5 5. Terpukau

Tuts piano mulai ditekan dengan lembut, tidak ada yang tahu jika Alekta memiliki kemampuan yang sama seperti ibunya. Namun, dia tidak pernah berniat untuk menekuninya.

Baginya kebersamaan dengan sang ayah itulah yang penting. Karena sang ibu lebih memilih mengejar impiannya sebagai pianis terkenal.

"Putri kita sangat berbakat," ucap Angela pada suaminya.

"Dia sama sepertimu. Namun, dia tidak ingin mengikuti jejakmu!" jawab Suryana.

"Aku tahu itu. Maafkan aku yang terlalu egois ini," balasnya sembari memegang tangan suaminya itu.

"Aku sudah memaafkan kamu, Sayang. Aku harap kita bisa membuat putri kita merasakan kebahagiaan yang sudah terlewatkan!" Suryana berkata dengan tersenyum.

Caesar yang baru mengetahui jika Alekta sangat bagus memainkan piano. Dia pun merasa permainan pianonya kalah jika dibandingkan dengan permainannya.

Matanya tidak berkedip sedikit pun melihat permainan piano Alekta. Dia semakin terpukau dengannya, kecantikannya dan kepandaian dalam bermain piano.

"Apa kau mengaguminya?" bisik Kamila.

"Kau bisa melihatnya, dia sama sepertinya ibunya."

"Apakah hanya itu? Tetapi yang aku lihat kau sudah tertarik padanya? Karena aku tidak pernah salah dengan penilaianku," sambung Kamila.

Caesar tidak menjawab dari pertanyaan Kamila, dia kembali fokus dengan permainan Alekta. Hingga akhir permainan piano Alekta selesai.

Terdengar tepukan tangan dari semua orang yang berada di sekitar Alekta. Mereka tersenyum lalu mengatakan, "Barvo."

"Ibu tidak menyangka jika permainanmu semakin indah dan bagus," ungkap Angela sembari memeluk Alekta.

"Tentu saja karena aku adalah putrimu," jawabnya dengan semringah.

"Jadi Ayah ini siapa?" tanya Suryana terlihat merajuk.

Alekta dan Angela terkekeh-kekeh melihat sang ayah bisa merajuk seperti itu. Alekta mendekat lalu memeluk ayahnya.

"Kau adalah Ayah terbaik," ucapnya dengan penuh kasih sayang.

"Ayah, tahu itu. Baiklah sudah larut malam sebaiknya kamu pergi istirahat, bukankah besok kamu harus pergi." Ayah berkata sembari melepaskan pelukan Alekta dengan lembut dan senyum khasnya.

Alekta pun berpamitan dan berjalan meninggalkan semuanya. Dia tidak memandang sedikit pun Caesar yang sedari tadi memandanginya.

"Kalau begitu kami pamit dulu Tuan dan Nyonya," Kamila berpamitan.

"Hati-hati di jalan ya," ujar Angela dengan lembut.

Namun, Suryana tidak berkata apa-apa, itu membuat sedikit kikuk. Dan Angela menyadari ada sesuatu yang aneh dengan suaminya itu.

"Ada apa denganmu, Sayang? Aku melihat yang aneh darimu?" tanya Angela pada suaminya.

"Tidak ada apa-apa, lebih baik kita beristirahat saja. Aku sudah lelah hari ini," jawabnya sembari berjalan menuju kamarnya.

Angela mengikutinya dari belakang tetapi dia mempercepat langkahnya sehingga sejajar dengan suaminya itu. Dia tahu dengan pasti jika ada sesuatu buang sedang menjadi beban pikiran suaminya itu.

Di dalam kamar Alekta tidak bisa memejamkan kedua matanya. Dia berjalan menuju balkon, menikmati udara malam hari. Melihat bulan di atas langit, tidak ada satu bintang pun yang menemaninya.

Terdengar lantunan musik yang berasal dari ponsel Alekta. Dia pun berjalan memasuki kamarnya, melihat dari layar ponsel siapa yang menghubunginya.

Tertera nama Caesar, ada keraguan dalam hatinya apakah harus mengangkatnya atau tidak. Dia kembali berpikir tentang Kamila, apakah dirinya akan tega menjadi pihak ketiga.

Rasa cinta dan ego yang masih tinggi membuat Alekta mengangkat telepon dari Caesar. Mereka pun berbicara selama satu jam lebih.

Begitu banyak yang mereka bicarakan, itu membuat Alekta merasa berbunga-bunga tatkala Caesar melayangkan gombalannya.

Hingga akhirnya Alekta tertidur dan Caesar masih terus saja bicara. Caesar pun memanggil-manggil Alekta tetapi tidak ada jawaban. Dia pun menutup sambungan teleponnya.

***

Alekta sudah siap dengan semua barang-barangnya yang akan dibawa ke Singapura. Tiket pun sudah dipesan oleh sang ayah. Dia hanya tinggal pergi ke bandara.

"Apa semuanya sudah siap?" tanya Ayah pada Alekta baru saja berjalan menuruni anak tangga.

"Sudah, Ayah. Ada apa denganmu, Bu? Mengapa terlihat sedih?" jawabnya sebaris bertanya pada ibunya yang terlihat sedih.

"Baru beberapa hari Ibu ada di rumah dan kamu sudah pergi untuk perjalanan bisnis. Ayah, apakah tidak bisa mengirim orang lain untuk menyelesaikannya?" Ibu menjawab lalu bertanya pada ayah dengan wajah sedihnya.

"Hanya, Alekta yang bisa menyelesaikannya!" ujar Ayah yang tidak bisa diganggu gugat lagi.

"Aku tidak akan lama, Bu. Jadi selama aku pergi buatlah suami Ibu merasa bahagia," kata Alekta sembari memeluk ibunya dengan lembut.

"Ibu akan membuatnya selalu berada di atas awan," jawab sang ibu sembari mengedipkan matanya pada sang suami.

Alekta terkekeh, akhirnya dia bisa melihat ibu dan ayahnya akan hidup bersama lagi. Dia berharap agar mereka berdua selalu bersama dan bahagia.

"Aku lega jika ada Ibu di rumah, kalau begitu Alekta pergi ya, Bu. Jaga ayah untukku," katanya.

"Hati-hati dan jaga kesehatanmu, Sayang."

Ayah berkata sembari mengecup kening Alekta, sebenarnya sang ayah tidak menginginkan Alekta untuk pergi. Namun, semua ini demi kebaikannya.

Sebelum pergi Alekta ingin menemui seseorang, dia adalah Casandra. Karena Casandra ingin bertemu dengannya.

Alekta pun menyuruh Casandra untuk bertemu dengannya di kafetaria bandara. Tidak begitu lama, dia pun tiba di bandara. Dia mencari Casandra di sekeliling kafetaria.

"Alekta...," panggil seorang wanita sembari melambaikan tangannya.

Alekta tersenyum lalu berjalan mendekat, dia memeluknya.

"Aku pikir kamu sudah melupakan aku," tukas Alekta yang sedikit kesal dengan sahabatnya itu.

"Hahaha ... jangan marah, aku tidak mungkin melupakan sahabatku ini!" jawabnya.

"Ada apa? Tidak biasanya kamu ingin bertemu denganku?" Alekta kembali bertanya.

"Aku hanya merindukanmu dan aku tahu jika kamu akan ke Singapura. Aku minta tolong padamu, temui seseorang dan lihat keadaannya untukku." Casandra menjawab dengan nada serius.

"Siapa dia? Bukankah kau bisa pergi ke sana dan melihat keadaannya?!" timpalnya.

"Tidak bisa. Jika dia melihatku maka aku akan terkena masalah. Ayolah bantu aku ya? Maka aku akan selalu membantumu dalam setiap kesulitan!" Casandra berkata dengan nada memohon.

Alekta mengenal napasnya, "Baiklah aku akan membantumu! Berikan semua informasi tentangnya."

"Kamu memang sahabat terbaikku, Alekta Suryana."

Casandra berkata sembari memeluk sahabatnya itu dengan semeringah. Dia tahu hanya Alekta yang bisa menjalankan tugasnya.

"Baiklah. Sudah waktunya aku pergi, aku bisa meminta sesuatu padamu, Casandra?" tanya Alekta.

"Apa itu? Katakanlah jika aku bisa maka aku akan membantumu."

"Temui ayah dan ibuku di rumah selama aku tidak ada. Ibu merindukan putri keduanya," jawab Alekta.

"Apa? Ibu sudah ada di rumah. Kenapa kamu tidak mengatakan padaku! Apa kau anggap aku ini orang asing hah?!" tukas Casandra.

"Jangan drama deh! Aku pergi. Ingat pesanku!" Alekta berkata sembari berjalan meninggalkan Casandra yang masih terlihat kesal.

Casandra langsung berjalan meningkatnya kafetaria. Dia memasuki mobilnya lalu menjalankan mobilnya meninggalkan bandara.

"Ibu, aku datang!" teriaknya di dalam mobil.

avataravatar
Next chapter