8 8. Keributan

"Di mana Caesar?!" tanya Kamila saat Alekta membuka pintu apartemennya lalu berjalan masuk kedalam apartemen.

Alekta tidak bisa berkata apa-apa karena dia sangat terkejut dengan kedatangan Kamila. Dia tidak menyangka jika Kamila akan mendatangi apartemennya.

"Keluar kau Caesar!" pekik Kamila yang sangat kesal.

Caesar langsung merapikan pakaiannya setelah mendengar teriakan Kamila. Dia berjalan keluar dari kamar, dalam benaknya masih bingung akan mengatakan apa pada Kamila.

"Aku tidak mengerti denganmu? Kurang apa aku hah? Apa dia sangat membuatmu tergoda sehingga kau mengejarnya sampai di sini?!" Kamila melayangkan pertanyaan bertubi-tubi pada Caesar.

"Kamu sudah tahu bukan jika aku mencintainya, jadi mengapa kamu marah seperti ini? Bukankah kita hanya seba—," Sebelum melanjutkan kata sebatas Kamila langsung memeluk Caesar.

"Aku tahu...," ucapnya dengan lirih "tetapi aku sangat mencintaimu."  

"Kamila...," panggil Caesar dengan lembut lalu melepaskan tangannya yang melingkar di tubuhnya.

Kamila tahu jika Caesar sudah tidak bisa dikendalikan olehnya. Akhirnya dia membisikkan sesuatu, kedua mata Caesar terbelalak mendengarnya.

Tanpa berkata apa-apa Caesar mengikuti langkah Kamila yang meninggal Alekta sendiri di apartemennya. Alekta terpaku dengan apa yang baru saja terjadi.

Dia tidak mengerti mengapa Caesar memperlakukan dirinya seperti itu. Kedua kakinya terasa lemas dan akhirnya dia terjatuh.

Air matanya mulai mengalir tanpa disadarinya, inikah yang dinamakan cinta? Apakah cinta itu begitu menyakitkan. Apakah cinta yang hanya sepihak itu tidak berarti.

"Apa artinya aku? Tadi kau katakan merindukanku dan mencintaiku. Namun, buktinya kamu pergi dengannya tanpa mengatakan apa-apa," katanya sembari menangis.

Entah berapa lama Alekta menangis, akhirnya dia bangkit dan menghapus semua air mata yang membasahi kedua pipinya.

"Kamu harus bangkit Alekta! Jangan biarkan cinta ini menghancurkanmu!" ucapnya sembari berjalan menuju kamarnya.

Dia melihat tempat tidur yang masih terlihat berantakan karena permainan Caesar. Tanpa berpikir panjang, Alekta menarik semua kain yang ada di atas tempat tidurnya.

Dimasukkannya kain itu kedalam keranjang pakaian kotor. Dia pun berjalan menuju almari dan mengambil kain yang baru dan bersih.

Rasa kesal, kecewa, semuanya campur aduk. Dia tidak. Alekta tidak menyalahkan Kamila atau Caesar karena semua ini adalah salahnya.

Sebab mencintai pria yang sudah memiliki kekasih. Itu artinya dialah yang menjadi pihak ketiga.

Alekta menghempaskan tubuhnya di atas tempat tidur setelah dia merelakannya. Ditatapnya langit-langit kamar apartemen, dia mencoba memejamkan matanya.

Bayangan wajah Kamila sewaktu pergi melewatinya masih terpatri dalam ingatannya. Senyum kemenangan muncul di kedua ujung bibirnya.

"Bodohnya aku," gumamnya.

Akhirnya dia pun terlelap meski semua rasa sakit di dalam hatinya masih terasa. Namun, dia selalu menyalahkan dirinya yang telah begitu bodoh mencintai pria yang sudah memiliki kekasih.

***

Keesokan harinya, Alekta terbangun dia bergegas membersihkan diri. Karena hari ini dia akan mengunjungi hotel yang sedang bermasalah.

Selesai dengan rutinitas membersihkan diri, dia duduk di depan cermin meja hias. Melihat dari pantulan cermin yang memperlihatkan kedua matanya yang sembab.

Dengan cekatan dia memoles semuanya sehingga tidak terlihat jika dia habis menangis. Beres sudah bersiap, dia langsung berjalan keluar apartemen.

Di depan sudah ada Bisma yang menunggunya, dia membukakan pintu mobil lalu mempersilakan Alekta untuk masuk kedalam mobil.

Alekta pun langsung memasuki mobil tersebut, Bisma pun memasuki mobil. Dia halamannya mesin mobil lalu berjalan perlahan meninggalkan area apartemen.

"Kita ke kantor dulu atau ke hotel?" tanya Alekta pada Bisma.

"Sepertinya lebih baik kita ke hotel terlebih dahulu, barulah kita ke kantor."

Bisma menjawab lalu dia kembali fokus pada jalanan. Tidak begitu lama, tibalah mereka di depan sebuah hotel. Di mana hotel tersebut adalah hotel yang sedang mengalami masalah.

Alekta berjalan memasuki hotel tersebut, dia di sambut oleh beberapa orang yang sedari awal mengurus hotel tersebut. Dia pun dipersilakan untuk mengikuti mereka menuju sebuah ruangan.

"Silakan, Nona Alekta." Seorang pria paruh baya mempersilakannya untuk duduk.

"Terima kasih, Tuan." Dia menjawab sembari melayangkan senyuman.

Tidak berapa lama tiba dua orang wanita yang membawakan minuman. Mereka meletakan minuman tersebut dia tas meja lalu pergi meninggalkan ruangan.

"Bagaimana, Tuan ... apakah ada yang ingin Anda sampaikan kepada saya?" Alekta bertanya dengan nada penuh hormat.

 Pria paruh baya itu duduk tepat di hadapan Alekta, dia mulai menceritakan awal mula menurunnya para pengunjung untuk menginap di hotel.

Alekta mendengarkan secara saksama, dia tidak ingin ada satu hal pun terlewat olehnya. Setelah semuanya selesai diceritakan, dia mendapatkan satu kesimpulan bahwa ada orang yang ingin menghancurkan bisnis ayahnya.

"Siapkan semua dokumen yang saya inginkan!" Alekta berkata sembari menyerahkan sebuah note pada pria paruh baya itu.

"Baik, Nona akan saya siapkan." Pria paruh baya itu berkata dari beranjak dari duduknya dan pamit untuk menyiapkan apa yang di pinta oleh Alekta.

"Bisma, dari semua ceritanya apa kamu bisa menyimpulkannya?" tanya Alekta pada Bisma.

"Sepertinya ada seseorang yang menginginkan hotel kita hancur," jawabnya dengan yakin.

"Seperti dugaanku. Kau bisa dengan cepat menyadari semua itu!" timpal Alekta.

Beberapa saat kemudian, dokumen yang dipinta Alekta sudah tertumpuk di atas meja. Dia mulai membaca satu persatu dokumen tersebut.

Dia heran dengan salah satu dokumen yang baru saja dibacanya. Menurutnya ada yang janggal dengan laporan itu. Alekta pun memberikan dokumen tersebut pada Bisma. Dia ingin tahu apakah Bisma tahu tentang hal tersebut.

Terdengar suara keributan di luar ruangan, itu membuat Alekta pemasaran apa yang sedang terjadi. Dia pun memutuskan untuk keluar melihatnya, begitu pula dengan Bisma yang mengikutinya dari belakang.

"Apa yang terjadi?!" tanyanya pada seorang wanita yang sedang bicara dengan temannya.

"Ada seorang pengunjung yang membuat keributan di lobi," jawab wanita itu.

Alekta langsung berjalan menuju lobi diikuti oleh Bisma. Dia ingin tahu apa yang membuat orang itu membuat keributan dan mengganggu kepentingan umum di hotel ini.

"Nona, sebaiknya Anda tidak terlalu dekat dengan pria itu!" ucap Bisma saat melihat siapa yang sedang membuat keributan.

"Siapa dia?!" tanya Alekta.

"Noah, dia adalah salah satu anak buah dari kelompok singa. Kelompok itu disegani di sini," jawab Bisma.

Alekta memperhatikan terlebih dahulu, dia ingin tahu apa yang akan dilakukan oleh Noah itu. Jika sudah keterlaluan maka dia akan turun tangan.

Noah semakin membuat keributan dan itu membuat Alekta sudah tidak bisa menahan diri. Baginya Noah sudah keterlaluan dan tidak bisa menoleransinya.

Dengan langkah cepat Alekta mendekatinya, Bisma berusaha untuk mencegah Alekta. Namun, dia tidak berhasil.

"Nona, saya mohon. Jangan mencari masalah dengannya," Bisma terus berusaha untuk mencegah Alekta.

"Tidak. Aku tidak akan menghentikan langkahku, dia sudah keterlaluan!" jawabnya sembari terus berjalan.

Noah masih melakukan hal-hal yang membuat semua orang merasa jijik. Dia tidak menyadari jika ada seseorang yang tidak tahan dengan sikapnya.

"Hentikan itu!"  pekik Alekta.

avataravatar
Next chapter