webnovel

16. Terbongkar

"Lepaskan putriku!!" pekik ayah Suryana yang tidak rela putrinya bercumbu dengan Caesar.

"Ayah...,"

Tanpa banyak kata lagi ayah Suryana menarik tangan Alekta. Dia tidak mau mendengarkan apa yang mau dikatakan oleh putrinya.

Ayah Suryana sudah berusaha untuk menjauhkan Alekta dari Caesar dengan menyuruhnya ke Singapura. Namun, apa yang sudah dilakukan olehnya tidak membuat mereka berdua terpisah.

"Ayah, Aku...,"

"Tidak perlu bicara lagi!" Ayah langsung menarik Alekta dan pergi meninggalkan Caesar.

Caesar tidak bisa berkata apa-apa karena dia melihat nyonya Angela yang menatapnya. Tatapan itu begitu tajam tetapi ada kekecewaan dari sorot matanya itu.

Tanpa banyak bicara Caesar pun pergi meninggalkan rumah Alekta. Dia sungguh sudah tidak memiliki kesempatan bagi untuk bersama.

Jangankan bersama mungkin untuk bertemu pun akan sangat sulit. Kamila melihat apa yang terjadi, dia berjalan dan mendekati Caesar.

"Ayo kita pergi," ucap Kamila dengan lembut sembari menggenggam tangan Caesar.

Caesar tidak menjawab apa-apa dia hanya diam dan mengikuti apa yang dikatakan oleh Allah Kamila. Hidupnya sudah tidak ada artinya lagi. Ini adalah kali pertama dia tidak bisa memiliki wanita yang dicintainya.

Di lain tempat ayah yang terlihat sangat marah hanya duduk menatap Alekta. Dia sungguh tidak mengerti apa yang sudah dilakukan oleh putrinya itu.

Ibu memasuki kamar dan melihat suami dan putrinya hanya diam. Namun, aura yang terpancar begitu suram.

"Sebenarnya apa yang sudah terjadi?" tanya ibu sembari menutup pintu kamar.

"Tanyakan pada putrimu itu! Dia sudah sangat keterlaluan!" jawab ayah sembari menghela napas lalu beranjak dan berjalan keluar.

Alekta hanya melihat kepergian ayahnya, tidak ada sedikit saja keberanian dalam dirinya. Dia merasa sudah membuat ayahnya kecewa.

"Maafkan aku...," ucap Alekta dengan lirih.

"Katakan pada Ibu, apa yang sudah terjadi? Mengapa ayah terlihat sangat marah?" Ibu bertanya dengan rasa ingin tahu yang begitu besar.

Karena tidak biasanya sang suami biasa Semarang itu pada Alekta. Karena yang diketahuinya bahwa Ayah Suryana begitu sangat menyayangi putrinya itu.

"Aku mencintainya, Bu. Aku menginginkan hidup bersamanya," ungkap Alekta.

"Apa kamu sudah gila! Dia sudah memiliki kekasih!" pekik ibu yang sangat terkejut dengan apa yang dikatakan oleh Alekta.

"Iya, Bu. Aku sudah gila dan aku menginginkan dia menjadi suamiku!" balas Alekta sembari menangis.

Dia sungguh mencintai Caesar, tidak ada yang bisa menggantikan posisinya di hati Alekta. Namun, sang ibu tidak akan membiarkan begitu saja.

Ibu Angela tahu jika Caesar bukan pria yang bisa membahagiakan Alekta. Dia tidak ingin putri kesayangannya hidup menderita.

"Tenangkan dirimu dan jangan pergi!" ucap Ibu Angela dengan penekanan.

Ibu pergi dan menutup pintu kamar dengan rapat, dia hendak mengunci putrinya di dalam kamar. Namun, niat terhenti tatkala Casandra tiba.

"Tidak perlu menguncinya dari luar, Bu. Aku akan menjaganya untuk malam ini," ujar Casandra.

"Bagus. Jaga dia dan jangan biarkan dia keluar dari kamarnya!" Ibu berkata lalu pergi meninggalkan Casandra.

Casandra memasuki kamar Alekta, dia melihat sahabatnya itu sedang terpaku dalam kesedihan. Ini sudah diprediksi olehnya.

"Apa ini yang kamu inginkan? Membuat kedua orang tuamu bersedih dan kecewa?" ucap Casandra sembari menghempaskan tubuhnya di atas tempat tidur.

"Aku tidak ingin membuat mereka sedih dan kecewa. Aku hanya mencintai dia, apa aku salah?" jawabnya sembari melayangkan pertanyaan pada Casandra.

"Cintamu tidak salah. Mungkin kamu harus memilih antara cinta Caesar atau cinta kedua orang tuamu." Casandra menjawabnya sembari menatap langit-langit kamar.

Alekta beranjak lalu dia berjalan menuju kamar mandi. Dibukanya gaun yang dikenakan itu lalu dia memutar keran shower. Dia pun melakukan rutinitas membersihkan diri.

Hatinya terasa perih karena melihat kekecewaan ayah dan ibunya. Tidak terasa air matanya menyeruak keluar bersamaan dengan air yang membasahi seluruh tubuhnya.

Ini adalah kali pertama baginya membuat sang ayah kecewa dan sedih. Seumur hidupnya dia berusaha untuk tidak membuat sang ayah kecewa.

***

Di pagi hari yang cerah ini seharunya semua bisa merasa bahagia. Namun, bagi ayah Suryana dan ibu Angela hari ini terasa mendung.

Ibu Angela mengambil ponselnya, dia memberikan sebuah pesan pada Caesar untuk bertemu dengannya di sebuah cafe. Dia merasa harus bertemu dengan pria yang sudah membuat putrinya seperti ini.

Caesar membalas pesan ibu Angela dan mereka pun akan bertemu siang ini. Dalam benak Ibu Angela berkata harus memisahkan mereka berdua.

"Bu, Ayah hari ini akan pulang lebih awal. Apa rencana Ibu hari ini?" Ayah bertanya pada ibu dengan nada lesu.

"Ibu akan pergi siang ini bertemu dengan Caesar. Ada yang perlu Ibu bahas dengannya!" jawab ibu dengan serius.

"Katakan pada pria itu untuk tidak mendekati Alekta. Jika tidak dia akan menyesalinya!" pesan ayah pada ibu.

Ibu mengangguk lalu membantu ayah untuk bersiap ke kantor. Merapikan dasi ayah yang terlihat miring lalu memberikan kecupan sekilas di bibir ayah.

"Biarkan Ibu yang mengusir semuanya, tugas Ayah hanya menjadikan semua rencana kita berjalan dengan baik!" imbuh Ibu sembari menatap kedua mata ayah.

"Ayah akan sarapan di kantor, ibu makan saja bersama Alekta dan Casandra." Ayah berkata lalu berjalan ke luar dari kamar.

Ibu mengikuti langkah ayah berniat untuk mengantarnya hingga keluar dari rumah. Setelah mengantar ayah, ibu kembali masuk.

"Suruh Alekta dan Casandra ke ruang makan!" perintah ibu pada seorang pelayan.

"Baik, Nyonya." Pelayan itu menjawab lalu pergi menuju kamar Alekta.

Pelayan itu berhenti di depan pintu kamar Alekta lalu mengetuk pintu kamarnya. Terdengar suara seorang wanita yang menyuruhnya masuk.

Dia pun membuka pintu kamar lalu mengatakan, "Nona, Nyonya menyuruh Anda untuk ke ruang makan."

"Pergilah lanjutkan pekerjaanmu, aku akan segera ke ruang makan!" ucap Alekta pada pelayan itu.

Pelayan itu mengangguk lalu dia berjalan meninggalkan kamar dan menutup pintu kamar dengan rapat.

"Ayo kita temui ibu," Alekta berkata pada Casandra yang baru saja ke luar dari kamar mandi.

Casandra mengangguk lalu dia mengikuti Alekta menuju ruang makan. Alekta sudah bersiap dengan semuanya, jika sang ibu dan ayahnya akan mengabaikannya.

Alekta melihat hanya ini saja yang duduk di di meja makan. Dia tidak melihat ayah, salahmu hatinya berkata apakah sang ayah begitu marah sehingga tidak mau sarapan bersama dengannya.

"Ayahmu sudah pergi. Duduklah!" ucap ibu yang tahu jika putrinya sedang mencari ayahnya.

Alekta pun duduk di kursi yang biasa di tempat indah. Begitu pula dengan Casandra yang sudah tahu di mana tempatnya untuk duduk.

Suasana begitu hening, tidak ada yang memulai pembicaraan. Itu semua membuat Alekta semakin merasa bersalah.

Ponsel ibu bergetar, ibu langsung melihat ponselnya. Dia begitu terkejut lalu menyelesaikan sarapannya dengan cepat.

"Ingat pesanku. Jangan pergi ke mana-mana hari ini! Jika kau pergi maka aku akan sangat kecewa!" kata ibu lalu berjalan pergi meninggalkan Alekta.

"Ada apa dengan ibu? Mengapa dia begitu tergesa-gesa?" gumamnya yang masih bisa terdengar oleh Casandra.

Next chapter