22 Megan Dalam Bahaya!

Laura tidak pernah membayangkan jika pada akhirnya waktu bergulir dengan cepat dan membawa Megan menjadi seorang wanita dewasa yang juga memiliki masa depan indah dengan pria yang dicintai. Rasa pahit di masa lalu membuat sosok bundanya Megan terlalu takut untuk melepaskan putri tercinta dari genggaman ke tangan pria yang berkata akan menjadi suami untuk Megan dan memberikan kebahagiaan.

"Megan, asal kamu bahagia, Nak. Bunda pasti ikut bahagia. Meski sebenarnya .... Kenapa pria itu mirip dengan .... Ah, sudahlah. Tak mungkin takdir begitu pahit seperti itu, kan? Bunda hanya ingin Megan bahagia."

Sebenarnya Laura merasa tidak yakin, tetapi berkali-kali Megan mengatakan kalau Mark merupakan pria yang baik dan sudah dikenal selama beberapa tahun belakangan ini. Laura pun hanya bisa berdoa untuk masa depan putri semata wayangnya. Setidaknya cukup hidup Laura saja yang menderita dan jangan sampai Megan juga merasakan derita seperti apa yang Laura rasakan dahulu. Cukup hanya masa kecil Megan yang menderita karena tidak memiliki sosok seorang ayah, jangan sampai menderita lagi karena salah memilih pasangan.

Pagi itu Laura kembali aktivitas seperti biasa. Menerima beberapa jahitan yang harus dikerjakan sebagai kesibukan dan penghasilan sehari-hari. Laura juga memasak sendiri dan terlihat begitu mandiri menjalani hari-hari karena mengetahui Megan memang sibuk berada di Yogyakarta.

"Permisi, Bu Laura," ujar seorang wanita yang merupakan ketua perhimpunan penjahit di sana.

"Oh, iya, silakan masuk Bu Vivi," kata Laura mempersilahkan wanita itu untuk masuk dan duduk di ruang tamu.

"Iya, Bu. Ini aku mau menginformasikan kalau perhimpunan penjahit di sini mau mengadakan pertemuan dengan perhimpunan di Yogyakarta. Kamu ikut, ya? Aku dengar kalau kamu mempunyai putri yang tinggal di Yogyakarta pasti senang juga bisa ketemu."

"Wah, iya, kah? Boleh. Aku mau, Bu Vivi."

"Nah, sudah aku duga kalau kamu pasti mau ikut. Begini, kita di sana tiga hari dua malam. Ada biaya juga yang tidak dihandel perhimpunan. Bagaimana?"

"Berapa, Bu Vivi?"

"Murah, kok. Sejuta biayanya. Kalau yang ditanggung oleh perhimpunan itu dia ratus lima puluh ribu saja per penjahit yang ikut. Gimana, Bu Laura?"

"Ya, Bu. Aku mau. Kapan acaranya?"

"Minggu depan acaranya. Pembayaran paling lambat hari Jumat, ya. Soalnya kita berangkat Minggu. Acaranya mulai Senin, Selasa, dan Rabu. Ada acara bebas juga, jadi kamu bisa ketemu dengan putrimu." Vivi memberikan penawaran terbaik untuk Laura agar bisa ke Yogyakarta dan bertemu dengan Megan seperti apa yang diinginkan Laura selama ini.

"Ya, aku siapkan uang pembayarannya dan besok Jumat aku antar ke rumahmu. Terima kasih sudah mengajakku, ya."

"Iya, sama-sama."

Vivi pun berpamitan untuk pergi setelah memberitahu kabar tersebut. Laura merasa senang dan akan membuat kejutan dengan datang ke tempat kerja putrinya secara diam-diam saat acara bebas berlangsung. Laura juga akan menyiapkan beberapa buah tangan untuk dibawa ke Yogyakarta. Laura merasa senang sekali akhirnya bisa bertemu dengan putrinya lagi. Kali ini, Laura akan membawa buah tangan cukup banyak agar bisa memberikan Megan dan orang-orang di tempat kerjanya.

***

Megan sudah dalam kondisi membaik. Dokter mengizinkan untuk pulang dan beristirahat dua hari di rumah. Megan juga mengambil cuti untuk tambahan libur karena ingin beristirahat lebih dahulu di rumah. Mark pun membantu untuk menata beberapa barang yang dibawa. Barang yang Mark belikan untuk ganti pakaian dan juga alas kaki untuk Megan juga sudah dipakai, sehingga pakaian kemarin sudah dibereskan untuk dibawa pulang.

"Megan, aku sudah membereskan semua barang yang dibawa. Sebentar lagi aku akan ke apotek untuk menebus obat dan membereskan administrasi terlebih dahulu agar kamu bisa pulang." Mark membereskan semua untuk Megan karena tidak mau kekasih hatinya itu harus mondar-mandir sendirian.

"Terima kasih, Mark. Sebentar lagi juga infus ini habis. Jadi, kemungkinan sebelum jam makan siang sudah bisa pulang."

"Iya, Megan. Tunggu sebentar, ya."

Mark pun keluar dari kamar tersebut untuk mengurus obat di apotek dan juga membereskan administrasi untuk pulang. Saat berjalan ke apotek, tidak sengaja Mark berpapasan dengan seorang gadis yang mencurigakan. Mark mengabaikan saja karena tidak kenal dan tidak mau ikut campur urusan.

Beberapa saat kemudian, terdengar suara kegaduhan dari area kamar bangsal tempat Megan dirawat. Mark sudah selesai mengambil obat di apotek dan membayar administrasi yang dibutuhkan. Pria itu bergegas Kembali menuju ke ruangan kamar Megan, tetapi sudah banyak orang berkumpul di sana dan teriak panik.

"Panggil keamanan, cepat!"

"Ya ampun kenapa bisa ada yang bawa pisau begitu."

"Minggir! Minggir! Jangan ikut campur kalian!!" seru suara seorang wanita di dalam kamar yang ternyata merupakan kamar bangsal tempat Megan dirawat.

"Megan!" Mark langsung berteriak dan berlari menuju kerumunan serta menyibak orang-orang itu untuk bisa tahu apa yang terjadi di dalam kamar.

Ternyata pemandangan yang begitu mengejutkan terjadi gadis mencurigakan yang tadi berpapasan dengan Mark terlihat sedang menodongkan senjata tajam ke arah leher Megan. Mark jelas aja juga merasa panik dengan hal itu karena melihat Megan yang ketakutan sambil meneteskan air mata. Apa yang terjadi dan siapa gadis berpakaian serba hitam dengan Hoodie itu?!

"Minggir kalian!! Aku mau bawa wanita ini biar bertanggung jawab karena Ayahku saat ini berada di kantor polisi! Ayahku tidak bersalah karena rem bus itu blong tanpa diketahui sama sekali! Pasti wanita yang ternyata dokter di rumah sakit ini yang melaporkan kecelakaan itu dan membuat Ayahku harus menerima hukuman di penjara. Ini nggak adil!!"

Mark baru paham setelah gadis itu berteriak seolah-olah meminta keadilan dengan menyandera Megan di kamar bangsa. Mark langsung masuk ke kamar itu dan maju karena tidak mungkin membiarkan calon pendamping hidupnya dalam kondisi berbahaya di tangan seorang gadis yang terlihat depresi.

"Tenang dulu ... Jangan lakukan hal buruk, tenang. Mari kita bicarakan bersama." Mark tetap memajukan langkah kakinya untuk lebih dekat lagi agar bisa menyelamatkan Megan dari tangan gadis yang terlihat depresi itu.

"Jangan mendekat! Kalau kamu mendekat, aku tidak akan segan-segan menggores leher mulus dokter ini dengan senjata tajam yang aku pegang! Aku tidak main-main saat berbicara karena Ayahku sudah berada di penjara jadi untuk apa aku berada di sini?! Jahat kalian!" Gadis itu salah sangka dengan apa yang menimpa ayahnya yang merupakan sopir bus saat kecelakaan terjadi.

Keadaan pagi itu jadi menegangkan dan kacau. Terlihat beberapa petugas keamanan sudah datang di sana, tetapi belum ada perubahan karena tidak bisa masuk begitu saja ke dalam ruangan itu. Sehingga hanya Mark satu-satunya orang yang bisa menjangkau jadi yang saat ini membuat Megan menjadi tawanan. Apakah Mark bisa menyelamatkan Megan dari masalah yang muncul tiba-tiba seperti ini?

avataravatar
Next chapter