38 Merasa ingin Mencaci Dirinya

Translator: Wave Literature Editor: Wave Literature

Malam itu sangatlah sunyi.

Suara sandal jepit terdengar satu per satu saat mereka menaiki tangga. Setiap suara itu menggetarkan hati Xiang Wan.

Tampilan punggung Bai Muchuan yang dingin berada di depan Xiang Wan, sedangkan tatapan tajam Bai Musi mengikuti di belakangnya.

Xiang Wan merasa seperti sedang menginjak ujung pisau. Jantungnya berdegup kencang.

Xiang Wan telah mendapatkan kompensasi dan kasus kriminal itu hampir berakhir.

Setelah Xiang Wan pergi di pagi hari... Mungkin dia tidak akan bisa melihat Detektif Bai lagi?

Bai Muchuan sudah sampai di pintu masuk kamarnya. Dia menarik gagang pintu dan berbalik pada Xiang Wan.

"Istirahatlah lebih cepat. Selamat malam."

Xiang Wan menggigit bibirnya dan menghentikan Bai Muchuan saat dia hampir memasuki kamarnya.

"Tunggu sebentar."

Kedua mata Bai Muchuan terlihat lebih gelap dari kegelapan malam.

Cahaya sepanjang koridor tampak berwarna hangat, yang meningkatkan suasana hati Xiang Wan.

Jantung Xiang Wan berdegup kencang, tenggorokannya terasa gatal, dan ada banyak hal yang ingin dia katakan.

Namun, pada akhirnya, Xiang Wan mendengar dirinya berkata, "Aku tidak punya baju ganti."

...

Itulah kenyataannya.

Xiang Wan bukan orang yang suka menyusahkan orang lain, tapi ini hanya untuk semalam saja.

Hal itu menjadi alasan terbaik untuk saling berbicara.

"Hei, jangan melihatku seperti itu."

Xiang Wan menurunkan pandangannya, dan menyisir rambutnya sambil malu-malu, pipinya pun terlihat sedikit memerah. Tatapan Bai Muchuan tampak terlalu dalam, dan terlalu tinggi; ketika Bai Muchuan berdiri di sana, ada tekanan tak terlihat yang membuat Xiang Wan membenci dirinya sendiri, karena itu bukanlah hal yang perlu membuatnya malu.

"Apa? Apakah aneh jika tidak memiliki baju ganti?"

"Jadi..." Bai Muchuan mengangguk, "Kamu juga perlu memakai baju."

Kembali lagi ke topik pakaian – Xiang Wan merasa pipinya lebih panas dari sebelumnya.

Berada dalam tatapan Bai Muchuan, Xiang Wan merasa tak nyaman, seolah dia benar-benar tidak mengenakan apapun. Pikirannya sangat terganggu, membuat Xiang Wan tidak bisa menatap Bai Muchuan secara langsung.

"Aku bukan binatang. Tentu saja, aku perlu memakai baju."

Kata-kata Xiang Wan terdengar bertentangan.

Tetapi, Xiang Wan tidak menyadarinya.

Ujung bibir Bai Muchuan melengkung ke atas, tetapi, dia tidak bertanya lebih lanjut pada Xiang Wan. Seolah Bai Muchuan tidak sadar dengan keadaan Xiang Wan yang memalukan. Dia membuka pintu dan mengundang Xiang Wan dengan nada malas, "Masuklah."

Itu adalah kamar Bai Muchuan.

Xiang Wan telah tinggal disana selama beberapa hari, tapi dia tidak pernah memasuki kamar itu sebelumnya.

Sebenarnya, Xiang Wan agak penasaran dengan kamar itu. Kamar seperti apa yang dimiliki oleh pria seperti Bai Muchuan?

Karena itulah, ruang di balik pintu itu seolah dipenuh dengani godaan, merayu setiap langkah Xiang Wan untuk berjalan ke depan.

...

Menyilaukan, tidak ramah, dan apatis.

Itu adalah kesan awal Xiang Wan terhadap Bai Muchuan.

Ketika memasuki kamarnya, Xiang Wan terlihat mengerti beberapa hal tentang Bai Muchuan.

Bersih, rapi, maskulin... dan juga melankolis.

Sejak Xiang Wan mulai menulis novel, dia memiliki kebiasaan buruk menganalisis dan mempelajari orang lain.

Dari pintu masuk ke bagian dalam ruangan, Xiang Wan memperhatikan bahwa di ruangan yang maskulin itu, ada perasaan melankolis yang melayang di udara, dimana Xiang Wan hidup dengan indera keenamnya.

"Datanglah kesini!"

Bai Muchuan agak merengut saat dia mengamati Xiang Wan.

"Eh? Oh?"

Xiang Wan merasa agak canggung karena melamun.

Tanpa ragu, Xiang Wan mengikutinya.

Kamar Bai Muchuan sangat luas, bahkan ada bilik lemari.

Bai Muchuan berdiri di bilik lemari itu, sambil memanggil Xiang Wan.

Saat Xiang Wan mendekat, Bai Muchuan masih berdiri tanpa bergerak.

"Ambil pilihanmu, ambil saja yang kamu sukai."

"..."

Xiang Wan memandang lemari pakaian yang rapi dan teratur itu, wajahnya memerah, dan lebih hangat dari sebelumnya.

Kemiskinan memang membatasi imajinasi seseorang. Dia tidak tahu bahwa pria seperti Bai Muchuan akan memiliki begitu banyak pakaian – oh, juga ada sepatu, tas, dan serba-serbi lainnya. Hanya sabuk kulit saja, Xiang Wan bisa melihat jumlah yang mengejutkan, yaitu sekitar 100 buah.

Jasnya sebagian besar berwarna gelap, sedangkan kemejanya ada dalam berbagai warna.

Bahkan ada warna yang mencolok seperti merah muda, oranye, dan merah.

Walaupun Xiang Wan belum pernah melihat Bai Muchuan memakai warna-warna itu, dia masih saja terpana.

"Kamu kan laki-laki, kenapa kamu punya begitu banyak pakaian?"

Xiang Wan tahu kalau itu bukan pertanyaan yang pantas untuk ditanyakan, tapi, kata-kata itu sudah ada di ujung lidahnya, kalau Xiang Wan tidak menanyakannya, dia merasa akan tercekik sampai mati.

Namun, wajah Bai Muchuan masih tidak berubah.

"Cepatlah pilih!"

Nada suaranya penuh dengan ketidaksabaran.

Apa-apaan! Xiang Wan merasa pengap dalam hatinya.

Kita besok akan mengucapkan perpisahan, dan dia tidak punya hal lain untuk dikatakan?

Pikiran itu baru saja muncul di benak Xiang Wan, dan dia merasa ketakutan.

"Kalau semuanya boleh, kalau begitu – kemeja, apakah itu sesuai?"

"Tidak sesuai," Bai Muchuan menunjuk ujung kiri lemari pakaiannya. "Ada piyama di sana."

Tidak sesuai, tapi tadi dia yang menyuruhnya untuk memilih?!

Ya Tuhan, Tuan Muda tsundere ini!

Tiba-tiba Xiang Wan merasa ingin tertawa.

Ya, Xiang Wan ingin menertawai Bai Muchuan yang seperti bunglon.

Mungkin Bai Muchuan terlalu lelah dan mengantuk, karena matanya tampak merah dan sedikit kesal. Setelah memecah keseriusan dan kesendirian yang dia gambarkan pada siang hari, Bai Muchuan yang saat ini sedang di kamarnya bukanlah Kapten dari Unit Investigasi Kriminal, tapi hanya seorang bocah lelaki tampan yang hormonnya tergambar pada wajahnya yang tidak simpatik, yang memenuhi hati Xiang Wan dengan luapan emosi.

Sebenarnya, Xiang Wan bertanya-tanya – seperti apa tampang Bai Muchuan ketika dia di tempat tidur?

"Kamu benar-benar membutuhkannya atau tidak?"

Sikap Bai Muchuan mulai memburuk.

Melihat alisnya yang mengerut, dan tampak membentuk tiga garis di dahinya hingga seperti karakter Cina 'chuan', Xiang Wan tahu kalau orang ini sudah mencapai batas toleransi maksimumnya.

"Oh, aku sangat membutuhkannya."

Ucap Xiang Wan dengan senyum mengejek.

Setelah mengatakan itu, Xiang Wan memperhatikan Bai Muchuan yang tiba-tiba menyipitkan kedua matanya. Saat ada kilauan aneh yang muncul di kedua mata itu, Xiang Wan tersadar, kalau lidahnya mungkin terselip...

"Maksudku, aku butuh piyama."

Penjelasan ini...

Xiang Wan merasakan penyesalan.

Jangan pernah mencoba membuktikan, apa yang tidak diragukan siapapun – jika Xiang Wan tidak butuh piyama, apa lagi yang dia butuhkan?

Membutuhkan seseorang dengan tubuh yang muda dan sedap?

Uhuk! Uhuk! Untuk keluar dari situasi canggung itu, serta membiarkan Detektif Bai yang bekerja siang dan malam menangani kasus supaya beristirahat lebih cepat, Xiang Wan berlari mengambil satu set piyama, dengan wajah yang memerah seperti orang bodoh dan ingin segera keluar dari ruangan.

Namun, pergelangan tangan Xiang Wan ditangkap oleh Bai Muchuan saat dia melewati pria itu.

Oh tidak, tamatlah aku!

Xiang Wan terkejut, tubuhnya hampir mati rasa.

"Ada apa?" Xiang Wan berbalik melihat Bai Muchuan, wajahnya terasa panas, dan jantungnya terpacu kencang. Dia bisa mencium aroma yang tipis dan nyaman. Dan Xiang Wan bisa merasakan jantungnya yang berdetak sangat cepat, hampir diluar kendalinya.

"Guru Xiang," Bai Muchuan memanggilnya seperti itu lagi.

Keseriusan dan keangkuhan yang samar-samar dan disertai dengan rasa lelah.

Xiang Wan bisa merasakan, telapak tangannya yang seolah-olah terbakar mulai dari pergelangan tangannya, tetapi sesaat berikutnya, Xiang Wan tertegun oleh suara Bai Muchuan.

"Kamu mengambil piyamaku."

"Eh?"

Bukankah... seluruh piyama di ruas ini adalah milik Bai Muchuan?

Xiang Wan datang kesini untuk meminjam piyama. Jika semua itu bukan milik Bai Muchuan, jadi, baju-baju itu milik siapa?

Dengan ekspresi bingung ditambah dengan wajahnya yang memerah, Xiang Wan tampak seperti buah ceri yang menggoda untuk dipetik, seolah-olah orang bisa mencium aroma buah yang manis, melalui kulitnya yang putih dan bercahaya merah muda.

"Maksudku..." Bai Muchuan mengambil piyama dari tangan Xiang Wan, lalu lanjut berkata, "ini yang akan ku pakai malam ini."

"..."

Xiang Wan merasa ingin mencaci Bai Muchuan.

Ada begitu banyak piyama lain, tapi Bai Muchuan malah menyambar piyama milik Xiang Wan?

Xiang Wan melirik ke arah lemari pakaian, lalu mengerutkan kening.

"Kamu punya banyak..."

"Hanya ini yang kusuka."

"..."

Kenapa pria itu sangat tidak masuk akal?

"Aku tidak bisa tidur tanpa memakai yang ini!"

Ketika Bai Muchuan mengatakan itu, dia menatap wajah Xiang Wan.

Tatapan yang santai namun fokus itu membuat rambut Xiang Wan berdiri tegak. Rasa kesal dan malu yang dirasakan Xiang Wan karena adegan ' itu hilang. Sebagai gantinya, Xiang Wan tiba-tiba diserang oleh dorongan hatinya untuk melonggarkan piyama yang dia pegang.

"Oke, oke, baiklah. Aku akan memilih yang lain!"

"Hm?" Bai Muchuan membawa piyama itu, dan bersandar pada kusen pintu dengan santai. "Tumben kamu patuh?"

Xiang Wan berkata, "Ketika seseorang di bawah atap orang lain..."

Bai Muchuan pun menimpalinya,"Tidur lebih awal, dan terlahir kembali lebih awal."

Hah? Xiang Wan berbalik, dan melihat bahwa Bai Muchuan mengerutkan kening lagi.

"Aku bilang, aku sudah ngantuk! Ambil sesuatu dan cepatlah pergi!"

Apa-apaan?! Xiang Wan merasa hatinya sakit oleh amarah yang membara.

Jadi, Bai Muchuan menujukkan kalau Xiang Wan tidak ingin mengambil piyama dan segera pergi?

Bai Muchuan menyuruh Xiang Wan mengambil pilihannya sendiri, tapi pada akhirnya, tidak ada yang cocok...

"Detektif Bai," Xiang Wan menaikkan alisnya dengan curiga, "Kamu pasti memiliki maksud tertentu – yang membuatmu tidak ingin aku pergi, kan?"

"Apa yang kamu pikirkan?" Bai Muchuan menyipitkan kedua mata sambil menatap Xiang Wan.

Xiang Wan mengambil beberapa langkah untuk mendekatinya, lalu sedikit mengangkat dagunya. "Apa yang ingin kamu katakan?"

Bai Muchuan menaikkan kedua alisnya sambil melirik kaki Xiang Wan yang sedang berjalan maju. "Aku bilang, aku sangat lelah. Guru Xiang, bisakah kamu membiarkanku tidur dengan nyenyak?"

"..."

avataravatar
Next chapter