langsung cengkeram oleh Bisma.

"Kau memang wanita lemah, buktinya dia melindungimu!" ungkap Noah sembari melirik Bisma.

"Kau salah! Aku bukanlah wanita lemah tetapi kau bukanlah tandingannya. Lagi pula aku tidak ingin mengotori tanganku dengan menyentuh tubuhmu itu!" timpal Alekta.

"Kau...!" pekik Noah yang sudah mulai geram.

Noah menarik tangannya dengan sekuat tenaga, dia berniat menyerang Alekta tetapi Bisma melindunginya.

Bug! Bug! Pukulan demi pukulan dilayangkan Noah pada Bisma. Namun, Bisma berhasil bertahan dari setiap serangannya.

Terjadilah perkelahian di antara mereka berdua, Alekta melihat beberapa pengunjung hotel mulai terganggu dengan perkelahian mereka.

"Hentikan, Bisma! Panggil sekuriti dan bawa dia ke polisi!" perintah Alekta pada Bisma.

Bisma pun menghentikan menyerang Noah lalu beberapa sekuriti menangkap Noah. Namun

"Kalian bodoh! Tidak ada yang bisa menahannya dengan waktu yang lama. Kau harus ingat itu, Nona!!" pekik Noah.

"Maaf telah mengganggu kenyamanan semuanya, silakan untuk melanjutkan pekerjaan semuanya." Alekta berkata dengan penuh kharisma.

Semuanya kembali melanjutkan pekerjaan dan para pengunjung pun mulai melangkah pergi. Ada yang menuju kamarnya atau pergi keluar hotel untuk berjalan-jalan.

 "Nona, saya harap Anda berhati-hati dari sekarang. Karena saya yakin Noah akan menargetkan Anda" ucap Bisma sembari berjalan mengikuti langkah Alekta.

"Tidak perlu mencemaskan aku! Sekarang yang harus dilakukan adalah mencari siapa orang yang ingin menghancurkan hotel ini!" timpal Alekta dengan serius.

Karena baginya saat ini adalah masalah hotel, sedangkan Noah. Dia bisa mengurusnya nanti, semua permasalahan ini membuatnya paling tidak melupakan kejadian saat Caesar meninggalkan dirinya.

Dia memasuki ruangan yang sudah disediakan oleh manajer hotel. Alekta kembali membaca dokumen yang belum selesai diperiksanya.

Tidak terasa hari sudah sore, Bisma mengantar Alekta menuju apartemennya. Langkah Alekta terhenti saat melihat Caesar sudah berdiri tepat di samping pintu apartemennya.

Dalam benaknya berkata, untuk apa lagi Caesar menemuinya. Alekta menyuruh Bisma untuk segera pulang karena dia tidak mau Bisma bertemu dengan Caesar.

Entah mengapa itu yang ada dalam pikiran Alekta saat ini. Bisma pun pergi meninggalkan Alekta, dia kembali ke rumahnya. Namun, sebelum itu Bisma harus melakukan sesuatu.

Alekta melanjutkan langkahnya dan berniat untuk melewati Caesar tanpa menyapanya. Rasa kesal serta kecewa masih begitu terasa dalam hatinya.

"Alekta...," panggil Caesar dengan lembut.

"Untuk apa lagi kau kemari?!" tanya Alekta dengan datar.

"Aku tahu kamu pasti marah dan kecewa padaku. Maafkan aku," jawabnya.

"Untuk apa meminta maaf? Di sini yang salah adalah aku bukan kau! Aku ya bodoh karena beranggapan jika kau mencintaiku," balasnya sembari membuka pintu apartemennya.

Saat Alekta hendak menutup pintu apartemennya, kaki Caesar menghalangi sehingga pintunya tidak bisa tertutup.

"Beri aku kesempatan untuk menjelaskan semuanya," ujar Caesar sembari berusaha untuk masuk kedalam apartemen.

"Tidak. Sudah tidak ada yang perlu dijelaskan lagi!" balas Alekta dengan nada meninggi.

Alekta sudah tidak ingin terpengaruh oleh hatinya yang masih mencintai Caesar. Dia tidak ingin melihat lagi Kamila yang mendatanginya saat bersamaan dengan Caesar.

Caesar berhasil masuk kedalam apartemen, dia menatap lekat wanita yang ada di hadapannya itu. Terlihat jelas dari sorot mata Alekta yang masih sangat mencintai dirinya.

"Aku tahu kamu masih mencintaiku, 'kan?" tanyanya pada Alekta sembari melangkah mendekatinya.

"Iya. Aku masih mencintaimu tetapi aku tidak ingin membuat Kamila semakin menderita!" jawabnya.

"Apa maksudmu?" timpal Caesar.

"Kamila adalah wanitaku, bagaimana dia tidak menderita saat melihat prianya dengan wanita lain! Jika aku jadi dia, mungkin aku akan langsung mengajar wanita itu!" ungkap Alekta.

"Namun, aku sangat mencintaimu, sedangkan dengannya...," Caesar menghentikan ucapannya dan itu membuat Alekta yakin jika dirinya harus menjauh dari Caesar.

"Pergi! Tinggalkan aku dan jangan temui aku lagi!" tukas Alekta.

Dia sudah tidak ingin melihat lagi Caesar saat ini. Karena dia sudah memutuskan untuk berhenti saja. Sudah cukup dia mengejar cinta Caesar.

"Aku akan pergi. Namun, ingat satu hal sampai kapan pun aku akan selalu mencintaimu!" Caesar berkata lalu dia berjalan meninggalkan Alekta.

Entah mengapa mendengar itu hatinya terasa sakit, dia tidak ingin kehilangan Caesar. Egonya mulai memenuhi hatinya.

"Tidak. Aku tidak akan melepaskannya, meski aku akan menjadi wanita buruk bagi Kamila!" ucapnya sembari berlari mengejar Caesar.

Namun, dia tidak berhasil menemukan Caesar. Tubuhnya terkulai lemas lalu duduk di atas lantai yang begitu dinginnya.

Air mata menyeruak tatkala dia tidak bisa mengejar Caesar. Dia menyesali mengapa dia tadi memilih untuk mengusir Caesar.

Alekta beranjak lalu berjalan kembali memasuki apartemennya. Dia tidak memiliki tenaga untuk melakukan apa-apa. Yang ada dalam hatinya adalah penyesalan mengapa harus seperti ini.

Dia mengambil ponsel yang ada di dalam tasnya, melihat layar ponsel dan nomor Caesar. Namun, nomornya tidak aktif. Apakah ini akhir dari semua rasa cintanya. Apakah Alekta akan benar-benar bisa melupakan Caesar.

Alekta menghela napas panjang, dia berjalan menuju kamar mandi. Menyalakan keran shower lalu berdiri tepat di bawah shower sehingga air mulai membasuh dari kepala hingga seluruh tubuhnya.

Dia kembali menangis, masih meratapi apa yang sudah menjadi keputusan yang salah baginya. Satu jam dia berada di dalam kamar mandi dengan menangis.

Tubuhnya terasa lelah dengan semuanya tetapi air matanya tidak bisa berhenti begitu saja. Karena setiap mengingat kepergian Caesar membuatnya semakin menyesal.

Alekta menangis hingga dia tertidur, dari kejauhan ada yang selalu mengawasinya dengan alat yang bisa melihat dari seberang apartemen.

avataravatar
Next chapter