17 Kecewa dan Marah

Setelah selesai makan malam, Jordan mengajak Chika masuk ke dalam Apartemennya. Chika sendiri yang memintanya karena ingin melihat buku koleksi Jordan.

"Ini kamar kamu?" tanya Chika begitu masuk ke dalam apartemen Jordan.

"Iya, sory ya kalau berantakan. Ya namanya juga anak cowok pasti kalau berantakan suka nanti-nanti dulu kalau beresin," ujar Jordan. 

"Iya gak papa kok, santai aja!" sahut Chika. 

"Oh ya, lo mau minum apa?" tawar Jordan.

"Aor putih aja," sahut Chika. 

Jordan pun kemudian langsung menuju dapur untuk mengambilkan air minum buat Chika. Sementara Chika yang tengah duduk di ranjang Jordan memilih untuk membereskan kamar Jordan.

"Buset anak cowok gak sejorok ini juga kali," tukas Chika. 

Ia mulai melipat selimut yang sudah tergeletak di lantai, kemudian setelah selesai ia letakan di atas bantal. 

Setelah itu Chika beralih membereskan meja rias Jordan. 

"Cowok tapi punya meja rias juga dia," ujar Chika. 

Dirinya menjadi ingat akan seseorang yang kamarnya hampir mirip dengan kamar Jordan. 

Suasana kamarnya kok mirip ya sama kamar Alex? 

Chika menjadi bertanya-tanya dalam hati. 

"Enggak, ini gak mungkin kan kalau hanya sebuah kebetulan. Kesamaan mereka terlalu banyak!" ujar Chika dalam hati. 

Ia melanjutkan lagi membereskan kamar Jordan karena tidak ingin membuat Jordan curiga.

"Ini minum dulu," saran Jordan. 

"Iya" sahut Chika. 

"Udah gak usah di beresin, biar aku aja nanti yang beresinnya!" ujar Jordan. 

"Emm gak papa kok, sekalian kan aku juga mau pinjam buku koleksi yang kamu ceritakan tadi waktu kita makan" ujar Chika.

Gadis itu kemudian meminum air putih yang sudah ke tangannya. 

"Ya udah bentar gue cariin dulu ya soalnya ketumpuk sama buku yang lainnya," ujar Jordan. 

"Biar gue bantuin nyarinya" tawar Chika. 

"Oke kalau begitu, yuk kita mulai mencarinya!" tukas Jordan.

Chika mulai mencari di meja rias Jordan.sementara Jordan mencarinya di rak buku, entah mengapa hatinya begitu ingin mendekat ke arah meja rias itu.

Rasanya seperti ada sesuatu yang mendesak di dalan hatinya. 

"Ada apa ini, mengapa aku sangat ingin kesini dari tadi. Seperti ada sesuatu di antara benda-benda di sini," ujar Chika dalam hati. 

Alex menemukan buku yang di carinya. Namun ketika ia hendak menyerahkannya kepada Chika ia justru di kejutkan oleh suatu hal. 

"Bisa lo jelasin ini?" tanya Chika. Jelas sekali nada bicaranya seperti orang yang sedang kecewa. 

"Gu ... gue bisa jelasin ini Chik," sahit Alex. Suaranya bergetar, ia melupakan sesuatu kalau dirinya ternyata menyimpan fotonya bersama Chika di laci meja riasnya. 

"Tolong jelaskan kalau emang elo bisa jelasinnya, gue cuma mau itu sekarang!" tegas Chika. 

"Gue .."

"Apa? Lo gak bisa kan jelasinnya. Lo udah bohongin gue Lex, gue bener-bener gak menyangka kalau selama ini ternyata elo itu ada di dekitar gue. Tapi lo bohong sama gue, gue benar-benar kecewa sama elo."

Chika melangkah keluar dari Apartemen Alex dan kembalike Apartemennya. 

"Kok semuanya malahan jadi kacau gini sih, gue sama sekali gak bermaksut buat itu. Gue cuma gak ingin kalau Chika  justru terseret dalam masalah yang sedang gue hadapin ini," ujar Alex. 

Sementara Chika yang sudah merebahkan tubuhnya di atas ranjang miliknya masih belum berhenti menangis. 

Hatinya rasanya benar-benar hancur saat ia tau kalau ia telah dibohingin eh Alex. Bahkan saat kecurigaannya itu terungkap, sebenarnya bukan ini yang Chika inginkan.

"Kenapa sih kamu tega Lex, satu tahun lebih aku nungguin kabar dari kamu dan berharap kamu datang buat menjelaskan semua yang terjadi, tapi kenapa justru kebohongan seperti ini yang aku terima," ucap Chika yang memprotes keadaan.

"Gue harus jelasin sama Chika, dia gak boleh salah paham sama gue. Karena gue gak sanggup kalau harus jauh lagi dari dia. Sudah cukup satu tahun ini gue jauh dari dia. Dan gue benar-benar gak ingin semua itu terulang kembali," ujar Alex.

Malamtelah berganti, gelap kini telah berubahmenjadi terang. Namun tidak dengan hati Chika yang masih saja tetap sama.

Gelap  masih mengisi di dalam hatinya yang seolah itu akan menjadi teman setianya saat ini. 

Dengan celana jeans dan baju hem lengan panjang yang di padukan dengan sepatu bewarna merah hati Chika kaluar dari Apartemennya karena ia harus pergi kuliah. 

Di sebelah unitnya, keluar Alex dengan baju yang tak kalah rapi dari Chika. Pagi ini Alex mengenakan baju lengan pendek bewarna marun dan juga celana jeans yang di padukan dengan sepatu bewarna putih.

Saat sudah berada di depan pintu, pandangan Chika jatuh pada lelaki yang semalaman ini mengisi fikirannya. 

 

Tanpa sepatah kata pun Chika langsung melewati Alex yang masih berdiri di depan pintu Apartemennya. 

"Terkadang seseorang itu memiliki alasan untuk melakukan hal yang justru akab membuat kecewa pasangannya. Namun dia melakukan itu tentu pasti ada alasannya," uhar Alex yang seketika membuat Chika menghentikan langkahnya. 

"Apa pun alasannya, yang jelas itu salah!" sahut Chika.

Chika sama sekali tidak mengerti dengan jalan fikiran Alex. Sudah salah namun lelaki itu masih saja tetap membela dirinya. 

"Chik, aku perlu ngomong sama kamu," ujar Alex. 

"Apa lagi yang perlu di omongin Lex, bukankah semuanya itu udah jelas. Kamu sendiri bukan yang tidak mau aku mengenalimu lagi?" tanya Chika. Ada sesak yang tertahan dari kalimat yang baru saja ia lontarkan. 

"Tapi aku ngelakuin semua ini ada alasannya Chik, dan untuk alasan itu aku belum bisa cerita sama kamu," jelas Alex. 

"Sudahlah Lex, semua sudah jelas. Sekarang aku tanya apakah kamu bisa menjelaskan 1 tahun yang lalu mengapa kamu ninggalin aku begitu saja?" tanya Chika lagi.

"Maaf," hanya itu yang keluar dari bibir Alex. 

"Sudahlah, aku yakin semua sudah jelas. Dan mulai hari ini aku akan membuka lembaran baru. Selama setahun aku berharapada penjelasan dari rasa sesak yang ku tahan dan ternyata aku sama sekali tidak mendapatkan jawaban apa pun. Dan untuk apa aku masih menunggu jawaban itu, semua hanya me.buang waktu dan tenagaku," ucap Chika. 

"Dan satu lagi, untuk semua janji yang pernah aku ucapkan! Aku harap kamu melupakannya. Karena sebuah janji tidak harus di tepati kalau salah satu pihak sudah ada yang ingkar!" tegasnya. 

Lalu Chika melangkahkan kakinya tanpa menoleh kebelakang lagi. Hatinya begitu sakit, sesak dan perih. 

Kesedihannya kali ini, tidak dapat di ungkapkan lagi dengan kata-kata apa pun dunia ini. 

Alex yangmasih berdiri mematung membiarkan Chika pergi begitu saja. Percuma ia akan menjelaskan seperti apa pun pada Chika saat ini karena gadis itu masih di liputi dengan amarah. 

avataravatar
Next chapter