webnovel

Bos Kecil Yang Jahil

Bila hanya terdiam tanpa mampu menghentika air matanya, air mata kebahagian dan luapan rindu yang mendalam membuat air matanya kian deras membanjiri pipi lembut Bila.

Edwin merasa sakit melihat air mata Bila, ia menggenggam tangan Bila dengan lembut, sambil menyeka air mata gadis pujaannya yang tak pernah pergi dari benaknya itu, bagai diiris sembilu tiap air mata yang menetes begitu menggambarkan rindu yang menggebu.

Suasana di ruangan itu terasa hening hanya terdengar isak tangis Bila, riuh suara burung yang merdu dan sinar mentari yang redup tertutup awan membuat suasana semakin romantis hingga dua insan tersebut larut dalam suasana bahagia, Edwin kembali mengelus pipi Bila yang memerah hingga tak mampu lagi menahan kebahagiaan ahirnta ia tak lagi bisa mengendalikan diri, Edwin Memeluk Bila dengan Erat.

Bila yang biasanya tak mengijinkan seorang lelakipun menyentuhnya, hanya mampu menerima pelukan mesra aedwin, dengan kaku walau sebenarnya ada rasa risih dalam hatinya, namun ia tak mampu menolaknya.

Waktu itu justru ia merasa tenggelam didasar laut kebahagiaan, Edwin mendekapnya sambil berkata "aku kembali Bila" mereka saat ini benar-benar terlarut dalam suasana syahdu sang perindu.

Bu Anis yang merasa khawatir dengan keadaan Bila, karena ia tak kunjung keluar dari ruangan bos kecil bermaksud untuk menolong Bila, ia membayangkan saat ini Bila sedang dalam suasana tertekan, ia bisa memperkirakan bagaimana wajah tegang gadis mungil itu dalam bayangannya pasti ia ingin menangis tapi air matanya takut untuk keluar.

Dengan tekat dan keberanian penuh bu Anis masuk, akan tetapi ketika pintu terbuka matanya terbelalak, karena apa yang ia bayangkan berbeda 180 derajat, ia merasa sangat terkejut karena bos kecil yang selama ini ia kenal sebagai laki-laki dengan hati beku, bisa bersikap seperti itu, saat itu ia melihat Edwin yang bersikap bagai penyayang sambil memeluk Bila.

Edwin dan Bila menyadari pintu ruangan itu terbuka hingga membuat mereka salah tingkah, dengan segera ia melepas pelukan Edwin, kemudian menatap ke arah bu Anis, seolah ingin menjelaskan sesuatu, ia menggerakan tangan sebagai isyarat "tidak seperti yang anda bayangkan", tapi bu Anis tidak mengerti, ia hanya berdiri mematung.

Edwin merasa kesal, ia merasa terciduk, ia pura-pura batuk sebagai tanda peringatan untuk bu Nisa "ada hal penting bu?"

"Tidak mas, maaf anggap saya tidak melihat kejadian tadi, permisi"

"Silahkan"

Edwin kembali mendekati Bila, namun Bila justru menjaga jarak agar tak terjadi kejadian seperti yang baru ia alami, Bila menjadi semakin bingung, dadanya berdetak dengan cepat, ada rasa takut dan bahagia berdansa dibenaknya.

Edwin tersenyum melihat tingkah Bila,ia mperhatikan gerak-gerik Bila yang salah tingkah, dan munculah ide jahil.

"Kamu menghindariku?"

"Maaf"

"Apa kamu tidak suka dengan pertemuan ini"

Bila hanya mematung karena tak mampu menjawab.

"Atau kamu menyesal" senyum jahil nampak di bibir Edwin.

"Bukan seperti itu" Bila menjawab dengan menggelengkan kepalanya.

"Kamu senang?"

Bila hanya tersenyum, ia memang merasa senang bisa kembali bertemu Edwin.

"Kamu tersenyum apa itu berarti ya".

Tiba-tiba Bila menjadi seorang pendiam, yang hanya mampu menjawab kata-kata Edwin dengan bahasa tubuh.

"Kalau begitu, mari kita lanjutkan!"

Bila menatap Edwin dengan bingung, ia menyatukan alisnya "maksut kak Edwin?".

"Kamu senangkan melepas rindu dipelukanku, aku juga senang kok bisa memeluk kamu, jarang-jarang lho" Edwin menggoda Bila disertai dengan tatapan genitnya.

Bila membelalakan matanya menatap Edwin menunjukan ekspresi marah, namun ia tak mampu menutupi rasa malunya wajahnya memerah dan tak berani menatap Edwin lama karena takut Edwin tahu apa yang sesungguhnya ia rasakan.

"Ish...sembarangan, maaf pak saya mohon ijin kembali ke ruangan saya" Bila segera bergegas keluar dari ruangan itu, tapi sebelum ia membuka pintu, keraguan tampak begitu jelas, ia menatap edwin dengan muka memelas seperti seekor kucing yang meminta digendong pemiliknya.

Edwin tahu benar apa yang ada dalam pikiran Bila, ia pasti merasa malu pada bu Anis, ia berfikir kalau wanita paruh baya itu akan berfikir hal buruk tentangnya.

Sementara kejahilan Edwin semakin menjadi, ia tak mungkin melewatkan kesempatan untuk menggoda Bila.

"Kok ga jadi, masih kangen, sini!" sambil melebarkan kedua tangannya seolah siap menerima pelukan Bila.

"Apaan sih" Bila menatap Edwin sambil berkata dengan nada memelas "tolong jelaskan ke bu Anis, takutnya bu Anis mikir yang enggak-enggak.

"Bodo amat bu Anis mikir apa, jujur aku malah suka bu Anis mikir yang enggak-enggak".

"Jangan gitu kak, aku malu".

"Oke.... tapi kita barter ya, kalau aku bantu kamu kamu mau kasih aku apa?" Edwin menawarkan, sambil melipat dua tangannya di depan dada seolah sedang memerintah.

Bila berpikir sejenak untuk mengingat apa yang Edwin sukai, beberapa detik kemudian ia menemukan ide "kalau kakak mau jelasin ke bu Anis aku buatin makanan buat kakak besok, apapun makanannya".

"Oke... kemarin kamu bilang kalau aku bos kecil yang otoriter dan sekarang aku tunjukan itu sama kamu" dengan sikap arogan Edwin mendekati Bila dan segera membuka pintu.

Wajah Bila kembali memerah ia teringat kemarin dirinya mengeluh tentang sifat bos kecilnya yang arogan dan kejam, namun ia hanya bisa pasrah asalkan bu Anis tidak salah paham.

Edwin membuka pintu kemudian meminta bu Anis masuk, wanita itu segera mematuhi perintah bos kecil, ia memasuki ruangan itu dengan ragu.

Ia melihat Edwin dan Bila bergantian, ia perhatikan Wajah Edwin dengan ekspresi tegas dan dingin, sementara gadis dalam ruangan itu terduduk dengan wajah menunduk, mungkin karena ia malu.

Edwin mempersilahkan bu Anis duduk disamping Bila, setelah ia duduk diperhatikannya gadis disampingnya dari ujung atas ke bawah ia merasa tak percaya kalau gadis yang menurutnya begitu polos itu bisa membuat bos kecilnya yang galak tahluk "apa mungkin gadis ini merayu mas Edwin ya" ia bergumam dalam hati, namun tatapannya tetap tajam ke arah Bila dengan tatapan curiga membuat Bila semakin tak bisa bergerak.

Tubuhnya seperti diikat dengan tali rotan karena pandangan bu Anis, ia hanya mampu sesekali melirik ke arah wanita itu.

Edwin mendekat kearah mereka, lalu duduk disamping bu Anis "bu Anis saya mohon kejadian tadi hanya kita bertiga yang tahu" dengan nada lembut Edwin meminta.

"Ya mas saya janji".

"Masalahnya gini lho buk, tadi mbak Nisa ini menggoda saya, ibu kan tahu watak saya, tapi godaan gadis ini benar-benar tidak mampu saya tahan" Edwin berkata sambil melirik ke arah Bila, setelah itu ia memberi kode bu Anis dengan mengedipkan satu matanya.

Bu Anis tahu apa maksut Edwin "bos kecil yang jahil, tega amat mengerjai karyawan baru" ia berkata dalam hati tapi takmampu menolak keinginan bos kecilnya, lalu dengan berpura-pura mencibir ia berkata pada Bila "Ya....Allah mbak Nisa, ibu ga nyangka lho gadis seperti kamu bisa berbuat serendah itu".

Bila panik dengan keadaan itu, ia tidak menyangka kalau Edwin akan berbuat selicik itu, sementara bu Anis begitu patuh dan percaya pada bos kecilnya, wajahnya memerah, matanya berkaca-kaca lalu dengan berat ia menjelaskan "bu Anis pak Edwin bohong, itu tidak benar, tolong ibu percaya pada saya" Bila meraih tangan bu Anis meminta belas kasihan.

"Terserah bu Anis boleh percaya pada saya atau mbak Nisa ini" Edwin memberi pilihan.

Sejujurnya wanita itu merasa kasihan melihat Bila, walau tidak menjelaskan dengan sikap jahil dan lembut yang Edwin tunjukan ia tahu bahwa apa yang Edwin katakakan hanya sebuah lelucon.

Akan tetapi ia tak bisa menolak untuk ikut menjahili Bila, karena ia takut bos kecilnya justru akan memarahinya.

"Pak Edwin jangan bicara srperti itu, saya akan jelaskan"

"Maaf mbak, tapi saya lebih percaya sama mas Edwin".

"Bu Anis..." Bila menatap kecewa, dan tak mampu lagi membendung airmatanya.

Yo....menu Minggu Paginya.

Make Baper time.

Happy reading and love you all ???

Bubu_Zaza11creators' thoughts
Next chapter