10 S1 010 Harta Dan Tahta

[Foto Alvin sedang menjabat tangan Supomo, ayah Audia, duduk di sampingnya Audia, mengenakan gaun pengantin putih, dengan veil menutupi rambut dan sebagian wajahnya]

Caption: Selamat, ya, Al atas pernikahanmu dengan wanita pengganti diriku. Semoga bahagia. @alvin_photograph

@lalalat: lho kok pengantinnya ganti?

@gulalimaniez: iya. Ini bukan kak laras @laras.amore dirimu kemana say?

@sarahlee: tapi istrinya cantik juga tuh.

@akujomblo: akhirnya terbuka kesempatan buatku.

@fanslaras: patah hati. Sakit gak berdarah :(

@erika21: Di, ini elo bukan siy? Mukanya mirip sama elo @didi.audia.

Alvin menghela nafas berat kala membuka akun Instagramnya dan mendapati notifikasi dari akun Laras, @laras.amore. 'Wanita ini ....' batinnya.

***

Beberapa waktu sebelumnya ....

Audia dan Alvin tiba di rumah orang tua Audia, di Depok, tepat pukul 02.00 siang. Mereka disambut oleh Supomo dan Ning, sedangkan saudara-saudaranya sedang keluar.

Setelah meletakkan handbagnya di meja depan, Audia langsung menuju dapur, untuk membuatkan minuman, untuk suaminya dan ayahnya.

Setelah mengobrol sejenak dengan ayah dan ibunya, Audia kemudian menuju kamarnya di lantai dua, untuk menyiapkan barang-barang yang akan dibawanya ke apartemen Alvin, di Jakarta Selatan, termasuk buku diktat dan alat tulis serta tas untuk kuliahnya.

Alvin menemaninya di kamar, sambil berselancar di dunia maya. Audia sudah menceritakan bagaimana Erika, telah mendapat petunjuk, tentang siapa Alvin sebenarnya, melalui Instagram. Alvin ingin memastikannya sendiri. Karena wanita itu—mantan tunangannya, mendadak menghilang tanpa kabar. Dan bisa-bisanya Laras tiba-tiba mengunduh foto pernikahannya dengan Audia di Instagram miliknya, sehari setelah dia menghilang. 'Apa maksudnya?'

Alvin tidak membalas caption yang dibuat oleh akun @laras.amore, meski hanya sekedar ucapan 'terima kasih atas doanya'. Pun mengabaikan pertanyaan Erika, di kolom komentar akun endorse Laras. Alih-alih membalas komentar di media sosial itu, Alvin menutup aplikasi itu dan membuka notifikasi email yang masuk. Dan melihat email balasan dari dekan tempat ia mengajar. Membacanya sebentar. Kemudian membalasnya.

Melihat istrinya sudah selesai mengepak barang-barang bawaannya. Alvin kemudian menghampirinya.

"Mau langsung diangkut ke mobil?" tanya Alvin.

"Boleh," jawab Audia.

Mereka berdua keluar dari kamar Audia dan langsung membawa barang-barang Audia, satu tas ransel berisi buku-buku kuliah dan alat tulis, dan satu koper ukuran sedang berisi sebagian pakaian Audia. Baju-baju lainnya sengaja ia tinggalkan di lemari bajunya, untuk berjaga-jaga sewaktu-waktu mereka menginap di sana.

Audia kemudian ke dapur, mengambil satu dua loyang kotak kesayangannya. Ia akan membawanya juga ke apartemen Alvin.

Tampak Romi dan si kembar Hari dan Heru sudah kembali ke rumah. Mereka tengah menonton acara televisi di ruang tengah, bersama Supomo dan Ning. Melihat kedatangan iparnya, mereka menyambutnya dengan berjabat tangan. Kemudian kembali melanjutkan menonton acara televisi.

Setelah Alvin menaruh barang-barang Audia di mobilnya, ia kembali ke dalam rumah. Bergabung dengan keluarga barunya itu. Mengakrabkan diri.

"Nak Alvin, jadi dapat cuti dari kampus?" tanya Supomo setelah menyesap kopi buatan anaknya, Audia.

"Iya, Pa, cuma tiga hari aja," jawab Alvin. Karena belum satu tahun mengajar, jatah cuti yang diberikan hanya tiga hari. Itu pun Alvin tidak mencantumkan alasan sebenarnya mengajukan cuti. Yang mengetahui siapa Alvin—anak dari salah satu pemilik perusahaan real estate Mandala Hutomo, hanya rektor dan dekan universitas, mereka berdua kemarin turut menghadiri acara pernikahannya. Ada pun para pegawai tata usaha yang turut diundang, mereka hanya tahu diundang oleh anak pengusaha real estate—Prima Mandala Hutomo.

"Rencananya mau ngapain tiga hari itu?" tanya Ning.

"Mau ajak Audia jalan-jalan aja, Ma."

"Emang bisa?" tanya Audia. "Aku, 'kan, masih kuliah, Mas."

"Udah aku atur kemarin, cuti kuliah tiga hari."

"Emang bisa?" tanya Audia makin tidak percaya.

"Bisa, dong. Kemarin, Mas minta sama dekan langsung dan hari ini udah di acc."

Audia tercengang. 'Suamiku keren!'

***

Audia dan Alvin berpamitan setelah makan malam bersama dan salat Magrib. Dalam perjalanan pulang kembali ke apartemen Alvin, Audia bertanya tentang tempat liburan yang akan mereka kunjungi.

"Kamu maunya ke mana? Yang deket-deket aja tapi. Karena cutinya, 'kan, gak lama," tanya Alvin.

Tampak Audia berpikir sejenak. "Carita? Puncak? Bandung?"

"Pilih satu, dong, Sayang," ujar Alvin gemas.

"Enaknya ke mana, ya?"—Audia berpikir lagi—"Ke Carita aja, yuks. Pengen ke sana lagi."

"Oke," jawab Alvin. Kemudian dia mengambil ponselnya dari atas dashboard, sambil tetap menyetir, memberikannya pada Audia. "Coba kamu cek hotelnya di sana. Booking untuk 3 hari 2 malam."

"Hotel apa, ya?"

"Coba cari yang di Tanjung Lesung, deh. Di sana tempatnya masih 'perawan', spot buat liat sunrise-sunset juga banyak," saran Alvin. Seketika membuat Audia tergelak. "Apanya yang lucu?" tanya Alvin.

"Mana ada tempat wisata perawan. Ada-ada aja," jawab Audia masih tertawa. 'Suamiku ternyata lucu juga.' Alvin ikut tertawa.

***

Baru saja Audia dan Alvin turun dari mobilnya, ketika sampai di basement—tempat parkir, apartemen, seseorang di ujung jalan menuju private lift, telah menantinya. Seseorang, yang mengingatkannya, tentang pesan masuk di aplikasi hijau yang belum Audia balas. Juga pertanyaannya, di aplikasi berlogo serupa kamera Polaroid, yang memang sengaja Audia abaikan sementara.

"Erika ...," ucap Audia lirih.

"Jodoh banget, ya, kita, Di ...," ucapnya sinis. "Pesanku gak dibalas, colekkanku di IG juga didiemin," lanjutnya seraya menyilangkan kedua tangannya di depan dada. Untuk lebih terasa dramanya, Erika menatap Audia dengan melebarkan matanya yang sipit.

"Mas Alvin ..., duluan aja, deh. Nanti Didi nyusul," ujar Audia pada suaminya. Urusan dengan Erika harus dituntaskan hari ini, jika tidak ingin liburannya terganggu.

"Telepon Mas aja kalo udah, ya. Mas gak bawa kartu cadangan."

"Oke."

Audia pun lantas mengajak Erika ke Coffee Bean yang ada di mall.

***

"Jadi, suami, lo, beneran Alvin, tunangannya, ralat, mantan tunangannya Laras si super model itu?" tanya Erika antusias. Mereka telah berada dalam di Coffee Bean, hampir 15 menit lalu, memesan 2 coffee latte dan 2 slice red velvet—Erika yang membayar, Audia tetiba baru ingat tidak membawa uang, karena tadi pergi bersama suaminya. 'Suaminya banyak duit, mah, gak usah bawa duit.'

"Iya. Tapi, please, rahasiain dulu, ya. Gue gak mau sejurusan heboh,"

"Sebetulnya, kalo suami lo gak pernah tunangan dengan model sepopuler Laras. Gue yakin, nikah dadakan lo, aman-aman aja, Di. Karena, gak banyak yang tau, 'kan, soal keluarga pengusaha real estate itu. Apalagi, ternyata tampangnya boleh juga. Lo kudu jagain baik-baik suami lo, mesti bakal ada cewek-cewek yang naksir suami lo," ujar Erika. Teman dekat Audia yang satu ini memang gemar berspekulasi, menghubungkan petunjuk-petunjuk yang ada. Instuisinya sering kali tepat, namun sering kali juga salah. Peluangnya 50:50. Maka dari itu, sebelum Erika berpikir terlalu jauh—tentang siapa suami Audia, Audia sendiri yang harus mengklarifikasi berita itu.

"Masa, sih? Kaya om-om gitu, emang bakal ada yang naksir?" tanya Audia polos.

"Igh, diingetin. Laki lo, 'kan, tajir." Seketika Audia paham. Yang bisa membuat wanita bertekuk lutut—meski tidak semua, adalah harta dan tahta.

***

avataravatar
Next chapter