12 Hampir Pupus!

Hampir pupus

Jika ada salah satu pihak.sudah tidak ada lagi nyaman, sudah tidak lagi berniat untuk nertahan? 

Lalu untuk apa sebuah hubungan tetap di pertahankan. Semua akan terasa hambar, baik perasaannya atau pun tingkah lakukanya. 

Setelah membuka-buka buku diarynya waktu SMA.dulu Dita kini telah menemukan nomor Radit. 

Gadis itu pun langsung menghubungi Radit dan bilang kalau ia ingin bertemu. 

Dan siang ini, gadis itu sudah duduk di bangku salah satu Restoran yang ada di dekat kampusnya. Apa lagi kalau bukan untuk menunggu Radit. 

Selang beberapa menit kemudian sosok yang di tunggu-tunggunya telah datang. 

"Sory, lo udah nunggu lama ya?" tanya Radit begitu ia sampai. 

"Gak kok, santai aja. Gue juga barusan aja sampainya!" sahut Dita. 

"Oke kalau gitu, lo udah pesan makan atau minum?" tanya Radit lagi. 

"Belum sih, gue nungguin elo. Sekalian kan pesenya," jawab Dita. 

"Ya udah langsung pesan aja sekarang," suruh Radit. 

"Oke, lo mau makan apa?" tanya Dita. 

"Gue spagety aja sama lemon tea," sahut Radit. 

"Ya udah kalau gitu di samain aja," ucap Dita. 

Gadis itu pun kemudian memanggil pelayan untuk memesan makanan. Setelah pelayan itu mendekat, Dita menyebutkan menu pesanannya dan langsung di proses. 

"Ada apa? Tumbem lo ngajakin gue ketemu setekah beberapa bulan ini lo los kontak sama gue?" tanya Radit mengawali pembicaraan. 

"Ya sory kalau gue sempat hapus WA elo, tapi gue cuma ingin menjaga perasaan aja sih sebenarnya," jelas Dita. Sebenarnya ia tidak berniat sama sekali untuk itu. 

Hanya saja Dita ingin menjaga perasaan Fiki, karena Dita tau kalau Fiki sempat cemburu dengan Radit. 

"Terus sekarang udah gak ada lagi perasaan yang di jaga?" tanya Radit. Cowok itu masih ketus. 

Rasa kecewanya oada Dita yang lebih memilih untuk berasam Fiki masih membekas jelas di hatinya. 

"Kok lo ngomong gitu sih, lo masih marah sama gue?" tanya Dita. 

"Enggak kok, ya gue bener kan nanyanya. Sekarang emang gak ada yang di jaga perasaanya kok elo berani WA gue," ujar Radit. 

"Gue gak tau meski jelasin dari mana Dit, yang jelas gue itu merasa terkekang banget. Gue gak tau apa lagi yanh harus gue lakukan," cetus Dita. 

"Kok lo kaya orang yang lagi frustasi gitu sih, jangan ngomong seperti itu. Bisa jadi saat ini lo belum nemuin aja jalan keluar yang terbaik!" ujar Radit. 

"Kayaknya emang gue gak akan nemu jalan keluarnya deh, semuanya sudah terasa abu-abu buat gue. Bahkan warna yang terlukis indah itu rasanya udah terhapus," sahut Dita. 

"Lo mau tau kunci langgengnya sebuah hubungan itu apa!" ujar Radit. 

"Memangnya apaaan?" tanya Dita. 

"Kunci sebuah hubungan agar langgeng itu sebenarnya hanya satu, yaitu komitmen!. Kalau komitmen yang kalian bangun udah hancur maka hancur pula hubungan kalian," jelas Radit. 

"Bahkan awal menjalin hubungan gue rasa kaya gak pernah buat komitmen," uhar Dita. 

"Gini ya Dit, lo dulu kan udah milih buat nerima Fiki. Dan lo harus siap dengan segala kekurangan dia. Ya mungkin sikapnya itu tidak bisa lo terima, tapi itulah kekurangan dia," tegas Radit. 

"Kok lo bisa ngomong kaya gitu sih, lo udah punya cewek lain ya?" tanya Dita. 

"Kenapa elo malah tanya gue seperti itu?" tanya balik Radit. 

"Ya gue kira elo itu akan bantuin gue, akan dukung keputusan gue. Tapi lo sama aja tau gak sama yang lain," ujar Dita. 

"Kalau gue dukung keputusan elo yang misalnya lo mau mengakhiri hubungan lo sama Fiki bukankah gue akan terlihat jelek Dit. Sama aja gue ngerusak hubungan elo sama Fiki," jelas Radit. 

"Tapi rasanta tuh gue kaya udah gak tahan gitu sama sikap dia yang terlalu posesif Dit," keluh Dita. 

"Lo ciba deh ajak Fiki ngobrol baik-baik. Tanpa alasan dia kenapa terlalu posesif sama elo, bicarakan dengan kepala dingin jangan pakek emosi," saran Radit. 

"Gue harap nantinya yang gue dapatkan bukanlah kekecewaan."

Tak lama kemudian pesanan mereka telah datang, baik Dita mauapun Radit makan dalam diam. 

Radit sendiri bingung apakah sikapnya pada Dita kali ini benar ataukah justru menyakiti Dita. 

Tapi yang jelas Radit hanya ingin yang terbaik untuk Dita. Dia pun tidak ingin mendapatkan cintanya dengan cara mengambil milik orang lain, karena itu akan berimbas sama dengannya kelak. 

Karena sesuatu yang di ambil dari milik orang lain, suatu saat nanti pun akan di ambil oleh orang lain pula. 

"Ya udah Dit gue cabut dulu ya, masih ada kelas gue!" pamit Radit. 

Setelah Radit berlalu, Dita pun menitikan air matanya. 

Rasanya sungguh sangat sakit sekali ketika melihat orang yang di cintai kini bersikap sangat acuh. 

"Apa saat ini di hati Radit udah ada cewek lain ya sehingga dia sama sekali tidak peduli dengan keluhannya," ujar Dita. 

Gadis itu berjalan menyusuri jalan, ia sama sekali tidak berniat untuk memesan taksi. 

"Gue sekarang harus apa, bahkan untuk bertahan rasanya gue udah gak sanggup. Bahkan gue sendiri udah tidak tau apalagi yang garus gue lakukan, mama, papa, Radit sama aja gue mintain saran." 

Tiba-tiba saja hujan gerimis mengguyur kota Jakarta,  menyebabkan semua aktivitas terhenti. Namun itu tidak berlaku untuk Dita. 

Gadis itu tidak berteduh sama sekali, ia justru terus berjalan di bawah hujan gerimis. 

Dari arah belakang melintas mobil hitam sport. Siapa lagi kalau bukan Fiki. 

"Kamu udah gila ya?" tanya Fiki yang sudah turun dan menghampiri Dita dengan menggunakan payung. 

"Iya,  aku emang udah gila. Dan aku gila itu karena kamu," sentak Dita. 

Emosinya kembali meluap saat ia melihat sosok Fiki. 

"Kamu kenapa sih Dit, gak pernah mau dengerin apa yang aku omongin. Aku itu cuma berharap kalau kamu itu paham dengan apa yang aku mau, aku sayang sama kamu dan aku gak mau kehilangan kamu!" ujar Fiki. 

"Sayang atau ambisi sih Fik, setau aku kalau sayang itu gak seover gini. Bahkan aku kaya gak punya kebebasan sama sekali," protes Dita. 

"Semua ini aku lakuin juga demi kebaikan kamu, kebaikan kita," tegas Fiki. 

"Apa kamu bilang! Kebaikan kita?" tanya Dita. "Kebaikan kamu Fik, bukan kebaikan kita!" tentang Dita. 

"Kamu sekarang kenapa jadi keras gini sih," ujar Fiki heran. 

"Kenapa, kaget kamu. Inilah cara aku memberontak Fik, agar aku di ngertiin sama kamu. Agar kamu itu paham apa yang aku inginkan," ucap Dita. 

"Ayo ikut aku," ajak Fiki. 

"Enggak, biarin aja aku pulang sendiri." 

"Aku bilang ikut aku!" sentak Fiki. 

"Kamu udah berani membentak aku Fik, jangan harap kalau aku mau ikut sama kamu. 

Gadis itu pun kemudian langsung berlari meninggalkan Fiki yang masih termangu. 

avataravatar
Next chapter