webnovel

Memainkan Peran (2)

Naya masih memandang Adi tanpa berkedip. Tatapan Naya begitu sulit untuk diartikan oleh pikiran Adi.

Adi kemudian mengalihkan pandangannya ke arah lain. Adi memperlihatkan senyum canggungnya ke semua peserta.

"Baiklah semua, mari lakukan pemotretan dengan baik. Selamat berusaha, semoga kalian berhasil memberikan yang terbaik" kata Kak Ana mengakhiri sesi perkenalan.

Pemotretan dimulai. Para peserta satu persatu melakukan bagiannya dengan cukup baik. Fisa juga dapat menyelesaikan pemotretan dengan menakjubkan, ia terlihat sudah profesional dalam bidang ini. Fisa begitu santai saat melakukan pose demi pose. Semua terlihat indah. Naya tidak heran, sebab Fisa memang sudah terjun ke dunia modeling sejak kecil. Fisa memang suka bergaya di depan cermin setiap mama membelikannya baju baru. Saat itu Naya hanya bisa memandang iri dari kejauhan, karena dirinya sama sekali terlihat berbeda saat mengenakan baju yang sama dengan Fisa. Jika mereka terpaksa bersanding, maka akan terlihat jelas perbedaannya. Bagaikan merak dan itik buruk rupa.

Naya menggelengjan kepalanya. Ia membuang pikiran tersebut.

Naya, lo nggak boleh berkecil hati. Jika Fisa bisa melakukan ini dengan sangat bagus, lo pasti juga bisa. Bukankah kalian berdua lahir dari rahim yang sama? Batin Naya yang coba menyemangati dirinya sendiri.

"Selanjutnya."

Tanpa terasa setelah Fisa tampil dan dua peserta setelahnya selesai. Kini tiba giliran Naya untuk menunjukkan keahliannya. Tangan Naya membeku, ia merasa gugup. Meski ini bukan pertama kalianya ia melakukan pemotretan, tapi pengalamannya dulu saat menjadi model dadakan dalam acara temannya sewaktu di luar negara, dirasa kurang cukup. Naya hanya mampu berdoa, semoga keberuntungan memihak kepadanya.

Naya berdiri di tempat pemotretan, tapi tiba-tiba kepalanya terasa kosong. Sama sekali tidak terpikirkan olehnya harus berpose seperti apa.

Naya justru menatap Adi dengan pandangan penuh tanya. Banyak sekali pertanyaan yang bermunculan di benaknya. Naya merasa sedang dipermainkan oleh Abi.

"Ok, kita mulai ya?" Adi lalu memulai hitungan.

Lamunan Naya memudar, ia tersentak oleh ucapan Adi. Huft, hampir saja Naya lupa jika dia harus menyelesaikan pemotretan ini. Naya harus berhasil atau dia berpeluang untuk tereliminasi. Naya mulai berpose, detik berikutnya ia terus merubah posenya. Dada Naya berdebar, fokusnya kabur. Naya merasa tidak dapat melakukannya.

Satu, dua dan tiga pose awal nampak sangat kaku dan hasilnya buruk. Adi lalu berbisik pada salah seorang yang ada disampingnya. Lalu kak Ana di panggil mendekat.

"Ok, kita istirahat dulu, sepuluh menit ya?"

Adi berjalan mendekati Naya dengan kamera yang dibiarkan tergantung di depan perutnya. Naya bertambah kacau saat menyadari jika Adi sedang menuju tempatnya.

"Boleh bicara sebentar?"

Naya sedikit ragu. Meski dalam hatinya ia sangat ingin berbicara. Naya mengangguk pelan.

"Namamu Naya kan?"

"Ya" jawab Naya gugup. "Kau ..."

"Seperti inikah caramu berpose?" katanya lagi tanpa menghiraukan Naya yang sedang ingin bicara.

"Apa?" tanya Naya bingung.

"Jika kau hanya bisa berpose seperti ini. Bersiaplah untuk tereliminasi."

Naya menatap Abi dengan mata terbelalak. Naya terkejut, ia tidak menyangka orang di depannya ini akan berkata blak-blakkan seperti ini.

"Kenapa? Terkejut? Kompetisi ini bukan ajang untuk coba-coba. Kau bisa pulang sekarang jika hanya ingin bermain-main. Jangan mempermainkan dirimu sendiri seperti ini"

Harga diri Naya terusik mendengar ucapan pemuda di hadapannya.

"Punya hak apa Anda menilaiku seperti itu? Tau apa Anda tentangku?" Nada bicara Naya sedikit bergetar. Pelupuk matanya sudah mulai digenangi air mata. Naya pun berbicara formal karena tidak mau dianggap tidak sopan.

Entah mengapa Naya bisa cepat terprovokasi perasaannya oleh ucapan seseorang yang belum ia kenal, atau karena Naya merasa jika pemuda yang berada di hadapannya itu adalah Abi.

Adi terkejut melihat pemandangan tersebut. Adi tidak menyangka jika Naya akan bereaksi seperti itu. Naya yang dia kenal adalah gadis yang kuat ya tidak mudah menyerah dan tidak mudah ditindas oleh kata-kata orang lain meski dengan kata-kata kasar. Tapi pemandangan di depannya ini sungguh membuatnya merasa bersalah. Ini pertama kalinya Adi melihat Naya seperti itu.

"Aku tau, kau hanya nekad mengikuti kompetisi ini tanpa persiapan."

Naya tersentak. Meski terdengar menyakitkan tapi ucapannya benar. Naya mengikuti kompetisi ini tanpa persiapan yang matang. Semua terlalu mendadak bagi Naya. Lagipula dia tidak tau belajar dari mana selain belajar sendiri dari mencari informasi di internet.

Adi menghembuskan nafas panjang. Lalu menatap Naya dengan lebih lembut.

"Peserta lain cukup berbakat. Kau harus lebih giat berusaha. Mulai sekarang fokuslah pada tujuanmu. Kesampingkan dulu segala pikiranmu tentang hal-hal yang dapat mengganggu konsentrasimu. Apa kau mengerti?"

Naya yang awalnya sempat kesal mendadak merasa lega mendengar ucapan Adi tersebut. Tanpa ia sadari, ia telah menganggukkan kepala tanda mrnyetujui kata-kata yang dilontarkan oleh Adi.

"Ok, setelah ini mulailah berpose dengan benar. Aku kasih tau tiga basic dasar pose. Kau bisa mengarahkan pandanganmu ke depan, ke samping kanan atau kiri saat prose. Lalu kau bisa mengeksplor gerakan kepala, tangan, dan kaki untuk memberikan variasi pose. Satu hal lagi yang paling penting menurutku, kau harus bisa berekspresi. Saat memberikan ekspresi harus sinkron dengan mata, mulut dan kepala. Kau harus bisa menyelaraskan itu agar rasa yang ingin kau sampaikan lewat gambar bisa terlihat oleh penikmat fotomu. Sadar kamera saat proses pengambilan gambar juga harus kau lakukan. Terakhir, kau harus bisa menampilkan best angle ( sisi terbaik dari foto dirimu) ini akan menjadi poin tambahan untukmu."

Naya sangat memperhatikan apa yang diucapkan oleh Adi. Ia mencerna satu persatu rangkaian kalimat yang diucapkan Adi. Naya mendapatkan kembali semangatnya.

"Baiklah, aku rasa kau bisa memahami apa yang sudah aku ucapkan. Bersiaplah, kita akan segera melanjutkan pemotretan. Kau pasti bisa."

"Hemm" Naya mengangguk dengan mantap. "Aku akan berusaha."

"Bagus."

Adi ingin sekali mengusap puncak kepala Naya, tapi segera ia urungkan niatnya itu. Ia sadar, ia tidak dapat melakukan itu sekarang. Meski ia sangat ingin memberikan semangat kepada Naya. Tangan Adi terhampakan di udara. Ia buru-buru menarik kembali tangannya. Adi lalu pergi untuk mengambil minum sekaligus mengkondisikan perasaannya.

Pengambilan gambar dilanjutkan, Naya nampak lebih percaya diri sekarang. Naya dapat menatap kamera tanpa keraguan yang terlihat di matanya. Naya mampu berpose dengan lebih baik. Ia mampu memposisikan tubuhnya dengan tepat. Kepandaian Naya membuatnya dengan cepat mencerna setiap arahan yang diberikan oleh Adi.

Vano yang menunggu proses pengambilan gambar terkagum-kagum melihat hasil pengambilan gambar Adi.

"Ini bagus. Apa yang telah Anda katakan sampai Naya bisa berpose sebaik ini?"

Adi melempar pandangan tidak suka ke arah Vano. Hal tersebut membuat Vano, ciut nyali.

"Ssttt, jangan terlalu formal padaku. Nanti banyak yang curiga" bisik Adi.

"Ah, maaf. Tapi tidak sopan jika saya berkata non formal" ucap Vano ikut berbisik.

"Terus saja berkata formal kalau kau sudah bosan bekerja denganku."

"Maafkan saya. Ah maksudku baiklah."

"Selama aku tidak bisa hadir dalam proses kompetisi ini. Kau harus bisa mengkondisikan keadaan. Kau juga harus bisa mengatur jadwalku dengan benar mulai sekarang."

"Siap."

"Maaf, apa kita bisa bicara sebentar?" kata Naya kepada Adi setelah pengambilan gambar selesai.

Wah, apa yang mau dibicarakan oleh Naya? Apa Naya dapat mengenali Abi? Dan apa rencana Abi? kenapa ia sampai membuat identitas baru?

Next chapter