4 4. Terus Mendekati

Satu minggu semenjak kedatangan Caesar ke rumah Alekta. Dari saat itu pula Alekta mulai menjauhinya, dia tidak mengangkat atau membalas pesan Caesar.

Baginya sudah cukup menjadi wanita ketiga, dia memutuskan untuk melupakan cintanya. Meski itu tidak semudah yang dipikirkannya.

Mengapa dia bisa berpikir seperti itu? Itu terjadi karena dia melihat Caesar sedang bercumbu dengan Kamila lalu mengatakan jika dirinya tidak bisa lepas dari wanita yang sedang ada dalam pelukannya.

Betapa sakit hatinya mendengar itu tetapi rasa cintanya masih begitu besar. Karena Caesar merupakan cinta pertamanya.

Tubuh Alekta terjerembap tatkala ada yang menarik tangannya. Terdengar degup jantung yang bisa membuat hatinya tenang.

"Mengapa kamu menghindar?" bisiknya pada Alekta.

"Caesar!" Alekta dengan cepat melepaskan dirinya dari pelukan Caesar.

Namun, dengan cepat Caesar memojokkan tubuh Alekta. Sehingga tubuhnya menempel di dinding. Dan Alekta tidak bisa bergerak karena tubuh dikunci oleh kedua kaki Caesar.

"Kamu belum menjawab pertanyaanku, Alekta Sayang?" tanyanya kembali dengan lembut tetapi ada penekanan.

"Lepaskan aku! Apa kau tidak takut jika Kamila melihatmu?!" jawab Alekta sembari menatap kedua bola mata Caesar.

"Tidak masalah bagiku," timpal Caesar sembari tersenyum.

"Tidak masalah? Kau berengsek Caesar! Aku tidak ingin melanjutkan semua ini. Lebih baik kau kembali ke dalam temani wanitaku itu!" tukas Alekta.

Caesar langsung menyerang Alekta dengan ciumannya. Alekta berusaha untuk tidak menanggapinya. Namun, Caesar terus saja menjajah bibir Alekta dengan permainannya yang lembut.

Secara perlahan Alekta pun terhanyut dalam ciuman Caesar dan dia pun mengikuti alur permainan. Perlahan ciuman mereka semakin liar, tangan Caesar mulai menyelusup ke dalam pakaian Alekta.

Gerakan tangan Caesar yang menyelusup ke dalam pakaian Alekta, membuat tubuhnya menggeliat. Dia menghentikan semua permainan sekejap, dilihatnya wajah Alekta.

Muncul senyum di ujung bibir Caesar lalu dia melayangkan ciuman yang begitu liar. Tangannya membuka satu per satu kancing kemeja Alekta.

Ciumannya mulai menyapu leher Alekta yang jenjang, hingga di dadanya. Dia bermain beberapa saat dengan kedua pucuk kenikmatan Alekta.

Terdengar suara lembut yang menandakan jika hasrat Alekta sudah meningkat. Itu membuat Caesar semakin terprovokasi.

"Pelankan suaramu jika tidak akan ada yang menemukan kita," bisik Caesar lalu menggigit lembut daun telinganya.

Alekta menggeliat, dia pun berusaha untuk menahan suaranya agar tidak timbul keluar. Dengan cepat Caesar menarik ke atas rok yang digunakan oleh Alekta lalu dia membuka ritsleting celananya.

Perlahan tetapi pasti dia mulai memasukkan kejantanannya pada bagian tubuh Alekta paling sensitif.

Permainannya terhenti tatkala terdengar suara seseorang yang semakin mendekat. Dengan cepat Caesar melepaskan kejantanannya lalu merapikan pakaiannya.

Begitu pula dengan Alekta dia merapikan pakaian yang sudah berantakan akibat ulah Caesar. Setelah itu dia berjalan dengan cepat meninggalkan lorong rumah menuju kamarnya.

Dia tidak tahu apa yang dirasakan saat ini, apakah harus senang atau harus merasa sedih. Dia tidak ingin menjadi wanita ketiga dan menghancurkan hubungan Caesar dengan Kamila.

Terdengar suara ketukan pintu, Alekta pun menyeluruhnya untuk masuk. Seorang pria paruh baya berjalan memasuki kamarnya. Dia adalah Suryana yang tidak lain adalah ayah Alekta.

"Duduk saja!" perintah ayah pada Alekta yang terlihat akan beranjak dari duduknya.

Alekta pun menuruti perintah ayahnya, sang ayah pun duduk tepat di sampingnya. Seperti ada pertanyaan yang hendak dilayangkan pada putrinya itu. Namun, terasa sulit baginya untuk mengatakan semua itu.

"Ada apa, Ayah?" tanya Alekta dengan lembut.

Suryana terdiam sejenak dia sedang memikirkan kata yang tepat untuk disampaikan pada putrinya. Agar tidak terjadi perdebatan yang memusingkan.

"Pergilah ke Singapura. Gantikan ayah selama beberapa minggu saja untuk perjalanan bisnis!" ungkapnya sang ayah.

"Hanya itu? Karena Ayah terlihat berbeda," sambung Alekta.

"Iya hanya itu saja, Ayah harap kamu bisa menyelesaikan semuanya dengan baik. Ayah percaya padamu," jawab ayah yang masih melihat wajah putri kesayangannya itu.

Sudah sejak kecil dia selalu berada di sisinya, dia tidak menyangka jika sekarang putrimu sudah tumbuh menjadi seorang wanita. Dan sudah saatnya untuk mencari pendamping untuk putrinya itu.

"Ayah, apakah ada hal mengganggumu? Mengapa aku merasa jika Ayah menyembunyikan sesuatu dariku. Ayolah Ayah aku ini putrimu, 'kan?"

"Kau sudah menjadi wanita dewasa, masih banyak hal yang ingin Ayah lakukan untukmu. Dan ayah akan melakukan apa saja untuk kebahagiaanmu nanti. Meski kau akan membenciku,"

"Ayah...,"

Alekta tidak mengerti dengan perkataan ayahnya, dia langsung memeluk ayahnya dengan sangat erat. Dia tidak akan pernah mengecewakan ayahnya karena sedari kecil ayah selalu ada untuknya.

"Apa yang kalian lakukan di sini? Makan malam sudah siap," ucap ibu yang baru saja masuk ke dalam kamar Alekta dan melihat suami dan putrinya saling berpelukan.

"Sudah siap. Baiklah kita makan malam dulu!" kata ayah sembari beranjak dari duduknya.

Begitu pula dengan Alekta, dia pun beranjak dari duduknya lalu berjalan mengikuti langkah ayahnya dari belakang.

"Apa yang kalian bicarakan?" tanya ibu dengan nada pelan pada Alekta.

"Urusan bisnis, aku akan pergi selama beberapa minggu ke Singapura."

"Sayang, apa kau sedang menggali informasi dari putrimu itu?" tanya ayah pada ibu.

Dengan senyum nakalnya ibu berjalan mendekat pada ayah lalu menggandeng tangan ayah. Dan mereka berdua pun berjalan hingga di ruang makan.

Alekta sangat senang dengan apa yang baru dilihatnya. Sudah sangat lama ayah tidak merasa bahagia seperti ini. Mungkin dengan keputusan ibunya untuk tidak melanjutkan impiannya menjadi seorang pianis. Dan lebih memilih berada di rumah bersama dengan keluarganya.

Langkah kakinya terhenti, ketika melihat Caesar dan Kamila sudah berada di ruang makan. Mereka berdiri dari duduknya lalu memberi sedikit hormat pada ayahnya Alekta.

"Halo, Alekta...," sapa Kamila dengan senyum khasnya.

Alekta tersenyum lalu duduk dan menjawab, "Halo."

"Duduklah!" perintah ayah pada semuanya.

Beberapa menu makanan sudah tertata rapi di atas meja. Semuanya menyantap hidangan tersebut, tidak ada yang bicara saat makan. Karena ayah tidak menyukai jika ada yang bicara saat makan.

Caesar selalu menatap Alekta, dia ingin melihat bagaimana reaksinya setelah kejadian tadi. Karena mereka berdua sama-sama belum mencapai titik klimaks.

Kamila menangkap ada yang tidak beres, dia pun menatap Caesar yang selalu memperhatikan Alekta. Ada sedikit rasa kesal atau cemburu dengan sikap Caesar.

Namun, Kamila tidak bisa bertindak gegabah karena ini bisa membahayakan karier musik Caesar. Ya. Karena saat ini Caesar sedang belajar piano dari ibunya Alekta.

Sebab hanya ibunya Alekta yang bisa membuat Caesar berada di puncak. Kamila sangat menginginkan pria yang di sampingnya itu menjadi seorang pianis terkenal.

Makan malam sudah selesai. "Bagaimana jika malam ini kita dengarkan Alekta bermain piano?" tanya ibu yang membuka pembicaraan.

"Benar yang dikatakan Ibu, apakah putri kesayangan Ayah ini akan bermain piano untuk pria tua ini?" sambung ayah.

Ibu terkekeh saat ayah mengatakan jika dirinya sudah tua. "Kamu sudah tua tetapi aku masih muda!"

Spontan ayah tertawa, dia langsung menatap Alekta. Dan Alekta tahu apa yang harus dilakukannya.

"Baiklah aku akan menuruti permintaan pria tua dan wanita tua di hadapanku ini," kelakarnya sembari beranjak dari duduknya lalu berjalan menuju piano.

avataravatar
Next chapter