1 1

Seorang perempuan dengan rambut hitam panjang sebahu melangkahkan kakinya menuju ruang kelas 10-2. Ruang kelas dimana ada seorang laki-laki yang sudah ia kenal sejak kecil. Bahkan sejak pertama kali mereka memulai untuk sekolah formalnya, mereka selalu satu sekolah. Dan sekarang pun, sudah menempuh tingkat SMA, mereka masih satu sekolah.

Darissa sudah berdiri dengan wajah cerianya di depan kelas laki-laki yang ia cari.

Laki-laki itu,

Lee Jeno.

"Nyari siapa?" Tanya Chenle, selaku ketua kelas di kelas tersebut.

"Jeno." Jawab Darissa semangat. Kedua matanya sudah menangkap sosok Jeno dengan tas hitamnya di punggungnya, bersiap-siap untuk keluar kelas untuk pulang.

"Jen, pacar lo nyariin." Teriak Chenle dengan suara nyaringnya, membuat seisi kelas memusatkan perhatiannya pada Darissa.

Darissa menundukkan pandangannya ketika teman-teman kelas Jeno memperhatikan dirinya. Entanlah, hal itu membuat Darissa tidak nyaman jika menjadi pusat perhatian seperti ini. Ditambah lagi, kini Jeno sudah berjalan cepat menghampiri Darissa dengan ekspresi yang kurang bersahabat. Memang akhir-akhir ini Jeno sedikit berubah. Tidak, bukan sedikit, tapi berubah total.

"Ngapain lo ke sini?" Tanya Jeno to the point. Kedua mata Jeno menatap tajam kedua mata Darissa. Hal itu membuat Darissa sedikit ngeri.

"Aku mau pulang bareng kamu, Jen." Ucap Darissa.

Jeno membuang napasnya kasar, tangan kekarnya menarik lengan Darissa cukup kencang untuk membawanya keluar kelas.

"Lo pulang sendiri. Gue pulang bareng Junghyun." Ketus Jeno.

Darissa membulatkan kedua matanya ketika mendengar nama Junghyun disebutkan.

"Kamu jadian sama Junghyun? Jadi benar-"

"Bukan urusan lo!" Jeno memotong kalimat Darissa. Kemudian laki-laki bermarga Lee itu bergegas meninggalkan Darissa sendiri di depan kelas.

"Jeno!" Darissa tidak tinggal diam, ia mengejar langkah kaki lebar Jeno.

"Apa lagi sih?!" Jeno menepis tangan Darissa.

"Kamu jadian sama Junghyun?" Tanya Darissa lagi.

Terlihat rahang Jeno mengeras, jika saja sosok di hadapannya ini adalah laki-laki, mungkin Jeno sudah mendaratkan pukulan.

"Iya, gue jadian sama Junghyun," Jawaban Jeno membuat hati Darissa seperti tertusuk ribuan pedang.

Darissa menggeleng-gelengkan kepalanya tidak percaya dengan pengakuan dari Jeno.

"JADI JANGAN PERNAH GANGGU GUE LAGI!" Jeno berteriak, bahkan siswa-siswi di keliling mereka saja tersentak kaget mendengar teriakkan Jeno.

Jeno benar-benar dalam puncak emosinya saat ini. Mungkin karena Darissa yang selalu menggantungkan dirinya pada Jeno. Padahal Jeno merasa tidak bebas jika Darissa terus-terusan bergantung pada dirinya. Disisi lain Jeno bertanya-tanya, memangnya siapa Darissa sampai seperti ini pada Jeno?

Hanya saja, mereka tetanggaan. Sejak kecil selalu bermain bersama, satu sekolah, sering kali berangkat dan pulang sekolah bersama. Bahkan tidak jarang pula mereka diisukan berpacaran karena seringnya bersama. Namun pada kenyataannya, mereka tidak pernah berpacaran.

Hingga tiba pada hari di mana Jeno berubah, pergaulan Jeno juga menyimpang sejak masuk SMA. Hal itu semakin membuat Jeno mengalami perubahan besar.

"Jeno," lirih Darissa tidak menyangka dengan Jeno yang dulu sangat lembut pada dirinya kini telah berubah 180 derajat.

Jeno tidak menggubris ucapan Darissa, ia kembali bergrgas meninggalkan Darissa yang tampak sedang menahan tangisannya.

"Dar," panggil seseorang, Darissa mendongakkan kepalanya, ada Jaemin sudah berdiri dengan senyuman lebar menghiasi wajahnya.

Buru-buru Darissa menghapus sisa-sisa air matanya.

"Jaemin,"

"Mau ikut aku?" Tanya Jaemin tanpa basa-basi.

Kedatangan Jaemin selalu tepat. Disaat hati Darissa sedang lara, Jaemin adalah satu-satunya orang yang datang untuk kembali menghibur Darissa. Tapi entah mengapa, Darissa tidak bisa membuka dirinya pada Jaemin. Dan Jaemin tidak pernah terlihat keberatan sama sekali soal itu.

"Kemana?"

"Ayo ikut aja." Jaemin menarik tangan Darissa lembut. Terlihat perbedaan yang sangat menonjol saat beberapa menit lalu Jeno menarik tangannya sampai terasa sakit. Tapi saat Jaemin meraih tangannya, sangat jauh berbeda. Jaemin begitu lembut pada Darissa.

"Maaf, Jae. Tapi aku mau pulang. Aku naik bus aja." Ucap Darissa tiba-tiba ketika mereka sudah tiba di parkiran sekolah.

Hati dan pikiran Darissa sedang kacau. Ia tidak mood untuk berpergian kemana pun saat ini. Mungkin mengurung diri di dalam kamar seraya memutar lagu soft adalah hal yang sangat ingin dilakukan.

Jaemin mengangguk, kemudian dia memberikan helm pada Darissa.

"Aku antar."

-

Jaemin

|sudah makan?

Udah|

Jaemin

|ada tugas buat besok?

ada|

Jaemin

|ada kesulitan?

|biar aku bantu

nggak ada|

Jaemin

|baguslah

|jangan lupa istirahat

|selamat malam darissa

read

Kenapa Jaemin masih bertahan pada Darissa, bahkan terlihat jelas jika Darissa sangat tertutup dan dingin pada Jaemin. Hal tersebut membuat Darissa tidak mengerti, bahkan dia ingin sekali menyuruh Jaemin berhenti untuk perhatian padanya. Tapi rasanya tidak tega, di sisi lain Darissa merasa sangat bersalah jika sikapnya seperti ini pada Jaemin.

Yang dipikiran Darissa hanya satu, ia hanya ingin Jeno.

jeno|

aku kesulitan ngerjain tugas|

bantu aku|

Darissa memerika ponselnya berkali-kali menunggu balasan dari Jeno. Tapi sudah satu jam berlalu, Jeno tidak kunjung membalas pesan darinya juga.

Kesal. Padahal Jeno terlihat online, tapi sengaja untuk tidak membaca pesan darinya.

Akhirnya Darissa memilih untuk bangkit dari kasur, ia megambil jaket, memakainya asal. Kemudian mencari buku tugasnya untuk dikumpulkan besok, berharap Jeno mau membantunya mengerjakan malam ini.

Jarak rumah Darissa untuk ke rumah Jeno tidak terlalu jauh. Hanya berjarak kurang lebih 500 meter untuk tiba di rumah Jeno.

Tiba di depan gerbang rumah Jeno, Darissa langsung diperbolehkan masuk oleh penjaga rumah Jeno.

"Terima kasih." Ucap Darissa pada penjaga rumah Jeno.

Kemudian Darissa mengetuk pintu rumah Jeno, dan dibukakan oleh pembantu rumahnya -Bibi Kang-

"Jeno ada, Bi?" Tanya Darissa, kemudian Bibi Kang mempersilakan Darissa masuk dan duduk di ruang tamu, setelah itu Bibi Kang menaiki anak tangga untuk ke kamar Jeno yang ada di lantai 2.

Tidak lama kemudian, terlihat Jeno menuruni anak tangga satu per satu dengan langkah gusar.

"Gue harus bilang berapa kali ke elo sih?!" Ketus Jeno.

"Ajarin aku ngerjain tugas." Kata Darissa tanpa ragu. Ia berharap Jeno mau membantunya.

"Gue nggak ada waktu! Sekarang lo pergi." Usir Jeno dengan menunjuk pintu keluar. Dan tanpa menunggu jawaban dari Darissa, Jeno langsung menaiki anak tangga untuk masuk ke dalam kamar.

"Cepet pulang! Jangan sampai mama papa tau kalau lo ada di sini."

Dengan berat Darissa melangkah, ia keluar dari rumah Jeno, kemudian disusul oleh Bibi Kang yang sudah ada di dekatnya.

"Darissa, maafin Jeno, ya. Akhir-akhir ini Jeno berubah sejak main sama teman-teman barunya." Ucap Bibi Kang mencoba menenangkan Darissa.

Darissa tersenyum lembut, "Nggak apa-apa, Bi. Namanya juga anak laki-laki."

"Kamu hati-hati ya di jalan." Ucap Bibi Kang saat sudah mengantar Darissa sampai di depan gerbang.

"Iya, Bi. Aku pulang dulu, ya." Darissa tersenyum, kemudian langkah kakinya membawanya melangkah membelah trotoar di malam hari.

Beberapa puluh menit kemudian, Darissa tiba di depan rumahnya. Kedua matanya melihat sebuah motor terparkir sempurna. Darissa kenal motor tersebut. Motor yang ia naiki sore tadi saat pulang sekolah.

Dan lagi, Jaemin datang di saat yang tepat.

Darissa tidak dapat menahan air matanya lagi. Penghilatannya sudah kabur akibat derasnya air mata yang keluar dari pelupuk matanya. Dengan langkah sedikit berlari, Darissa memasuki rumahnya dengan keadaan wajah kacaunya.

Dan di sana ada Jaemin dengan senyuman tulusnya seperti biasa selalu menghiasi wajah tampannya.

Jaemin berjalan mendekati Darissa, didekapnya tubuh mungil Darissa yang bergetar akibat kerasnya menangis. Darissa menangis sejadinya dalam pelukan Jaemin, dan tidak dapat dibohongi lagi, Darissa terlihat lemah di hadapan Jaemin saat ini.

Dan satu hal yang perlu dicatat dalam kejadian malam ini,

Ini pertama kalinya Jaemin memeluk Darissa.

─── ∙ ~ε to be continue з~ ∙ ───

avataravatar
Next chapter