3 Beruntung atau Buntung

"Gimana?? Enak kan?" tanya Vallerie.

"Iya enak" ujar Tasya dengan senyum yang mengembang diwajahnya.

Entah mengapa Tasya juga tidak tahu alasan Vallerie lebih suka memakan bekal makanannya. Ya walaupun bekal makanannya hanyalah makanan biasa bahkan mungkin bisa dibilang hanya orang kelas bawah yang memakannya tapi Vallerie sangat menyukainya. Mungkin hal itu karena Vallerie tidak pernah mengenal adanya makanan-makanan seperti itu.

Tak lama kemudian bel masuk pun berbunyi dan Vallerie harus kembali masuk kedalam kelasnya untuk melajutkan pelajaran yang ada. Saat tiba pulang sekolah, Tasya harus menghela nafasnya kasar. Karena ia menemukan kedua ban sepedanya kempes, tidak berangin.

"Siapa sih yang ngerjain aku?" lirih Tasya sembari memengang sepedanya.

"Gimana caranya aku pulang? Bengkel kan jauh" Tasya pun hanya bisa duduk sembari memegang sepedanya.

Sudah beberapa saat Tasya hanya duduk terdiam disana, ia bingung memikirkan bagaimana caranya agar bisa pulang kerumah. Ia tidak mau membuat sang nenek mengkhawatirkannya ditambah nanti sore ia harus menjaga toko bunga milik tetangganya itu, ia tidak mau sampai telat dan mengecewakan sang pemilik karena pekerjaan ini sangat penting bagi Tasya. Tasya tidak menyadari jika sedari tadi ada seseorang yang sedang memperhatikannya.

Langit pun mulai menggelap dan rintik-rintik hujan mulai turun membasahi bumi, seolah tahu dengan kesedihan dan kekhawatiran yang sedang Tasya rasakan.

"Hujan" ucap Tasya sembari tersenyum menatap langit dan mengadahkan tangannya untuk merasakan jatuhnya hujan. Mungkin jika orang lain yang melihat Tasya dengan kondisi seperti ini, pasti akan menganggap kalau Tasya sudah tidak waras karena tersenyum dikala ia mendapatkan kesulitan seperti ini.

Dan karena kacamatanya mengembun terkena hujan, akhirnya Tasya pun melepas kacamatanya dan menaruhnya didalam tas. Karena ia tidak mau jika nanti kacamatanya rusak, jika hal itu sampai terjadi Tasya tidak bisa membayangkan bagaimana nanti hari-harinya. Melihat hal itu orang yang diam-diam memperhatikan Tasya tersenyum.

"Mata gue emang gak pernah salah" ucapnya sendiri, bangga dengan penilaiannya terhadap gadis itu.

Orang yang sedari tadi diam-diam memperhatikan Tasya dari dalam mobil adalah Pak Randi, guru olahraga yang menjadi laki-laki tertampan disekolah itu.

"Gue harus dapetin lo!" tekad Randi tersenyum.

"Lo itu cantik, tapi kenapa lo malah suka nyembunyiin kecantikan lo dibalik kacamata sama rambut kepangan lo sih?" tanya Rendi pada dirinya sendiri.

Sejak melihat Tasya pertama kali, Randi memang sudah ada perasaan tertarik kepadanya. Ia merasa kalau Tasya berbeda dengan perempuan-perempuan diluar sana, jika mereka lebih suka menunjukkan kecantikan dan ketertarikan padanya. Tapi tidak dengan Tasya, entah mengapa Tasya selalu menghindarinya dan Tasya selalu menggunakan kacamata besar serta mengepang rambutnya membuat ia terlihat seperti seorang gadis yang cupu. Apakah mungkin karena ia takut atau apa Rendi juga tidak tahu.

"Lo itu kenapa malah duduk disana sih! Bukannya pulang! Udah tahu hujan" omel Randi karena Tasya tidak juga pulang. Karena memang Randi hanya melihat Tasya dari kejauhan ia tidak bisa tahu apa alasan Tasya hanya duduk terdiam disana. Randi hanya mengira jika Tasya hanya sedang menikmati ataupun merenungi kejadian yang sudah terjadi hari ini tanpa tahu jika sebenarnya Tasya sedang mengalami kesulitan.

Cukup lama Tasya menikmati hujan itu hingga iapun tersadar kalau waktu terus berputar.

"Ya ampun!! Kenapa aku malah diem aja sih!" ucap Tasya memukul pelan kepalanya untuk menyadarkan dirinya kalau apa yang ia lakukan kali ini salah.

Tasya pun segera bangkit dari duduknya dan membawa sepeda kesayangannya untuk pulang kerumah. Tidak ada jalan lain bagi Tasya, mau tak mau Tasya harus berjalan kaki dan menuntun sepedanya. Tasya memutuskan untuk membawa sepedanya saja karena ia takut jika meninggalkan sepedanya disekolah sepedanya bisa hilang. Walaupun sebenarnya jika untuk naik angkutan umum uang Tasya masih cukup, tapi ia Tasya tidak mau. Memang jarak antara rumah Tasya dan sekolah tidak terlalu jauh jika ditempuh dengan sepeda, tetapi jika harus berjalan kaki dan ditambah membawa sepedanya pasti akan membutuhkan waktu yang lama.

"Loh!! Kenapa enggak dinaikin sepedanya?" tanya Randi bingung dengan apa yang dilakukan Tasya. Ingin rasanya menghampiri Tasya dan menanyakan apa yang terjadi, tapi itu tidak mungkin ia lakukan sekarang karena mereka masih berada disekolah. Dan Randi tahu bagaimana caranya bersikap karena sekarang ia adalah seorang guru disana ditambah banyak siswa yang menyukainya, ia tidak mau jika apa yang ia lakukan akan membuat Tasya dalam masalah. Walaupun sebenarnya ia bisa langsung membereskan masalah itu, tetapi Randi tahu kalau Tasya pasti tidak akan senang dan mungkin nantinya malah akan semakin takut kepadanya.

Akhirnya Randi hanya bisa mengikuti Tasya dari jarak jauh, sampai ia merasa kalau tempat itu aman untuknya membantu Tasya.

Sementara itu, sejak keluar dari gerbang sekolah Tasya merasa seperti ada yang sedang mengawasinya. Tetapi saat menoleh kebelakang tidak ada siapa-siapa. Dan hal ini membuat Tasya semakin takut, karena dari beberapa berita yang ia baca banyak korban pembunuhan dimana tubuh korban akan diambil organ-organnya untuk dijual. Tasya sangat takut jika hal itu terjadi padanya, ia tidak bisa meninggalkan neneknya sendiri didunia ini.

"Aku harus gimana?" batin Tasya berjalan seolah-olah tidak terjadi apa-apa, tetapi rasa takutnya ini bukannya menghilang malah kian membesar.

Hingga akhirnya Tasya semakin cepat berjalannya hingga ia pun harus terjatuh terjerembab diatas aspal karena ia jalan terlalu cepat dan tidak memperhatikan jalan.

"AUhhh!!!" ringis Tasya sembari memegangi kedua lututnya yang lecet.

Tak lupa juga, Tasya menengok kebelakang dan ternyata firasat Tasya tidaklah salah karena ada sebuah mobil yang perlahan mendekat kearahnya dan akhirnya berhenti didepannya. Saat itu Tasya benar-benar takut kalau akan terjadi hal-hal yang buruk padanya, Tasya tidak berani menatap mobil itu. Ia hanya menundukkan kepalanya takut.

"Tasya!" panggil orang itu.

"Kok kaya kenal suaranya ya aku" batin Tasya saat mendengar orang itu memanggil namanya, ada perasaan sedikit lega karena ternyata orang itu mengenalnya. Setidaknya orang itu tidak akan membunuh atau berniat jahat kepadanya. Tapi Tasya tetap saja takut, belum berani untuk menatap siapa orang yang telah memanggilnya itu.

"Kamu kenapa? Kok sepedanya enggak dinaikin?" tanya Rendi mensejajarkan tubuhnya agar sama dengan Tasya yang saat ini duduk diaspal.

Pelan-pelan tapi pasti Tasya mulai mendongakkan kepalanya untuk melihat siapa orang ini.

"Pak Randi" lirih Tasya tidak percaya jika orang yang ada dihadapannya ini adalah guru olahraga yang sangat dikagumi oleh banyak siswa disekolahnya, termasuk dirinya.

"Iya, ini saya. Kamu kenapa? Kok tadi saya perhatiin kaya ketakutan gitu sampai jatuh lagi" tanya Randi kepadanya sembari memperhatikan tangan Tasya yang sedang memegangi kedua lututnya yang terluka.

"Haduh jawab apa ya? Masa iya aku jujur" batin Tasya bergejolak.

"HEH! ( Randi menyentil dahi Tasya) bukannya jawab kok malah melamun" omel Randi karena Tasya tidak memperhatikannya.

"Iya pak, maaf" lirih Tasya takut, bagaimanapun pak Randi adalah guru sekolahnya. Ia takut jika nanti ini bisa menjadi masalah untuknya disekolah.

"Kamu kenapa?" ucap Randi mengulang pertanyaannya.

"Saya.. saya... " Pelangi bingung mau mulai cerita dari mana. Karena ini adalah pertama kalinya bagi Tasya mengatakan masalahnya kepada orang lain selain Vallerie, nenek dan bibi pemilik toko bunga tempatnya bekerja.

"Kenapa?" Randi semakin gemas dengan tingkah Tasya.

"(dengan menghela nafasnya kasar) ban sepeda saya kempes pak, makanya saya jalan kaki eh terus saya jatuh" ujar Tasya jujur, entah mengapa Tasya merasa kali ini ia perlu berbagi masalahnya kepada orang lain.

"Andai mereka tahu kamu secantik ini sya, tidak akan ada orang yang berani mengganggu ataupun mengerjaimu" batin Randi, karena ia tahu bagaimana sifat dan perilaku Tasya hingga membuatnya sering di kerjai olah teman-temannya.

"Pak,,," panggil Tasya.

"Eh iya kenapa?" kaget Randi tersadar dari lamunannya.

"Bapak kenapa melamun?"

"Enggak, saya enggak apa-apa kok" Randi menjawabnya sembari tersenyum.

"Astaga!!.....

avataravatar
Next chapter