38 Topik Pembicaraan

"Kau?" Haha memastikan.

"Ya, tadi aku mengatakan itu, hehehehehehehehehe."

"Ah, tidak jelas. Sudahlah, aku mau lanjut bekerja dulu," sewot Hehe yang kemudian pergi.

'Padahal dia yang tidak jelas,' batin Nuansa.

***

Sekitar 2 jam kemudian, Bulan akhirnya pulang. Ibu Neptunus dan Vega itu langsung pergi ke kamarnya untuk membersihkan diri, jadi sepertinya tidak ada yang mengetahui kepulangannya kecuali Hoho yang sedang memotong rumput di halaman depan.

***

Di ruang tamu, Nuansa dan Vega bercerita banyak hal, mulai dari tentang pelajaran sampai tentang sekolah Vega.

"Kenapa ya selalu ada murid yang menyebalkan di setiap sekolah?" ucap Nuansa.

"Entahlah, tapi untungnya kami sekarang sudah berdamai," ujar Vega.

"Benarkah?"

"Ya."

"Jadi Klywn memilih siapa? Kau atau Yehna?"

"A-aku," jawab Vega sambil malu-malu, pipinya memerah seperti kepiting rebus sekarang.

"Ho! Benarkah?! Itu artinya kalian sekarang berpacaran?"

"Sssssssht."

"Kenapa?"

"Jangan berisik seperti itu, ibuku melarangku untuk berpacaran selama masih sekolah, dia mulai memperbolehkanku jika aku sudah selesai sekolah, tidak apa jika aku berkuliah sambil berpacaran, karena katanya aku sudah dewasa jika saat itu datang."

"Itu tidak adil, bukankah Neptunus sudah berpacaran sejak dia masih SD?"

"Sejak masih SD? Bukankah kak Neptunus juga mulai berpacaran sejak kuliah? Pacar pertamanya adalah kak Stephanie, kan?"

'Waduh, ternyata itu juga jadi rahasia Neptunus. Anak itu, kenapa dia punya banyak sekali rahasia? Masa iya aku harus berpikir 10 menit dulu jika ingin berbicara tentangnya hanya agar menghindari ocehannya?' batin Nuansa.

"Huh? Iyakah? Oh, astaga, iya, aku hanya mimpi," kata Nuansa.

"Mimpi?"

"Ya, semalam aku bermimpi kalau aku adalah teman Neptunus semasa SD dan kami berpacaran, sangat aneh karena di dalam mimpiku itu, aku bukanlah diriku, aku adalah orang lain."

"Oalah, kau masih kebawa mimpi, hahahahaha."

"Hehehehehe."

'Tapi Neptunus dan Vega ternyata sama-sama bandal, mereka tidak mentaati aturan yang ibu mereka berikan, mereka berpacaran. Astaga, bagaimana reaksi bibi Bulan jika dia tahu tentang kenakalan anak-anaknya? Terlebih lagi Neptunus, dia mencium seorang anak perempuan di bibir pada usia 10 tahun. Kurasa rumah ini bisa bergetar hebat, hihihi,' batin Nuansa.

"Tapi kau berjanji untuk tidak mengatakan ini pada siapapun di rumah ini, ya? Ini adalah rahasia diantara kita," ujar Vega.

"Baiklah, kau bisa mempercayaiku. Bagaimana dengan teman-temanmu? Apa mereka tahu tentang peraturan yang diberikan ibumu?" tanya Nuansa.

"Mereka tahu, tapi mereka tidak kenal dengan ibuku karena kesibukan ibuku, jadi, ya, aku selamat jika saat mereka tidak suka padaku, mereka tidak akan melaporkan hal-hal yang tidak-tidak pada ibuku."

Nuansa lantas hanya bisa menggeleng-gelengkan kepalanya. "Kau ini."

"Hehehe, aku kan juga ingin merasakan berpacaran, bukan hanya jatuh cinta."

"Ya, ya, aku mengerti."

"Apa kau melihat Neptunus? Sejak tadi aku tidak melihat batang hidungnya," kata Nuansa.

"Entahlah, mungkin dia sedang berada di kamarnya," ucap Vega.

'Di kamarnya? Sebaiknya aku tidak mengganggunya, dia pasti sedang melakukan sesuatu dengan koleksinya,' batin Nuansa.

Selang beberapa menit kemudian, Bulan masuk ke ruang tamu.

"Nuansa," sapa Bulan.

"Hai, bibi." Nuansa menyapanya balik.

"Sudah lama kau di sini?" tanya Bulan.

"Kurasa baru 15 menit," jawab Nuansa.

"Bukannya 2 jam lebih?" kata Vega.

"Eh? Iyakah? Kupikir baru 15 menit, benar-benar tidak terasa," ucap Nuansa.

"Hahahaha." Bulan tertawa.

"Aku ke kamar dulu ya, ibu, masih ada beberapa tugas yang belum aku kerjakan." Vega berpamitan.

"Baiklah." Bulan lalu duduk usai putrinya tersebut pergi meninggalkannya berdua bersama Nuansa di ruang tamu.

Saat duduk, Bulan mengambil sebuah cemilan yang berada di toples yang ada di meja ruang tamu, ia lantas memakannya, tentu saja.

Karena Bulan sedang ngemil, ruangan itu pun terasa sepi karena Nuansa tidak memulai percakapan, gadis itu bingung harus berbicara apa agar pembicaraan terjadi antara dirinya dan Bulan.

"Engh, bibi." Tiba-tiba sebuah pertanyaan melintas di pikiran Nuansa.

"Ya?" sahut Bulan.

"Boleh aku bertanya sesuatu?"

"Boleh."

"Ini tentang Tiana."

Bulan terdiam sesaat. "Mantan Neptunus?"

"Ya. Menurut bibi dia itu bagaimana? Dulu bibi sempat mengatakan padaku kalau mantan-mantannya Neptunus itu membuat bibi khawatir pada Neptunus, itu berarti mereka memiliki sisi negatif yang lebih menonjol dari pada sisi positifnya, kan?"

"Ya, itu benar."

"Begitu juga dengan Tiana?"

"Tunggu dulu, kenapa kau bertanya hal ini?"

"Aku baru tahu tentang Tiana dari salah seorang teman Neptunus, dia mengatakan kalau Tiana itu berbeda dari teman-temannya, Tiana baik, dia membela kebenaran, lemah lembut dan sangat saling mencintai dengan Neptunus, sementara menurut bibi Bulan, mantan-mantannya Neptunus itu kurang baik. Jadi, yang benar yang mana?"

"Tiana ya ..."

"Ya, kuakui Tiana memang berbeda, tapi, entah kenapa aku merasa kalau Tiana pun bukan gadis yang cocok untuk putraku. Dia memang baik, tapi, kaulah gadis pertama yang kurasa pantas menjadi pendamping putraku. Aku juga tidak mengerti kenapa, tidak ada yang salah dari Tiana, tapi entah kenapa aku tidak punya rasa kepadanya."

"Seperti bagaimana Neptunus ke paman Eugene?"

"Uh, maaf," sambung Nuansa.

"Tidak apa, aku paham maksudmu. Kurasa ya."

"Kalau begitu, seharusnya bibi bisa memahami Neptunus, aku bukan bermaksud untuk menyudutkan bibi, tapi, bukankah kalian bisa menemukan solusi yang sangat tepat tentang permasalahan yang satu itu?"

"Entahlah." Bulan lalu tidak melanjutkan pembicaraannya dengan Nuansa. Nuansa tampaknya paham bahwa topik itu tak seharusnya ia bahas dengan Bulan.

"Engh, Neptunus pernah datang ke rumahku di pagi-pagi buta, dia membantu orangtuaku memanen singkong. Bibi ingin mencobanya sekali-kali? Itu seru, loh," ucap Nuansa, ia mengubah topik pembicaraannya sekarang.

"Hmm, bagaimana ya." Bulan berpikir.

"Coba saja, bibi pasti punya hari libur, kan?"

"Ya, tapi ..."

"Kujamin bibi tidak akan menyesal, justru bibi akan menyesal jika tidak mencobanya."

"Ok, baiklah, aku akan mencobanya dalam waktu dekat ini."

"Yessss! Itu baru calon mertuaku! Eh?"

"HAHAHAHA." Bulan sontak tertawa terbahak-bahak. Perubahan topik yang dilakukan Nuansa tadi mungkin sedikit tidak berhasil untuk membuat Bulan tidak memikirkan tentang hal tersebut. Namun ucapan Nuansa barusan benar-benar berhasil membuat suasana akhirnya kembali mencair.

Nuansa tersenyum melihat Bulan tertawa, walaupun dirinya memang tidak sengaja mengucapkan hal itu.

avataravatar
Next chapter