24 Alunan yang Begitu Indah

love 's sorrow-kreisler rachmaninov tersetel secara otomatis di ponselnya. Ghibran mengangkat panggilan nomor tak dikenal itu. Mendekatkan ponsel digengamannya ke telinga. Suara gemerisik angin cukup jelas di dengar oleh Ghibran melalui ponselnya.

Kerutan dikeningnya menjadi-jadi saat suara hela napas berat terdengar.

" Aku—" Ghibran menatap layar ponselnya sekilas lalu kembali fokus mendengar,"—ingin mentraktirmu!!" Ghibran terkejut dengan kalimat barusan.

Senyuman secerah mentari terlukis diwajah tampannya. "Astaga, ku pikir siapa."seru Ghibran. "Ternyata kamu—" "—Zea Adrian".

Terdengar suara tertawa dari ponsel miliknya. Nampaknya Zea begitu senang karena berhasil menyampaikan kata-kata nya yang sempat tertahan.

" Jadi, bagaimana? Apa Kak Ghibran ada waktu malam ini? Sekalian aku mau menyerahkan payung kak Ghibran."

Ghibran bersandar dikursi yang sudah tersedia dipos jaga. Manik hitamnya sekilas melirik rekan-rekan nya yang tengah bersantai diluar pos sambil berbincang-bincang mengenai hal-hal yang menyenangkan.

"Jam 8 Malam. Aku akan menjemput mu." jawab Ghibran, menerima ajakkan Zea barusan.

"Baik!". Ghibran bisa mendengar suara Zea yang nampak begitu senang karena ajakkannya telah diterima.

"Aku akan menutup panggilan." kata Ghibran. Setelah mendapat persetujuan dari Zea, ia pun meakhiri panggilan.

***

Eri yang tengah menikmati secangkir kopi dibuat terheran-heran dengan tingkah Zea saat ini. Setelah selesai dari kamar mandi yang ada digedung latihan mereka, Zea jadi semangat 45'dalam bermain piano kali ini.

Tidak ada kesalahan sama sekali dalam permainannya. Benar-benar sempurna sehingga membuat Eri tak bisa menyembunyikan rasa kagumnya.

"Seharusnya kau bermain piano seperti itu saat mengikuti kejuaraan tahun lalu~"

Seketika permainan piano Zea terhenti. Zea memandang Eri yang kini juga tengah memandangnya.

"Bagaimana bisa aku bermain sempurna." Zea memandang kedua tangannya, "Saat aku masih mengingat kejadian tiga tahun lalu." gumam Zea lirih.

Eri menghela napas. "Kejadian itu benar-benar buruk, ya. Bahkan gedung itu sekarang di tutup." "Bagaimana kalau kamu menemaniku pergi berkencan malam ini? Aku akan berkencan malam ini bersama Anang!"

"Anang?" Zea mengernyit. "Ah! Polisi yang kita temui di toko bunga kemarin? Sekarang kau jadian?"

"Masih belum. Tapi, kuharap kami berdua cocok!"

"Aku akan mendoakan hubungan kalian berdua..." "...Semoga cocok!"

"Terima kasih!" kata Eri terharu. Semoga saja ia jodoh dengan Anang sehingga masa Jomblonya berakhir dengan bahagia.

***

Zea baru saja menyelasaikan latihannya. Sudah jam 17:00 sore, saatnya untuk pulang kerumah untuk beristirahat. Eri dan Zea berpisah di parkir mobil. Mengemudi mobil BMW nya menuju rumah.

Membutuhkan waktu 30 menit untuk sampai kekomplek perumahan yang ia tempati.

'Meong!' Kucing jenis persia kesayangannya sudah menunggu kedatangan nya di depan pintu. Zea segera menyapa kucingnya itu. Mengelusnya dengan pelan agar kucingnya merasa nyaman.

Jas yang dikenakannya ia lepas dan ditaruh sembarangan keatas sofa berwarna coklat tua. Duduk di sofa sambil memejamkan kedua matanya.

Suara jam dinding menemani kesunyiannya. Kucing miliknya sudah kembali bermalas-malasan di atas tumpukkan kain yang sengaja ia taruh di pojok dekat tangga sebagai tempat tidur kucingnya itu.

Membuka kedua matanya saat perutnya begitu perih. Sepertinya ia harus mengisi perut dengan sesuatu yang mengenyangkan perutnya.

Berjalan menuju dapur dan membuka lemari pendingin. Hanya ada air mineral, minuman isotonik, dan beberapa buah-buahan segar. Zea lupa untuk membeli bahan makanan. Ia menutup lemari pendingin dengan malas, duduk dikursi makan sambil memainkan ponselnya.

Sebuah aplikasi berwarna hijau ia buka. Menscroll mencari menu makanan yang akan ia pesan.

Matanya tertuju pada menu Soto Banjar. Dia jadi merindukan rasa kuah penuh rempah tersebut. Tanpa berpikir panjang, ia mulai memesan seporsi Soto Banjar melalui aplikasi.

Sambil menunggu pesanannya datang. Ia membersihkan beberapa piring kotor yang belum sempat ia cuci. kedua orang tua nya tidak pulang kerumah kemarin. Sehingga Zea harus membersihkan rumah sendirian. Zea tak mengharapkan bantuan dari kembarannya yang emang terlahir malas walau memiliki otak encer.

5 menit akhirnya pesanannya datang. Zea membayar pesanannya lalu menutup pintu rumahnya. Zea mulai membuka plastik yang membukus makanan pesanannya. Metata ketupat, suun, perkedel kentang, telur ayam rebus, dan suwiran dada ayam ke dalam mangkung. Terakhir, Zea menuangkan kuah soto kedalam mangkuk.

Aroma soto membuat perutnya semakin berbunyi nyaring. Zea tak sabar untuk menikmati soto.

Satu suapan saja tidak cukup. Segera Zea menikmati soto pesanannya itu penuh kenikmatan. Tak ingin terburu-buru. Hingga kuah soto pun ia minum hingga mangkuk bersih.

"Hum, benar-benar enak!"

Ting! Tong! (Suara bel berbunyi)

Zea segera berlari menuju pintu. Membuka pintu saat tahu jika Ghibran sudah berdiri didepan rumahnya. "Selamat malam, kak Ghibran." bahkan Zea tidak menyadari jika kini mulutnya belepotan dengan kuah soto.

Ghibran segera menghapus kuah soto yang mengkotori mulut Zea menggunakan tisu bersih yang selalu ia bawa. "Kamu itu sudah besar, masih saja belepotan" omel Ghibran layaknya seorang kakak.

Zea hanya membalas omelan Ghibran dengan senyuman polosnya. Ia segera menyuruh Ghibran untuk masuk kedalam.

"Kakak mau minum apa?" tanya Zea dari arah dapur.

Ghibran yang duduk di sofa ruang tamu sambil bermain dengan kucing milik Zea menoleh kearah samping, dimana dapur berada. "Terserah kamu aja." jawab Ghibran.

Zea tak lagi berteriak. Ia memutuskan untuk menyiapkan jus mangga untuk Ghibran. Membuka lemari pendinginnya dan mengeluarkan jus yang ada dalam botol dan menuangkannya kedalam cangkir yang telah disiapkan.

Secangkir jus mangga tersaji dihadapan Ghibran yang masih bermain dengan kucing Zea. "Nikmatilah... " "...Beri waktu lima menit. aku akan segera kembali!!" kata Zea lalu berlari kelantai atas, dimana kamarnya berada.

Ghibran hanya mengeleng-geleng kan kepalanya melihat tingkah Zea. Ia akhirnya memutuskan untuk berkeliling, melihat isi rumah Zea.

Di ruang tamu,Ghibran bisa melihat beberapa foto yang dipajang menghiasi dinding berwarna coklat muda. Foto keluarga, foto Zea saat bermain piano dan tatapannya terhenti pada foto sosok Zea kecil yang tengah bermain pasir bersama sosok anak kecil yang tersenyum kearah kamera.

Ghibran menyentuh foto tersebut, sedikit kenangan melintas dipikirannya.

'Meong' kucing itu memanggil Ghibran. Ghibran mendekat menuju Grand Piano. Duduk dikursi dan mulai memainkan tuts-tuts hitam putih.

3rd Movement of Moonlight Sonata – Beethoven

Ghibran menikmati permainannya hingga tak menyadari kehadiran Zea yang kini memperhatikan permainan Ghibran dari belakang. Kucing milik Zea bernama Caca juga memandang Ghibran.

Ritmenya begitu cepat. Jari-jarinya bermain dengan lihai diatas tuts-tuts hitam putih.

Permainan berakhir. Zea bertepuk tangan setelah Ghibran mengakhiri permainannya. Ia menoleh saat mendengar tepukkan dari Zea.

"Kak Ghibran bisa bermain Piano?" kata Zea penasaran. Kini ia duduk disebelah Ghibran.

Ghibran tersenyum singkat. " Aku dulu bermain piano." Ghibran menatap kearah foto zea yang bermain pasir dengan sosok anak kecil disana. "Dia mengajakku untuk bermain piano. Kami menikmatinya.. Alunan piano yang dimainkan."

Zea mengenyit. "Siapa?" heran Zea.

Ghibran memandang Zea. "Kau yang mengajakku untuk bermain piano." Berdiri dari posisi duduknya. "Kau mungkin lupa dengan kenangan kita waktu masih kecil." "Tapi kuharap, kamu segera mengingatnya dengan cepat."

Ghibran mengambil jaket hitamnya yang berada di sofa, "Ayo kita pergi!"

Zea tersadar dari lamunanya. Ia berdiri, menyusul Ghibran yang sudah menunggunya diatas motor Yamaha MT09 Tracer.

***

Mereka akhirnya memutuskan untuk kembali mengunjungi Cafe Sweet. Bel berbunyi saat mereka berdua masuk kedalam Cafe. Para pemuda yang bekerja menyambut kedatangan mereka dengan ramah.

Dewa yang tengah membantu karyawannya membersihkan cangkir menoleh kebelakang saat mendengar suara yang sangat dikenalnya.

"Zea!" Dewa menghampiri Zea dan Ghibran yang berdiri di depan kasir. "Mau pesan apa?" tanya Dewa ramah.

Zea memandang Ghibran, memberi isyarat kepada Ghibran untuk terlebih dahulu memilih.

" Flavoured Tea." Ghibran terdiam sejenak, "moroccan mint tea" pesan Ghibran.

''Hanya itu?" tanya Zea.

Ghibran menganggukan kepalanya sebagai jawabannya.

"Seharusnya kak Ghibran pesan yang banyak!..." rengek Zea tak terima. Ia meraih buku menu yang ada ditangan Ghibran, "Biar aku yang memilihkannya untukmu" putus Zea.

Dewa yang melihat tingkah mereka berdua hanya bisa tersenyum maklum. Dalam pertemanan pasti ada kejadian yang baru saja dihadapi oleh dua pria dihadapannya ini.

" Sandwich dan kentang goreng" kata Zea.

"Banana milkshake".

Dewa menulis pesanan Zea. Memberitahu nominal yang harus dibayar oleh Zea. Zea membayar pesanannya lalu mereka memilih tempat duduk dekat jendela. Selagi menunggu pesanan datang, Zea menatap Upright Piano yang berada di panggung mini dekat kasir.

Tanpa sadar, Zea berjalan menuju Upright Piano itu. Duduk dihadapan nya dan mulai memainkan tuts-tuts piano itu.

Semua mata tertuju pada penampilan Zea yang tengan memainkan piano. Bahkan Ghibran sengaja merekam penampilan Zea saat ini.

Etude Op.25 No.11 "Winter Wind" – Chopin 

Dewa menghampiri Ghibran yang masih tengah merekam penampilan Zea. Menaruh pesanan mereka dihadapan Ghibran.

"Permainannya benar-benar luar biasa, ya.." puji Dewa yang berada disamping Ghibran.

Ghibran sekilas melirik Dewa yang juga memperhatikan Zea. "Ya, kau benar." jawab Ghibran.

avataravatar
Next chapter