3 3. Menjauh

"Caesar...," dia terus saja memanggil Caesar dan berniat untuk masuk ke dalam kamar.

Namun, langkahnya terhenti tatkala Caesar sudah ada tepat di depan pintu kamar dengan senyum khasnya. Dia langsung memeluk wanita yang ada di hadapannya itu.

"Ada apa kamu datang sepagi ini, Sayang?" tanya Caesar dengan senyumnya lalu mengecup sekilas bibir wanita yang ada di hadapannya itu.

"Aku sudah tidak sabar mau mengatakan kabar baik padamu," jawabnya dengan semeringah.

"Apa itu, Sayang?" sambung Caesar yang sudah tidak sabar mendengarkan kabar baik dari Kamila.

Ya. Dia adalah Kamila seorang wanita muda yang sudah dua bulan ini menjalin hubungan dengan Caesar. Hubungan mereka terjalin sebelum bertemu dengan Alekta.

Kamila mencium aroma aneh dari tubuh Caesar, dia mengendus tubuhnya tidak hanya sekali tetapi beberapa kali. Untuk meyakinkan indra penciumannya.

Dia melihat dengan saksama wajah Caesar guna mencari apakah ada yang disembunyikan olehnya. Sorot matanya sangat tajam karena insting seorang wanita pasti sangat kuat.

"Dengan siapa kau semalam?!" selidiknya.

"Aku? Tidak dengan siapa-siapa," jawab Caesar.

"Aki tidak percaya denganmu!" tukasnya sembari menggeser Caesar lalu berjalan memasuki kamarnya.

Mata Kamila menyapu seluruh ruangan kamar, tidak ada yang aneh. Tempat tidur pun tidak terlihat berantakan. Tidak ada barang seorang wanita yang tertinggal dalam kamar ini.

Kamar mandi. Dalam benaknya terlintas kamar mandi, dia langsung berjalan mendekat lalu membuka pintu kamar mandi.

Caesar merasa bingung dengan keadaan tempat tidurnya. Dia tahu dengan pasti jika tadi masih dalam keadaan berantakan.

Dia pun tidak melihat wanita yang sudah menemaninya bermain semalam, berpikir sejenak Caesar beranggapan jika dia sudah pergi dari rumahnya. Dia bernapas lega karena Kamila pasti akan bertindak kasar pada Alekta.

"Apa kamu masih tidak percaya padaku?" tanya Caesar sembari memeluk Kamila.

"Aku tidak bisa percaya padamu begitu saja! Karena kamu banyak dikejar wanita," balas Kamila.

Caesar tersenyum lalu mencium bibir Kamila dengan lembut tetapi penuh dengan hasrat. Menerima ciuman itu Kamila pun mengikuti setiap permainannya.

Di sisi lain Alekta yang berhasil keluar dari rumah Caesar tanpa diketahui siapa pun. Dia berjalan menelusuri jalanan yang masih basah sisa air hujan semalam.

"Betapa bodohnya aku, menyerahkan semuanya padanya!" gumamnya sembari terus berjalan.

Alekta mengambil ponselnya lalu dia menekan sebuah aplikasi dan memesan taksi. Tidak berapa lama sebuah mobil berhenti di depannya.

"Pagi Mbak, apa Mbak Alekta?" tanya seorang pria pada Alekta.

"Iya, Mas!" jawabnya singkat.

Rupanya pria itu adalah sopir taksi, Alekta pun memasuki mobil itu. Mobil berjalan menuju alamat yang tertera dalam aplikasi.

Jalanan ibukota belum terlalu macet sehingga Alekta sudah tiba di rumahnya. Ruang yang sangat besar tetapi tidak ada keriangan di dalamnya.

Semua orang sangat sibuk dengan pekerjaannya, seorang satpam membukakan pagar besi yang menjulang tinggi.

"Pagi, Non Alekta." Satpam tersebut menyapa dengan senyum khasnya.

"Pagi, Pak Mun ... Oh iya apakah ayah masih ada di rumah?" jawab Alekta dibarengi oleh pertanyaan lagi.

"Tuan, sudah pergi sedangkan nyonya masih berada di taman," ungkap Pak Mun.

Alekta pun berjalan memasuki rumahnya, dia berniat untuk membersihkan diri sebelum bertemu dengan ibunya. Sudah beberapa minggu ini dia tidak bertemu dengan sang ibu.

Memasuki kamar yang begitu luas, dia melempar tas tepat di atas sofa. Membuka satu per satu pakaian yang menempel di tubuhnya sembari berjalan masuk ke kamar mandi.

Dia menatap cermin yang ada di dalam kamar mandi, tubuhnya terlihat begitu banyak tanda kepemilikan yang diberikan oleh Caesar.

Semua rasa bercampur aduk, ada suka, sedih dan kesal terhadap dirinya sendiri. Dia merutuk menyalahkan sikap bodohnya itu. Namun, semua sudah terjadi, hatinya sudah terpaut padanya dan rasa cinta yang ada dalam hatinya tertuju hanya untuk Caesar. Meski dia tahu jika Caesar sudah memiliki seorang kekasih.

Dinyalakannya shower, air membasahi seluruh tubuhnya. Rasa sakit di bagian kemaluannya, selesai dengan semua rutinitas membersihkan diri. Alekta mulai bersiap untuk pergi ke kantor.

Sebelum pergi ke kantor, dia memutuskan untuk menekuni sang ibu. Dia berjalan menuju taman yang ada tepat di halaman belakang rumahnya.

Terlihat seorang wanita paruh baya sedang duduk sendiri sembari menikmati taman. Alekta berjalan mendekat padanya, wanita paruh baya itu tersenyum saat melihat Alekta.

"Bagaimana kabarmu, Sayang?" tanya wanita itu pada Alekta.

"Aku baik Bu ... Sampai kapan Ibu akan ada di Jakarta?" Alekta menjawab lalu melayangkan pertanyaan yang lagi.

Wanita paruh baya itu adalah Angela, dia adalah ibu dari Alekta. Profesinya sebagai pemain piano terkenal membalutnya harus meninggalkan Alekta dan ayahnya.

"Duduklah dan temani Ibu sebentar saja," perintah Angela pada Alekta.

Alekta duduk tepat di seberang Angela, dia sangat merindukan wanita yang ada di hadapannya itu. Terpikir olehnya sampai kapan sang ibu akan terus bepergian demi dunia musiknya.

"Aku menanti jawaban darimu, Bu?" Alekta kembali bertanya.

Angela menghela napasnya, dia menatap lekat putrinya yang sudah dia korbankan demi cita-citanya memakai seorang pianis terkenal.

"Mulai saat ini dan seterusnya Ibu akan selalu ada di rumah untukmu," jawab Angela sembari menyentuh tangan Alekta.

"Apa ini sudah menjadi keputusan final?" timpal Alekta.

"Iya. Ibu akan melepaskan semuanya!" ungkapnya sang ibu.

"Aku hanya ingin melihat sejauh mana Ibu akan bertahan berada di rumah!" balas Alekta yang tahu dengan pasti bagaimana sifat ibunya.

"Mau bertaruh?" tanya Angela pada Alekta.

Angela ingin menunjukkan bahwa keputusannya sudah final dan tidak akan berubah lagi. Sudah cukup baginya mengejar impiannya, sudah cukup dia mengorbankan kebersamaannya bersama anak dan suaminya.

Saat mereka sedang asyik membiarkan taruhan, seorang pelayan tiba dan di belakangnya ada seseorang yang dikenali oleh Alekta.

Seorang pria dan wanita yang terlihat begitu dekat sekali. Dia tak lain adalah Caesar dan Kamila, mata Caesar membulat. Rasa terkejut pun dirasakan oleh Alekta. Namun, dengan cepat dia berhasil mengubah ekspresinya.

"Siapa kalian?" tanya Angela pada Caesar dan Kamila.

"Perkenalkan nama saya, Kamila. Saya sudah membuat janji untuk bertemu pagi ini," jawab Kamila dengan lembut dan penuh hormat.

"Ohh rupanya itu kamu, baiklah kalau begitu kita sarapan bersama dulu. Setelah itu kita bicarakan tentang apa yang kamu inginkan. Oh iya ini adalah putriku Alekta," sambung Angela sembari memperkenalkan Alekta.

Angela melirik Caesar, dengan cepat Caesar memperkenalkan dirinya. Setelah itu mereka pun duduk untuk menikmati sarapan.

"Aku sudah terlambat," ucap Alekta yang belum menyelesaikan sarapannya.

"Habiskan dulu makananmu," perintah Angela pada Alekta.

"Aku sudah kenyang, Bu." Alekta berkata sembari mencium pipi sang ibu lalu berjalan meninggalkan sang ibu bersama Caesar dan Kamila.

Alekta berjalan menuju mobilnya yang sudah disiapkan sedari tadi. Menyalakan mobilnya lalu menjalankannya secara perlahan keluar dari rumah.

Dalam perjalanan menuju kantor dia menjadi patokan beberapa pesan dari Caesar. Namun, dia tidak menanggapinya.

"Siapa aku? Aku hanya wanita bodoh yang berharap mendapatkan cintanya! Mungkin aku harus menjauh darinya!" gumam lekat sembari menjalankan mobilnya.

avataravatar
Next chapter