webnovel

Badai Dihari Yang Cerah Bag.3

Caca beserta rombongan tiba dirumahnya, setelah memarkirkan mobilnya mereka menuju rumah, Bila melihat motor terparkir, ia mengenal betul motor siapa itu, setelah memastikan itu adalah motor Edwin wajahnya jadi memerah dan tersipu malu, ia berfikir inilah kejutan yang akan diberikan pada Edwin.

Caca melirik Bila melihat tingkah konyol Bila Caca mengejek dalam hati "tersenyumlah sepuasnya kamu Bila, setelah ini kamu akan menangis darah" Caca berpura-pura kaget melihat motor Edwin "lho kom Edwin disini, padahal aku mau ngasih kejutannya besok, aduh Bil nanti kamu ngumpet dikamarku dulu ya, besok pagi baru kita kejutkan dia dengan kedatangan kamu"Caca memberi saran pada Bila.

Setelah masuk rumah Caca seolah sedang melihat situasi dari balik pintu, kemudian memberi isyarat agar Bila dan Fani masuk "aman...ayo ke kamarku sebelum Edwin tahu lamu disini" Caca mengajak mereka dengan mengendap-ngendap.

Dan ketika mereka membuka pintu kamar Caca, tiga gadis itu kaget melihat suguhan pemandangan Erotis, seorang gadis yang bepenampilan seksi sedang berada diatas tubuh kekar seorang pria dan sedang menciuminya dengan rakus, sedang tangan si pria sedang memegang tangan gadis itu.

Medengar pintu kamar terbuka Edwin kaget, matanya terbelalak melihat siapa yang ada dibalik pintu, matanya serasa ingin melompat, dan jantungnya seakan berhenti berdetak "Bila..." dengan cepat seolah kekuatan besar merasuk dalam jiwanya Edwin memindahkan tubuh Vita kesamping dan berlari menuju ke arah Bila yang mematung melihat pria yang tadi melamarnya sedang bedbuat tidak senonoh dengan seorang gadis.

Bila tak mampu berkata mulutnya seolah kaku melihat kenyataan didepan matanya, kakinya lemas bagaikan tak bertulang ia hanya tanpa suara air matanya berurai deras membanjiri pipinya, ingin rasanya ia berlari sejauh mungkin dan bersembunyi ke ujung dunia hingga Edwin tak akan mampu menemukannya, Suasana indah yang ia harapkan dari rumah berubah menjadi buruk, walaupun malam ini bulan bersinar terang tapi baginya ada Badai di hari yang cerah.

Sementara Edwin dengan langkah lunglai berjalan ke arah Bila, ia mendekat matanya berkaca-kaca dan disudut matanya menetes bulir bening "Bila aku bisa jelaskan semua ini, ini tidak seperti yang kamu bayangkan" suara Edwin begitu lirih mengucapkan kata-kata itu ia berusaha meraih tangan Bila yang gemetar menahan amarah dan kekecewaan.

Setelah Edwin mampu meraih tangan Bila, dengan segera Bila menepisnya "lepas... jangan sentuh aku, menjauh dari ku" Bila berkata sambil melangkah mundur langkah lunglainya ia tubuhnya lemas tak berdaya hingga ambruk "Fani....tolong, kita pergi dari sini"

Fani bingung harus berbuat apa, ia hanya bisa menatap penuh nelangsa dengan nasip sahabatnya, ia mendekati Bila dan memeluknya sambil menahan tangisnya.

Edwin mendekati mereka lalu duduk disebelah Bila " Bila aku akan menjelaskan, beri aku kesempatan untuk menceritakannya"

"Cukup kak, kurang apa lagi apa yang mau kakak jelaskan" Dengan derai air mata ia menjawab.

"Kak situasinya kurang tepat, aku mohon kakak tidak memperburuk keadaan ini" Fani meminta.

Edwin hanya diam mendengar semua, ia tak mampu menenangkan Bila yang terluka, dan bahkan ia lebih terluka karena baru saja menyakiti gadis yang sangat ia sayangi.

Vita masih belum tersadar ia masih merancau memanggil nama Edwin, sementara Caca menatap puas dengan keadaan yang ia ciptakan rencananya berjalan mulus 100% berhasil.

"Fan kit pergi dari sini" Bila mengajak Fani dengan sekuat tenaga dibantu Fani ia berdiri.

Caca bersandiwara membantu Bila dan memapahnya "maaf Bil aku berniat membuat kejutan untuk Edwin, malah justru kamu mengalami semua ini"

"Ini bukan salah kak Caca, ini takdir yang memang harus aku jalani, kak aku mau pergi dari sini"

"Ya..., sopirku akan mengantar kamu, kalian berdua bisa menginap dihotel dekat sini, sopirku akan mengantarmu"

Bila masuk kedalam mobil ditemani Fani, mereka diantar ke sebuah hotel oleh sopir Caca, setelah pak Sopir memesankan kamar dan menyelesaikan administrasinya mereka membawa Bila masuk ke dalam kamar, yang cukup luas dengan taman didepan kamar dan kolam renang didekatnya.

Bila masuk dan menjatuhkan diri disamping ranjang, ia mulai mengeluarkan airmatanya bahkan saat ini air matanya semakin deras, Fani membiarkan sahabatnya menumpahkan seluruh air matanya, ia hanya memeluk Bila yang histeris sambil berkata " Menangislah Bila...keluarkan semua air matmu"

Suasana di rumah Caca, Edwin melirik sinis pada Caca yang saat itu sedang berdiri bersandar dipintu kamarnya sambil melihat kondisi mengenaskan Vita yang masih mabuk.

"Puas lho...ini rencana lo kan Ca,puas lo menghancurkan hidup gua"

"Ya....jujur aku puas mdlihat ini semua"

Edwin berdiri dan mendekati Caca "hati lo terbuatbuat dari apa sih Ca, samapai lo tega menyakiti dua wanita yang tidak bersalah demi ambisi lo" Edwin berteriak pada Caca.

"Aku memang kejam, aku memang ga punya perasaan dan ini semua karena kamu, kamu yang membuat aku jadi wanita sadis" tak keras ia menjawab Edwin.

"karna dua, kalau gua tujuan lo, lalu apa hubungannya dengan Bila dan Vita mereka tidak betsalah, dan tidak ada hubungannya dengan kita"

"Ada mereka ada hubungannya dengan kita, karena gara-gara mereka, kamu ga bisa jadi milikku Win, jadi pantas kalau aku menhancurkan mereka" Caca tiba-tiba memeluk Edwin dengan Eratnya "Win...aku cinta sama kamu, aku ingin memiliki kamu srutuhnya, win terima aku Win" ia mengucapkan kata-kata itu sambil menangis.

"Maaf Ca walaupun prempuan didunia ini tinhgal kamu dan seekor kambing, aku lebih memilih kambing itu" dengan kasar Edwin melepas Caca, ia segera akan pergi.

Baru membalikan tubuh, suara sroarang pria terdengar dengan jelas "kamu benar Win, prempuan srperti dia memang tidak pantas untuk dicintai" Dimas tiba-tiba menyela.

Tanpa disadari ternyata Dimas melihat semua kejadian setelah Bila pergi dari rumah itu, ia tak menyangka ada prempuan yang tega menyakiti hati prempuan lain dan merusaknya demi kepentingannya sendiri, Dimas menatap jijik ke arah Caca.

"Win dimana Vita?" Dimas

"Di dalam mas"

Dimas masuk ke kamar Caca ia mendapati calon istrinya dalam keadaan tak layak, ia menutupi tubuh Vita dengan jaketnya lalu membawanya keluar.

Sebelum keluar ia terlebih dulu melemparkan hinaan pada Caca "saya tidak mengenal kamu, tapi dari apa yang kamu lakukan jika saya dalam posisi Edwin, saya juga akan melakukan hal yang sama" Kemudian Dimas keluar dari rumah Caca disusul Edwin yang membanting pintu.

Caca menangis ia merasa jadi orang yang buruk, ia dihina setelah semua pengorbanannya demi pria yang ia cintai, ternyata sama sekali tidak dihargai bahkan dianggap sebagai wanita yang menjijikan.

Akan tetapi tekatnya sudah bulat, apapun yang terjadi ia harus memiliki Edwin entah dengan cara apapun, ia menertawakan nasip tragis yang menimpanya, namun ia juga puas dengan melihat kehancuran dua gadis yang dekat dengan Edwin terutama Salsabila.

Selama ini ia begitu sulit memisahkan mereka tapi saat ini hubungan mereka pasti hancur.

Next chapter