1 00. PROLOG

Di tengah padang di tepian bukit pagi itu, terlihat seorang wanita sedang berdiri sendiri. Wanita yang sangat cantik, bahkan mata sayunya tidak dapat mengurangi kecantikan yang ada pada dirinya.

Pakaian kasual, rambut panjang yang indah, bentuk tubuhnya yang ideal ditambah rupa cantik tanpa perlu bubuhan rias diwajah, benar-benar kecantikan yang dapat membuat seluruh kaum adam tidak dapat berpaling begitu melihatnya.

Terdengar rengek wanita itu memecah keheningan.

"Kenapa kamu harus pergi? Keindahan kota ini apa artinya?" Katanya sedih.

Tak lama wanita cantik itu terjatuh dan mulai menangis pilu. Sungguh Ironi, di tempat seindah ini menyajikan sebuah pemandangan yang begitu memilukan, sang dewi sedang menangis ditemani pemandangan kota yang sangat indah dengan latar langit cerah. Sungguh terlihat sangat kontras.

Tak lama sejak wanita itu mulai menangis, entah datang dari mana lembut tangan seorang pria memeluk dan mendekapnya.

"Clara, aku tidak pernah pergi ke mana pun. Aku selalu disini bersamamu dan akan selalu menjadi malaikat pelindungmu" hibur pria itu lembut.

Clara yang terkejut, tidak bergeming. Masih dalam tangisnya dia tidak berontak ataupun melawan, hanya menikmati dekapan dari pria itu.

Untuk apa berontak, dialah sosok yang ia rindukan. Dirinya tidak akan pernah lupa dengan pria itu, sosok yang tidak akan pernah terhapus dari memorinya, sosok yang dulu membuatnya terus tersenyum didalam semua kesedihannya. Sayangnya, pria ini pula alasannya kini tenggelam dalam jurang keputus asaan yang teramat dalam.

"Tapi kenapa? Aku sekarang sendiri. Hidupku kini sangat kosong. Kenapa semua harus berakhir seperti ini?" Rengek Clara.

Pria itu tersenyum, melepaskan Clara dari dekapannya, mengajaknya berdiri lalu membalik tubuhnya dan mencium keningnya.

Clara yang diperlakukan selembut itu tidak mampu lagi menahan segala rasa rindunya. Memejamkan mata dia memeluk pria itu sambil mulai menangis lebih keras. Tangisan yang terdengar begitu menyesakkan, seolah dapat merobek hati tiap orang yang mendengarnya kala itu.

Pria itu balas mendekap erat Clara. Mencoba menghibur namun tak bisa menyembunyikan kesedihan dalam suaranya.

"Menangislah, aku tau kamu tidak baik-baik saja."

"Namun maaf, aku tidak bisa berjanji semuanya akan kembali seperti dulu untuk menghiburmu." Sambungnya.

Bukannya sedih Clara justru sedikit lebih tenang mendengar ucapan pria yang pernah mengisi hatinya itu. Tetap sama seperti dia yang dulu, tidak pernah memaksakan janji yang tidak mungkin bisa dia tepati.

"Clara kamu taukan betapa takutnya aku pada kematian?" Lanjutnya pelan.

"Tapi aku yakin kamu juga tau aku akan mengorbankan segalanya untuk kebahagiaan orang tuaku, saudaraku dan kini ditambah satu. Kamu."

Mendengar kata-kata itu, akhirnya Clara dapat menghentikan tangisnya. Sekejap kata-kata itu seperti air hangat yang menyiram dirinya. Meski suasana hatinya kelam, suara tegas dan hangat pria  yang dipeluknya ini membawa ketenangan pada dirinya.

Kata-kata itu diucapkan olehnya yang pernah menjadi alasan Clara tersenyum didalam keterpurukannya. Akhirnya kini suara itu bisa didengarnya lagi, bagai mantra yang sangat kuat, tiap kata dari suara itu menariknya naik dari bawah jurang.

Dirinya mulai tenang, Clara melepaskan pelukannya dan mulai membuka mata. Cahaya dari matahari yang mulai naik, terasa seakan menusuk matanya.

Mengedipkan mata, Clara mencoba mengembalikan pengelitannya. Saat pengelihatannya pulih, Clara tersenyum dan membalikkan badan membelakangi sosok pria itu.

Clara kembali memandang indahnya kota Malang dari atas bukit. Meninggalkan setiap tangisnya dibelakang, mencoba berkata dengan tenang dan tegar.

"Kamu inget ga? Disini dulu tempat pertama kamu ucapin kata-kata manis itu." Katanya sambil berusaha tenang.

"Jujur, kalimat itu kedengeran bodoh dan norak si awalnya, tapi setelah semua yang kita lalui bersama. Sekarang aku jadi merasa menjadi cewek paling beruntung di dunia." Lanjutnya.

Clara menghela nafas pelan, lalu berkata lagi.

"Hah.. Mungkin ini klise banget, tapi makasih ya." Katanya sambil mencoba menunjukan senyuman manis terbaiknya.

Clara kembali memejamkan matanya lagi. Seperti sebuah film, kenangan itu mulai berputar dikepalanya. Menunjukan awal dari dimulainya kisah antara dia dan dirinya.

avataravatar
Next chapter