1 MOAMB - 1

Dulu aku mampu  jatuh cinta dan patah hati. Tapi aku tidak siap merasakan keduanya bersamaan

.

Warning!

All chapter full Rainy pov

.

Bandar Udara Ngurah Rai

Aku menarik koper lebih cepat, berjalan ke pintu keluar bandara. Kedua mataku berkali-kali mengedar, mencari kelompok tour yang kupesan online.

Sampai kemudian kulihat satu pria berkemeja putih dengan kain corak khas di pinggang, mengangkat papan putih bertulis 'Aero Tour'  di kepalanya. Aku menghela napas lega dan menemui  pria itu sambil tersenyum.

"Geg Rainy ya? Untunglah sudah bertemu."

Aku mengangguk. "Iya Pak Wayan. Tadi ngambil koper bagasi banyak orang."

"Panggil Bli aja, Geg. Tidak apa-apa, karena masih menunggu yang lain juga."

Aku melirik sekitar. Ada beberapa wisatawan lokal sepertiku dengan kaus biru khas travel wisata, duduk sambil bercengkrama. Hampir semuanya berkeluarga, sisanya pasangan yang kuduga baru menikah dan mengambil paket sama denganku karena lebih murah.

Seorang ibu dari keluarga yang tak sengaja menatapku, sumringah. Ia menunjuk kursi kosong sebelahnya.

"Duduk sini, dek."

Mengangguk lagi, kudekati keluarga ibu itu dan duduk di kursi putih besi. Suara derit-nya hampir mencelos pikiranku.

Semoga tidak runtuh

Mendorong koper ke depan, ku topang seluruh beban tangan di atas tas besar biru mengkilat. Menengok sekitar lagi, orang-orang masih terus bercengkrama dengan keluarga dan pasangan.

"Sendiri dek?"

Aku menoleh si ibu tadi, "Iya bu. Saya dapat libur jadi ke sini,"jawabku.

"Ibu kira kamu ke Bali karena menenangkan pikiran. Maaf ngomong gini dek, karna ibu lihat di pesawat, kamu menatap jendela terus."

Ia berceloteh panjang sembari memangku anaknya paling kecil. Suaminya yang sejak tadi diam di sebelah, manggut-manggut menyetujui ucapan istrinya mungkin.

"Tidak kok bu." Aku menarik senyum simpul. Entah berapa kali mulutku tertarik ke atas tanpa inginku. Semua ini demi keramahan.

"Saya suka lihat awan," ucapku tidak berbohong. Serius, melihat gumpalan kapas yang meminta di comot, kadang membuat gemes.

Ibu itu ikut menarik senyum, "Dek, ingat. Kamu wisatawan disini. Berarti liburan. Coba jangan dipikirkan masalah rumah atau kerjaan. Pikirkan dirimu sampai libur selesai."

Aku menunduk. Raut wajah senyum tadi rasanya tak sanggup ku pertahankan.

"Ibu benar. Seminggu ke depan itu tentang saya." Ku angkat wajahku dan mendapati keluarga itu memberi senyum paling hangat.

Kapan terakhir kali keluargaku seperti mereka?

Aku berdecak dalam hati. Mungkin sudah lama, tak ingat satu memori bagus terpatri. Apalagi sekarang hubunganku dengan Anggid-kakakku tak bedanya musuh dalam selimut.

Perempuan itu menuduhku pelakor karena mengira aku masih menjalin hubungan gelap dengan kekasihnya yang dua hari lalu sudah berganti status menjadi suami.

Haha, ironis sekali. Memilih seorang pria hobi morotin uang daripada adiknya sendiri.

Aku memalingkan wajah, menyembunyikan raut kala memikirkan keluarga di rumah. Si ibu itu berbicara sebentar ke suaminya sebelum menoleh lagi.

"Kamu sudah dengar gak dek, kalau lokasi hotel kita diganti ke Karangasem?"

Keningku berkerut dan menggeleng. Aku bahkan tak ingat tempat istirahat nanti dimana. Aku sengaja, memang. Membuat semuanya menjadi kejutan depan mata sambil membiarkan langkah kaki berjejak dimanapun itu.

"Katanya hotel kita sengaja membatalkan pesanan kamar."

"Kenapa begitu bu?"

"Kurang tahu betul. Dengar-dengar ada tamu yang punya film luar. Mereka nyari tempat di Pandawa sekalian pemotretan," ucapnya panjang lebar.

Mulutku hampir terbuka, tak menyangka seharusnya kami semua di kawasan berkelas.

Si ibu terkekeh dan menepuk bahuku, "Tidak perlu kaget. Karangasem juga punya tempat wisata."

Dia berdiri, sembari menggendong putrinya. Keluarganya ikut bangun dan membawa bawaan masing-masing.

"Bli Wayan minta kita ke bus dek, ayo."

Aku menggumam iya lalu ikut bangun, berjalan lambat memastikan di belakang keluarga itu dan wisatawan lainnya.

Di  penjemputan, Bli Wayan meminta kami menunggu sebentar sebelum bus tiba. Aku berdiri di antara punggung-punggung, tak begitu penasaran dengan jadwal seminggu ke depan

Kubilang, disini aku membebaskan kaki membawa tubuh kemanapun dia mau.

Selama itu bisa menjernihkan pikiran beberapa penat dari Jakarta.

Selagi menunggu, Bli Wayan membagikan brosur perjalanan. Kuperhatikan sekilas lalu mengangkat kepala, mendengar penjelasan lain darinya.

"Tidak apa tempatnya di Karangasem. Beberapa lokasi sudah kami rencanakan. Karena itu Aero mencetak ulang brosur jadwal."

Beberapa keluhan terdengar walau samar. Tapi tak sedikit pula mengangguk, membiarkan pihak pemandu wisata mengganti jadwal. Toh mereka tetap liburan di Bali. Dan pulang-pulang bercerita panjang lebar apa yang didapat dari Pulau Dewata ini.

Tak lama, bus hijau besar dengan tulisan 'Aeoro tour' di badan kendaraan, berdesing ketika berhenti tepat di depan kami.

Aku membiarkan wisatawan itu naik duluan sebelum giliranku, memberikan koper agar masuk ke bagasi dan menemukan masih banyak kursi kosong.

Kedua mataku bergerak liar, sampai menemukan satu tempat tidak terlalu belakang, namun terlihat renggang di sisi kiri bus.

Aku mendudukkan diri di bantalan kursi biru dan menarik tirai ke belakang. Beberapa orang di luar terlihat lalu lalang. Ada yang menunggu sendiri, atau dengan sanak keluarga.

Lalu iris mataku menangkap beberapa sedan hitam lengkap bersama mobil panther, berpakiran. Dan kulihat orang-orang berkumpul dengan kamera di sana, yang kuduga mereka dari media.

"Kau tahu film booming di bioskop akhir-akhir ini? Kudengar peran utama pria-nya datang ke Bali."

Aku menoleh ke depan, mendapati tiga wanita yang duduk tak jauh, berdiri menempeli kaca. Raut wajah ketiganya begitu bahagia, sesekali  hampir memekik.

Kutahan tawa tidak mengeluarkan suara, lalu menoleh lagi keluar jendela.

Di sana, beberapa pria dengan kaus hitam mengelingi seseorang, cowok, berkaus putih dan memakai topi baseball hitam. Cowok itu menunduk, menghindari jepretan cahaya sekitar dan mengikuti arahan orang-orangnya.

Kutopang wajahku dengan tangan, menatap kelompok ramai yang hampir memenuhi parkiran.

Apa sebegitu hebatnya ya si cowok ber-akting?

Ini kalau tidak tahu mereka dari negara hollywood, aku menduga-duga mereka rombongan presiden.

Cowok berkaus putih itu berhenti tepat di depan satu sedan. Kulihat pria sebelahnya membuka pintu dan ia masuk, tidak menghiraukan gerombolan tanya dari media.

Jadi idol itu berat ternyata. Kurasa kalau jadi dia, punya satu hari bebas kemanapun sudah melegakan.

***

avataravatar
Next chapter