1 Prolog

Suatu siang di sebuah rumah sakit, terlihat hiruk pikuk para petugas kesehatan yang berjuang membantu kesembuhan pasien. Nampak seorang dokter yang cantik sedang bersiap untuk memeriksa pasiennya.

"Dokter, jadwal visite pasien 10 menit lagi ya," kata suster Sisi kepada Megan.

"Ok siap." Megan segera memakai jas, stetoskop, dan tidak lupa memasang name tag-nya.

Megan seorang dokter muda nan cantik yang sangat ramah dan terkenal akan kebaikannya. Dia bkerja di sebuah rumah sakit swasta terkenal di Kota Yogyakarta. Sifatnya yang baik hati membuat banyak lelaki mengidolakannya.

"Sisi, nanti jadi ada pertemuan untuk rapat bulanan?" Megan bertanya sambil melanjutkan jalan ke kamar pasien.

"Jadi, dokter. Kemungkinan akan segera dibuka cabang. Semoga dokter tetap di sini ya. Takutnya pasien pergi semua he he he ...." Sisi mengedipkan mata sambil tertawa.

Maklumlah karena Megan diidolakan banyak orang termasuk pasien-pasien di sana. Megan dan Sisi memasuki satu per satu kamar pasien untuk memeriksa kondisi pasien. Hingga akhirnya berada di ruang terakhir dalam daftar.

"Ini visite terakhir ya, Si?" tanya Megan sebelum masuk ke ruangan terakhir visite mereka.

"Iya dokter. Pasiennya ganteng loh ini." Sisi bercanda sambil mencolek lengan Megan.

Dokter cantik itu pun tersenyum sambil menggelengkan kepala. Ada saja kelucuan suster Sisi, sudah satu tahun ini menjadi asisten Megan.

Megan membuka pintu ruangan VVIP itu perlahan. Alangkah terkejutnya dia saat suara yang tidak asing memanggilnya.

"Dokter cantik. Obati aku donk," ucap lelaki itu menggoda Megan.

"Ya ampun, Mark. Kamu sakit apa?" Megan tidak menyadari bahwa Mark-kekasihnya, berada di ruangan itu.

"Aku sakit malarindu sama kamu. He he he ... nggak, kok. Ini yang sakit Papaku," sahut Mark sambil berdiri di sebelah ranjang pasien.

Megan pun tersipu malu. Tidak disangka kekasihnya berada disini. Padahal belum memberi kabar sama sekali.

"Mark, kapan kamu pulang? Bukannya tadi masih di Singapura?" Megan mencoba mencairkan suasana agar tidak gugup melihat Mark.

"Tadi aku langsung memesan tiket untuk pulang. Papaku kecapekan dan minta dirawat di sini," jawab Mark sambil bercanda.

"Wah-wah, anak Papa punya pacar nggak dikenalin ke Papa," tutur Papanya Mark membuat Megan dan Mark sedikit gugup.

Sudah tiga tahun mereka berpacaran dan belum berkenalan dengan keluarga masing-masing. Alasan yang cukup logis bagi Mark. Megan ingin hubungan mereka lebih serius, baru mengenalkan ke keluarga.

"Nah, kebetulan ada Papa di sini. Megan, maukah kamu menjadi istriku?" Mark berlutut di hadapan Megan sambil mengeluarkan cincin indah dan mengulurkan ke tangan dokter cantik yang terkesima itu.

Sisi terlihat sangat kagum dan terkejut. Terlebih Megan yang terdiam tak percaya karena sangat terkejut.

"Ma-Mark ... kenapa mendadak begini? Ini masih jam tugasku." Megan bingung menjawab apa.

"Maukah Megan menjadi istri Mark?" Lelaki tampan itu kembali mengulang pertanyaannya dengan lembut dan penuh harap. Mark sengaja melamar Megan di hadapan Papa Mark Mark menunjukkan betapa seriusnya kepada Megan.

"Ya, Mark. Aku mau," jawab Megan singkat.

Mark lekas memasukkan cincin itu ke jari manis Megan. Mencium tangannya dan mengenalkannya ke Papa Mark.

"Pah, ini kekasih Mark. Calon menantu Papa." Mark menggandeng Megan mendekat ke ranjang pasien. "Megan, ini Papaku. Papa Justin. Maaf, Mamaku sedang ada keperluan."

Megan pun mengulurkan tangannya kepada calon mertuanya itu. Papa Justin terpukau dengan kecantikan Megan. Seakan pernah melihat wanita secantik itu.

"Mark memang pintar memilih calon istri. Sudah cantik, dokter pula. Papa Mama bangga padamu, Mark," kata Papa Justin memuji sambil tertawa.

Megan pun tersipu malu. Perawat Sisi yang berada di pojokkan merasa terharu melihat lamaran itu.

"Megan adalah kekasihku, Pa. Mark sengaja menunggu waktu yang tepat untuk mengenalkan ke Papa."

Mark memegang erat tangan Megan.

"Wah, Mark nunggu papa sakit ya? Jahat banget, ya. Ha ha ha ...." Papa Justin mencoba mengakrabkan suasana yang ada agar tidak canggung.

Megan tersenyum, bahagia, bercampur rasa terkejut dan terharu. Memang mereka ada rencana untuk saling mengenalkan keluarga ditahap yang lebih serius.

"Papa tahu, 'kan, Mark mengenalkan Megan untuk segera meminta restu dan lamaran. Nanti, Mark akan mengenalkan Megan kepada Mama. Tenang aja!" seru Mark dengan yakin.

"Iya Mark. Kamu sudah besar. Papa yakin kamu tahu yang terbaik," sahut Papa Justin kepada anaknya

"Ehm ... maaf, Pak. Saya dan Bu Dokter cantik masih ada tugas. Bisakah kami mengecek kondisi Bapak terlebih dahulu?" sela suster Sisi yang agak ragu berbicara. Namun, tak bisa dipungkiri detik jam melaju cepat dan waktu bertugas terus berjalan. Sisi takut kena teguran karena akan ada rapat setelah ini.

"Oh, maaf ya, suster. Saya mengganggu jam kerja. Oke ... silahkan cek Papaku sepuasnya." Mark menggaruk kepala, pipinya mulai memerah seakan malu dengan teguran suster.

"Iya, maaf saya cek dulu ya, Pah, eh, Pak Justin." Megan gugup memeriksa calon mertuanya.

"Slow aja, sayang," bisik Mark menggoda Megan yang terlihat tegang memeriksa Papa Justin.

"Tekanan darah sudah normal. Usahakan istirahat yang cukup, minum obat yang teratur dan tidak terlalu banyak berfikir ya, Pah, eh, Pak" Megan malu memanggil Papa Justin karena masih jam kerja.

"Iya, calon menantuku. Mulai sekarang, panggil Papa Justin, ya." Senyum Papa Justin merasa bahagia anak semata wayangnya sudah memiliki calon istri.

Megan pun tersenyum dan pamit untuk lanjut bertugas. Jantungnya berdebar memandang betapa indahnya cincin dari Mark. Betapa beruntungnya Megan. Dokter cantik dan suster Sisi melangkah pergi dari ruangan itu. Mereka bergegegas menghadiri rapat yang diadakan setelah jam tugas sift pagi. Megan yang aktifis di rumah sakit, tentu tak akan melewatkan segala kegiatan penting rumah sakit.

Mark pun berbincang banyak hal dengan papanya. Membahas soal Megan, awal mereka berjumpa, bagaimana mereka bisa bersama, bahkan soal hubungan tiga tahun mereka. Tak lupa Mark menceritakan tentang alasan mengapa Megan belum ingin saling mengenalkan dengan keluarga. Papa Justin tersenyum mendengarkan semua cerita dari Mark. Lelaki setengah baya itu menerawang jauh dalam ingatannya. Wajah Megan mengingatkannya pada seseorang perempuan. Namun, siapa? Dia lupa dan sulit untuk mengingatnya.

Mark merasa hubungan tiga tahun ini akan segera maju ke pelaminan dan mendapatkan kebahagiaan bersama perempuan yang dia cintai. Hal yang diimpikan Mark dan juga Megan selama ini, yaitu menikah dan hidup bahagia.

***

Inilah awal dari perjalanan panjang kisah cinta Megan dan Mark. Cinta yang begitu besar antara dua insan yang berjanji setia sampai mati, tetapi harus menghadapi segala hal yang rumit. Terlebih saat sebuah rahasia yang telah lama disembunyikan terbongkar ... akankah mereka bisa bertahan melawan kejamnya dunia? Atau justru akan menyerah begitu saja pada keadaan?

Simak selanjutnya dalam kisah Megan dan Mark hanya di Webnovel.

avataravatar
Next chapter