112 Neptunus, Akhirnya

Nuansa akhirnya berhasil menyusul Finn dan pria yang jalan bersamanya, gadis itu kemudian menepuk pundak Finn dari belakang, dan seketika Finn juga pria tersebut langsung berhenti dan menoleh ke arahnya.

"Nuansa?" ucap Finn, namun perhatian Nuansa langsung tertuju pada pria yang bersama Finn.

"Kau ...?" ujar Nuansa pada pria itu.

"Ada apa?" tanya pria itu.

"Engh, tidak apa-apa, maaf mengganggu, aku salah orang, aku kira kau adalah Neptunus," kata Nuansa yang tampak kecewa.

"Kau mencari Neptunus?" tanya Finn pada Nuansa.

"Ya, kau melihatnya?" Nuansa bertanya balik.

"Tidak, biasanya jam segini dia sudah ada di sini, tapi aku tidak tahu di mana dia sekarang."

"Begitu, ya."

"Nuansa, boleh aku bicara empat mata padamu sebentar?" tanya Finn.

"Apa?" sahut Nuansa.

"Kami ke sana dulu ya," ucap Finn pada pria yang ternyata bukan Neptunus itu.

"Ok," kata pria tersebut, Finn pun lalu membawa Nuansa ke tempat yang agak sepi agar mereka benar-benar hanya berbicara empat mata.

"Aku ingin bicara tentang Gladys," ujar Finn usai dirinya dan Nuansa berada di tempat yang sepi. Mendengar hal itu, Nuansa pun lantas melipat kedua tangannya.

"Ada apa?" tanya Nuansa.

"Aku ... aku ingin mengajaknya balikan, sebelumnya aku sudah meminta maaf padanya, tapi dia sama sekali tidak menggubrisku," keluh Finn.

"Benarkah?"

"Ya."

"Apa katanya?"

"Dia beralasan kalau dia sedang bekerja, padahal biasanya dia mau meluangkan waktunya untuk berbicara denganku."

"Kau mengatakan apa padanya?"

"Aku hanya meminta maaf, lalu ... lalu aku berniat untuk memasangkan cincin pertunangan kami padanya, tapi dia malah melempar cincin itu."

Usai Finn mengatakan hal itu, Nuansa malah ketawa terbahak-bahak.

"Hei, ada apa?" tanya Finn.

"Well, itulah yang pantas kau dapatkan setelah apa yang kau lakukan padanya. Kau pikir setelah kau memutuskannya seenaknya, kau bisa balikan dengannya seenaknya juga, Finn? Makanya lain kali jadi orang jangan tolol."

"Nuansa, tolonglah ... aku menyesal, aku ingin balikan dengannya. Ya, aku tahu aku salah, aku tahu kalau aku terlanjur idiot, tolol, gila, bodoh, dan semacamnya, tapi kesempatan kedua tetap ada, kan? Apapun akan kulakukan untuknya agar aku bisa mendapatkan hatinya lagi. Aku menyesal, Nuansa. Jika Emma saja memiliki kesempatan kedua, kenapa aku tidak?"

Nuansa lantas mengangkat kedua bahunya.

"Tolonglah," pinta Finn sekali lagi.

"Pernahkah kau membayangkan bagaimana hancurnya perasaan Gladys saat kau melepaskan cincin pertunangan kalian begitu saja di hadapan banyak orang? Dan kau sama sekali tidak ingin mendengar penjelasannya, tapi sekarang kau ingin dia mendengar penjelasanmu, apakah itu sedikit konyol?" ucap Nuansa.

"Aku tahu, dan aku juga tahu bahwa sudah terlambat untuk menyadarinya, tapi kau pasti bisa mengubah keadaannya menjadi seperti semula, kan? Bantu aku, Nuansa."

"Itu urusan pribadimu dengan Gladys, aku tidak memiliki hak apapun dalam permasalahan kalian, lagi pula aku juga telah berusaha meyakinkanmu bahwa semua itu palsu, tapi kau sama sekali tidak percaya. Sekarang aku jadi ragu padamu, kau ini sebenarnya benar-benar cinta atau tidak pada Gladys? Kenapa kau bisa semudah itu memutuskannya? Dan kenapa kau sama sekali tidak memiliki rasa kepercayaan padanya?"

"Itu karena aku orangnya mudah untuk dihasut, dan aku berjanji akan berubah, percayalah."

"Kau benar-benar menyesal?"

"Ya."

Nuansa kemudian terdiam sesaat. "Entahlah, aku sama sekali tidak bisa membantu, kau memang keterlaluan, aku tidak tahu apa ada cara agar kalian bisa balikan atau tidak. Maaf, bukannya tidak mau, tapi aku hanya tidak bisa, karena aku tidak tahu harus dengan cara apa," ujar Nuansa.

"Aku tahu kesalahanku sangat fatal, tapi apa benar-benar tidak ada cara untuk bisa membuatnya mau mendengar penjelasanku? Setidaknya hanya mendengarkan penjelasanku dan mau mendengarkan permintaan maafku selengkap-lengkapnya, tidak apa-apa jika dia tidak mau bersamaku lagi, asalkan ... asalkan dia mau mendengarkan dua hal itu," kata Finn dengan lemas.

Nuansa lantas mengamati wajah Finn dengan baik, dia memang bukan orang yang ahli membaca pikiran orang lain melalui raut wajahnya, tetapi setidaknya Nuansa bisa tahu apakah Finn tulus atau tidak mengucapkan kata-katanya dengan cara mengamati bahasa tubuhnya.

"Kau tahu, Finn? Aku sangat suka melihat kalian bersama, aku akan sangat senang jika kalian balikan, tapi ... aku benar-benar tidak bisa membantumu, aku tidak memiliki cara apapun, maaf," ucap Nuansa.

Mendengar hal itu, Finn pun hanya bisa terdiam.

"Kalau begitu ... baiklah, terima kasih," ujar Finn beberapa saat kemudian, dia lalu melangkah meninggalkan Nuansa.

"Tapi Gladys bukanlah kau," kata Nuansa pada Finn yang tadinya sudah berjalan meninggalkannya. Finn kemudian berhenti dan berbalik badan.

"Apa maksudmu?" tanya Finn pada Nuansa.

"Dia bukan seorang yang pendendam, dan dia tidak sepertimu, jadi dia seharusnya mau mendengarkanmu karena dia tahu bagaimana rasa sakitnya ketika penjelasan kita tidak mau di dengar oleh orang lain. Tidak, dia bukan tipe yang seperti itu, dia pasti mau mendengarkanmu."

"Kau tidak paham, ya? Dia bahkan melemparkan cincinnya."

"Heuh," Nuansa membuang napas kesal dan lelah secara bersamaan, dia juga menepuk jidatnya.

"Ayolah, kapan kau berhenti menjadi orang bodoh?" ucap Nuansa.

"Jelas-jelas dia mengatakan kalau dia sedang bekerja, dan tiba-tiba kau masuk dan ingin bicara dengannya, apa-apaan kau ini!" sambung Nuansa.

"Tapi biasanya dia mau berbicara denganku sekalipun dia sedang bekerja," ujar Finn.

"Ok, katakanlah begitu, tapi situasi sekarang beda dengan yang saat itu, sekarang kalian sedang tidak baik-baik saja, jadi wajar saja jika dia bersifat jutek padamu."

"Jadi menurutmu aku harus bagaimana?"

"Temui dia setelah jam kerjanya berakhir, lalu bicaralah padanya, katakan apa yang ingin kau katakan."

"Bagaimana kalau dia tidak mau mendengarkanku?"

"Kau sebaiknya tidak mengatakan hal itu sekalipun kau beralasan kalau hal itu hanya untuk persiapan jika seandainya yang terjadi justru seperti itu, karena apa yang kau ucapkan adalah doa, Finn."

"Oh, iya, astaga, aku tarik ucapanku."

"Pikirkan tentang usahamu saja dulu, masalah hasil urusan belakangan."

"Baiklah, terima kasih atas masukanmu."

"Kuharap itu membantu, karena ... aku benar-benar tidak bisa berbuat apapun pada situasi di antara kalian sekarang."

"Kau sudah melakukan hal yang sangat besar, bagaimana bisa kau mengatakan hal itu?"

"Itu hanya masukan, hal kecil."

"Ah, kau ini, merendah untuk meroket."

"Kurang ajar."

Keduanya lalu tertawa.

"Baiklah, aku pergi ke kelasku dulu, ya. Terima kasih banya atas masukanmu, aku akan mencobanya sore ini juga," ujar Finn.

"Semoga beruntung," balas Nuansa. Finn pun kemudian pergi.

"Sekarang, di mana kau sebenarnya, Neptunus? Jam kuliahmu sudah dimulai, dan batang hidungmu yang belang itu tidak terlihat juga," gumam Nuansa.

"Tidak, tidak, dia pria baik-baik. Ugh, dia pasti akan sangat marah jika tahu kalau aku secara tidak sengaja mengatakan hal itu tadi," sambung Nuansa.

"Tapi kalau diperhatikan, batang hidung dia memang agak belang, sih. Ada yang hitam, dan ada yang putih."

"Tunggu dulu, kenapa aku malah jadi mengobrol dengan diriku sendiri dan membahas batang hidung, Neptunus?"

Tiba-tiba ponsel Nuansa berdering, Nuansa pun segera mengambil ponsnya dari dalam tasnya. Ternyata Bulan menelpon.

"Halo, Bibi?" ucap Nuansa usai dirinya menjawab panggilan itu.

"Nuansa, Neptunus baru saja pulang, cepat kemari! Dia langsung naik ke lantai dua dan aku baru keluar dari ruang tamu untuk mengerjakan beberapa hal tentang bisnisku tadi. Aku ingin mengejarnya tapi aku harus pergi, cepatlah kemari," ujar Bulan dengan tegas dam cepat.

"Ne-Neptunus? Yang benar, Bibi?" tanya Nuansa.

"Aku tidak memiliki waktu yang banyak, Nuansa, cepatlah."

"B-baik, Bibi!"

Mereka pun kemudian memutuskan sambungan telepon itu dan Nuansa langsung memesan taksi online.

'Neptunus, akhirnya,' batin Nuansa.

avataravatar
Next chapter