48 Hilang Kendali

Translator: Wave Literature Editor: Wave Literature

"Lakukan sebaik mungkin, aku yakin kamu pasti akan populer! Terkenal! Lepaskan iblis dalam yang ada pikiranmu..."

Entah kenapa Xiang Wan tiba-tiba mengingat komentar yang telah diposting dan dihapus beberapa waktu lalu.

Dia merasakan hawa dingin pada punggungnya. Hawa itu membuatnya merinding dan menjalar di sekujur tubuhnya.

Xiang Wan mulai mengeluarkan keringat dingin. Dia merasa pada hari yang dingin itu seolah-olah dia sedang basah kuyup karena air dingin di tubuhnya.

Ya! Itu adalah ID-nya!

ID itulah yang meninggalkan komentar di kolom ulasan dan komentar ketika polisi sedang memecahkan kasus 720.

Apa yang dikatakan Bai Muchuan saat mereka mencari ID itu?

Itu adalah nomor ponsel yang tidak terdaftar dengan nama...

Siapa itu?

Siapa sebenarnya orang itu?

Xiang Wan memfokuskan pandangannya pada layar laptop.

Ia merasa sedang gelisah, sedangkan jantungnya berdegup kencang. Pengelihatannya mulai kabur setelah dia menatap layar dalam waktu yang lama.

Sepasang mata tampak sedang menatap ke arah Xiang Wan dari atas layar.

Sepasang kepala seperti tengkorak yang mengerikan perlahan keluar dari layar. Darah merembes keluar dari mata, hidung, telinga, dan bibirnya.

Tetes demi tetes, darah merah itu menetes pada keyboard...

Kepala yang seperti tengkorak itu sedang tersenyum saat darah perlahan menetes dari bibirnya. Dia menatap Xiang Wan.

"Ah!"

Xiang Wan berteriak. Ia memegang kepalanya.

Jantungnya hampir berhenti berdetak. Saat itu siang hari. Sinar matahari dari jendela masih terang dan menyilaukan. Tetapi Xiang Wan seolah-olah jatuh ke dalam gua es.

...

Ponselnya terletak di atas meja komputer.

Xiang Wan mengambilnya dan menggenggamnya dengan erat...

Tetapi Xiang Wan menaruh kembali ponsel itu dengan tangan yang gemetar.

...

Sebenarnya, orang itu tidak ada hubungannya dengan keamanan Xiang Wan.

Ketika orang itu masih menjadi Kapten Unit Investigasi Kriminal di Distrik Hongjiang kota Jin, dia memiliki kewajiban mengurus Xiang Wan.

Namun, orang itu akan segera pergi...

...

Di ruang tamu, saat Huang He membersihkan meja makan dan menumpuknya dengan rapi, terdengar suara gemerincing mangkuk keramik dan peralatan makan.

Fang Yuanyuan tersenyum lebar sambil mengelap meja. Ia seperti wanita muda menawan yang sudah menikah.

Mereka berdua saling berbicara dengan lembut.Mereka menunjukkan perasaan bahagia.

Xiang Wan muncul di pintu kamarnya dengan wajah. Ia seperti melihat roh dari dunia lain, yang tiba-tiba mengganggu kemesraan pasangan itu.

Xiang Wan ragu-ragu. Dua bertanya-tanya apakah harus berjalan ke sana dan mengganggu mereka...

"Kak?" Fang Yuanyuan berbalik dan senyumnya menjadi tegang saat dia melihat wajah Xiang Wan yang pucat. "Apa yang terjadi?"

Xiang Wan sebelumnya baik-baik saja. Kenapa tiba-tiba dia bisa jadi seperti ini? Pikir Fang Yuanyuan.

Fang Yuanyuan sangat ketakutan. Dia melemparkan kain ke atas meja dan bergegas mendekati Xiang Wan.

Dia meraih tangan Xiang Wan dan bertanya. "Apa yang terjadi? Apa yang salah? Kak, jangan menakuti aku!"

Dengan tatapan Fang Yuanyuan yang sangat khawatir, ketakutan di hati Xiang Wan perlahan memudar.

"Aku... Aku baik-baik saja." Xiang Wan menghela nafas. Dia memperhatikan bahwa nada bicaranya sedikit aneh. "Em... Apakah Detektif Huang bisa diajak bicara? Ada sesuatu yang ingin kusampaikan padanya."

"Bagaimana bisa kamu baik-baik saja? Aku melihat keringat dingin di kepalamu!" Fang Yuanyuan melotot dan memberikan tisu pada Xiang Wan.

"Oh," Xiang Wan menyeka dahinya dan merapikan rambut. Dia menunjukkan senyuman yang sedikit tidak wajar. "Aku lupa tidak menyalakan AC jadi rasanya agak pengap."

Fang Yuanyuan mengamatinya selama dua detik sebelum dia berbalik memanggil Huang He yang baru masuk dapur.

"Huanghuang, sepupuku ingin bicara denganmu tentang sesuatu. Lebih baik kamu bicara dengannya dulu!"

Huanghuang? Sebutan macam apa itu!

Bibir Xiang Wan berkedut, ketakutannya langsung menghilang saat itu juga...

...

Pada awal bulan Agustus, kota Jin mirip seperti kompor.

Di ruang tamu rumah Bai, ada banyak barang bawaan.

AC-nya disetel suhu yang sangat rendah. Pengasuh Li sibuk seperti seekor lebah. Dia menata barang-barang yang dibutuhkan karena mereka akan meninggalkan kota Jin besok pagi.

Keluarga Pengasuh Li tinggal di ibukota. Suami dan anaknya menunggu Pengasuh Li pulang

Dia tidak sabar meninggalkan tempat ini dan bertemu dengan keluarganya.

Tetapi, suasana di Kediaman Bai di kota Jin sedang tidak baik. Karena itu, tidak pantas jika Pengasuh Li ingin mengekspresikan kebahagiaannya.

Selama beberapa hari belakangan, Tuan Muda Bai kembali pulang terlambat karena penyerahan pekerjaan dan tanggung jawabnya. Dan kapanpun Tuan Muda Bai kembali, dia a terlihat muram dan suram.

Keluarga Bai di ibukota telah mendesak Tuan Muda Bai agar kembali secepat mungkin. Setiap Pengasuh Li menerima telepon itu, dia merasakan banyak tekanan.

Sehubungan dengan rencana yang dibuat oleh keluarga Bai, Tuan Muda Bai tidak mengajukan keberatan.

Dia tetap diam mengenai hal itu.

Dia diam saja.

Dia tidak mengatakan apapun.

Keheningan antar keduanya membuat suasana menjadi lebih suram.

Pengasuh Li bahkan tidak berani menghela nafas di hadapan Bai Muchuan. Hal yang sama berlaku untuk Bai Lu.

Hari itu, Bai Muchuan kembali pulang. Kali ini, dia pulang lebih awal dari biasanya. Tampaknya dia sudah menyelesaikan segala urusan di kantor. Dia akan meninggalkan kota Jin di pagi hari.

Bai Lu naik ke lantai dua selama dua kali. Dia menguping di luar pintu kamar Bai Muchuan yang tertutup rapat. Setelah itu, dia kembali turun dengan hati-hati.

Kamarnya sangat sunyi. Bai Lu tidak bisa mendengar apapun.

Hal itu sama seperti sikap Bai Muchuan terhadap keluarga Bai. Dia tidak melakukan perlawanan apapun. Dia memenuhi permintaan mereka. Namun, Bai Lu dan Pengasuh Li bisa merasakan tekanan berat yang datang dari Bai Muchuan

Bai Lu duduk di sofa. Dia mengganti posisi duduk berkali-kalin tetapi masih terasa tidak nyaman. Bai Lu mengacak-acak rambutnya dengan kesal. "Pengasuh Li!"

Pengasuh Li menjulurkan kepalanya keluar dari gudang. "Ya, Nona Bai Lu, apakah anda memanggil saya?"

Beberapa jam telah berlalu sejak Pengasuh Li mulai berkemas. Suara-suara yang muncul saat Pengasuh Li berkemas, membuat Bai Lu kesal. Bai Lu merasa ada kucing di dalamnya.

"Bukankah seharusnya kamu istirahat sebentar? Kamu sudah berkemas sepanjang hari. Tidak lelah sama sekali?"

Pengasuh Li tahu bahwa Bai Lu hanya berbicara begitu sebagai alasan untuk memulai keributan.

"Kita akan pergi besok," Pengasuh Li menundukkan kepala. "Jika saya tidak berkemas sekarang, nanti akan terlambat."

Bai Lu menatap Pengasuh Li dengan penuh amarah. Dia merasa ingin mengatakan sesuatu tapi tidak ada yang keluar dari mulutnya. Dia terlihat semakin gelisah.

"Lupakan! Aku tidak bisa memberitahumu tentang hal itu!"

Pengasuh Li: "..."

Jadi, anda memanggil saya hanya untuk melampiaskan kemarahan? Pikir Pengasuh Li.

Pengasuh Li mengerutkan bibir dan melihat Bai Lu tanpa mengatakan apapun.

"Kenapa kamu masih di sini dan melihatku seperti itu?" Bai Lu menjadi kesal. "Bukankah kamu terburu-buru ingin berkemas? Pergi sana!"

"...Baik!" Pengasuh Li berbalik pergi.

"Tidak bisakah kamu mengatur suhu AC nya sedikit lebih tinggi?" Bai Lu berteriak tidak sabar. "Kamu merasa hangat karena berkemas dari tadi. Tapi bukankah kamu harus memikirkan aku juga? Aku kedinginan..."

"...Baik." jawab Pengasuh Li.

Cih! Bai Lu mendengus. "Ini sangat menyebalkan!"

...

Suhu AC telah disesuaikan.

Bai Lu merasa hangat dan menjadi semakin kesal.

Dia menatap tangga menuju lantai dua. Bai Lu tak bisa menahan hatinya yang tidak sabaran.

Bai Lu melangkah ke atas, lalu membuka pintu kamar Bai Muchuan.

"Paman Kecil, aku harus bicara denganmu!"

Bai Lu terdengar sangat serius. Nadanya seperti orang dewasa. Itu tidak seperti gaya bicara Bai Lu yang biasanya.

Bai Muchuan mengenakan pakaian santai. Dia sedang bersantai di balkon kamarnya. Dia memegang rokok yang sedang menyala. Asbak di depannya berisi banyak rokok yang terbakar.

Ketika Bai Muchuan mendengar suara Bai Lu, dia menyipitkan matanya. Dia berbalik dengan acuh tak acuh.

"Bukankah aku sudah bilang sebelumnya untuk tidak datang dan menggangguku?"

"Tidak!" Bai Lu sangat keras kepala saat dia mengambil langkah ke depan.

"Paman kecil, aku benar-benar tidak tahan lagi. Kenapa kamu melakukan ini pada dirimu sendiri? Dia hanya wanita liar yang muncul entah darimana. Kenapa kamu begitu peduli padanya?"

Tatapan Bai Muchuan tampak sedikit lebih suram.

"Keluar! Kemaslah semua barang yang diperlukan."

"Aku tidak mau!" Bai Lu sekarang bertingkah seperti anak kecil yang bandel. Dia cemberut dan menatap Bai Muchuan sejenak. Kemudian ia mendengus kesal. "Aku benar-benar ingin tahu. Hubungan apa yang sudah kamu lakukan dengan wanita itu? Kamu hanya melakukan kontak dengannya selama beberapa hari. Apa kamu benar-benar mengkhawatirkannya?"

Bai Muchuan berkata penuh amarah, "Keluar!"

Bai Lu mengangkat dagunya dan berjalan semakin dekat. "Jangan menyangkal! Kamu seperti ini karena dia!"

Bai Muchuan mencibir. Dia tidak mengucapkan sepatah katapun. Dia hanya menatap Bai Lu dengan sikap yang angkuh.

Kedua mata Bai Muchuan setengah terbuka seolah dikelilingi oleh lapisan kabut yang dingin. Tatapannya yang dingin seperti kolam es yang membeku – seperti siap membekukan tulang siapapun yang dilihatnya.

Bai Lu merasakan lututnya mulai lunak saat dia tiba-tiba merasa sedikit takut.

Ini pertama kalinya Bai Muchuan menatap Bai Lu seperti itu

Menurut Bai Lu, walaupun pamannya itu tidak terlalu ramah padanya. Tapi dia masih memanjakan Bai Lu dibandingkan dengan yang lain.

Bai Muchuan mengizinkannya melakukan hal-hal yang Bai Lu inginkan asal dia tidak bertindak melewati batas. Kadang-kadang, Bai Muchuan akan mengguruinya. Tapi pada akhirnya Bai Muchuan akan memaafkan Bai Lu dan tidak pernah menyimpan dendam padanya.

Namun, tatapannya ini membuat dia sadar – bahwa Bai Muchuan tidak lagi menyayanginya dan ia ingin menyingkirkan Bai Lu dari dunianya.

"Paman–" Bai Lu menelan ludah, "Aku tidak bermaksud seperti itu..."

Bai Muchuan tidak bergerak. Bibirnya yang tipis membentuk senyuman yang tajam dan dingin. "Lalu, apa maksudmu? Apa kamu pikir karena kamu adalah anggota keluarga maka bisa mencampuri urusan pribadiku?"

"Tidak..."

Tubuh Bai Lu langsung bergidik sesaat sebelum dia menggelengkan kepalanya dengan kencang.

"Aku tidak ikut campur dalam urusanmu, Paman. Aku hanya, hanya mengkhawatirkanmu. Aku tidak mau melihatmu kesal..."

Bai Lu tidak bisa melanjutkan apa yang ingin dia katakan.

Bagaimanapun, dia masih muda. Jadi bagaimana Bai Lu bisa memahami apa yang dia rasakan?

Selain itu, Bai Muchuan juga tidak memberikan kesempatan padanya.

Bai Muchuan berdiri tanpa memperlihatkan emosi. Postur tubuhnya yang tinggi memancarkan sikap acuh tak acuh. Matanya yang dingin dan gelap memberikan tatapan yang mematikan dansetajam pisau...

"Keluar! Kamu tidak boleh masuk ke kamarku tanpa izin!"

"Paman .." Bai Lu bergumam, air mata mulai terbentuk di kedua matanya. Dia tiba-tiba berlari ke depan dan meletakkan tangan di pinggang Bai Muchuan.

"Kenapa kamu selalu galak terhadapku? Tolong jangan seperti ini, aku tidak akan..."

Bai Muchuan langsung merasa tegang dan mendorong Bai Lu dengan kuat.

Karena kekuatan dorongan itu, Bai Lu mundur dua langkah ke belakang dan menabrak meja kopi.

"Paman..." Bai Lu menatap wajah tampan Bai Muchaun karena terkejut. Dia terlihat tidak bisa memahami alasan kenapa dirinya hilang kendali.

Rasa semangatnya langsung pudar.

Bai Lu juga kembali tersadar.

"Aku... Aku hanya..."

Saat itu, nada dering ponselnya terdengar.

Nada itu menyela suara Bai Lu yang terisak dan mencairkan suasana tegang dalam ruangan itu.

Bai Muchuan melirik Bai Lu dan menunjuk ke arah pintu. Bai Muchuan meminta Bai Lu agar dia segera pergi keluar kamar. Setelah itu, Bai Muchuan mengangkat telepon.

"Halo, Huang He? Ada apa?"

...

avataravatar
Next chapter