1 I Found You

Lima bulan sebelumnya…

Author POV

Dering ponsel yang sedari tadi mengganggunya akhirnya berhasil membuat Diandra bangkit dan dengan berat hati mengusap layar ponsel tanpa melihat siapa yang berada di sebrang telepon.

"Halo Dir." sapa seorang wanita di telepon.

"Hmm.." rasa kantuk yang teramat sangat membuat Diandra enggan membuka mata.

"Ya ampun, Dira. Ini masih jam tujuh malam dan kau sudah tertidur. Yang benar saja, Dir?"

"Duhh.. ada apa sih El, aku sangat lelah hari ini." Diandra mengeluh sambil mengacak rambutnya sendiri.

"Kau pikir aku tidak lelah harus mencari mantanmu setiap hari?" suara di sebrang telepon terdengar merajuk.

"El.. aku hanya mempunyaimu untuk membantuku." Kali ini Diandra menggosok kedua matanya yang terlihat memerah. Dia menatap ke meja cermin dan baru sadar kalau dirinya masih mengenakan seragam kerja.

"Iya deh iya. Aku hanya ingin melihat reaksimu jika aku bilang bahwa lokasi mantanmu sudah..."

"What!!? Elina, serius??" sontak saja Diandra membuka matanya lebar-lebar. Bola mata hitamnya berbinar-binar.

"Aku belum selesai Diandra sayang. Memang benar aku sudah tau mantan kamu dimana tap…" belum sempat Elina menyelesaikan kalimatnya, Diandra kembali memotongnya.

"Nah kan!! Ayolah El beritahu aku Adrian dimana, ya?" kali ini Diandra merengek seperti seorang anak yang minta dibelikan permen.

"Dir kamu udah makan belum?" tanya Elina.

"Tidak ada hubungannya dengan makan, El."

"Aku tunggu kamu di kafe biasa tiga puluh menit dari sekarang. Setelah itu baru aku kasih tau kamu." Elina terdengar tak mau dibantah.

"El.."

"Tidak ada bantahan, aku yang traktir." Elina langsung memutuskan sambungan telepon secara sepihak yang membuat Diandra kesal.

Mau tak mau, akhirnya Diandra mengganti seragam pelayan restoran yang ia kenakan. Cukup miris untuk seorang lulusan universitas luar negeri namun tak bisa melamar pekerjaan di perusahaan manapun.

Namun hal itu tak mengusiknya sedikitpun, akan ia tunjukkan kepada orang yang melakukan hal ini bahwa ia bukanlah wanita sembarangan yang akan menyerah dengan gangguan kecil seperti ini.

Cuaca malam yang cukup dingin membuat Diandra memilih jins panjang dengan kaos lengan pendek dan ditambah dengan cardigan panjang selutut untuk menutupi tubuhnya yang mungil.

Rambut panjangnya hanya ia kuncir ke belakang dengan rapi. Makeup yang sebelumnya masih menempel saat ia tertidur sudah terhapus dan menunjukkan wajah cantiknya yang murni. Setelah itu, ia hanya mengenakan bedak tipis dan langsung menyambar kunci mobil dan tasnya.

Tak sampai dua puluh menit Diandra sudah sampai di sebuah kafe yang sudah dijanjikan. Seorang wanita tomboy dengan rambut pendek sudah menunggunya di sebuah meja di pojok rruangan tersebut.

"Diandra!" panggil Elina melambaikan tangan kearah Diandra yang berdiri di pintu masuk.

Diandra langsung duduk tepat di hadapan Elina yang memandangnya dengan tatapan memuja.

"Kau sangat cantik bahkan tanpa makeup sialan yang harus kau pakai setiap bekerja."

"Apa lagi ini, El? Jangan bercanda, cepat beritahu aku dimana Adrian-ku." Ucap Diandra yang sudah tak sabar.

"Hoo.. Andrian-mu, well akan kuberitahu tapi kita harus makan dulu aku sudah lapar." Elina berkata seolah tidak tau kegelisahan yang dirasakan sahabatnya. "Lihat! Pesanan kita sudah datang, kau pasti suka." Ujarnya lagi.

Diandra mulai kesal pada Elina yang selalu saja menggodanya di waktu yang tidak tepat. Harusnya Elina mengerti apa yang ia rasakan saat ini.

"Ayolah Dir, kau harus makan dulu untuk menyiapkan tenaga, mungkin saja kau akan melompat kegirangan karena akan berjumpa dengan Adrian-mu."

Diandra sangat tau tak ada gunanya memaksa Elina berbicara sekarang, bahkan wanita di hadapannya sudah mulai memasukkan sepotong daging ke mulutnya. Akhirnya Diandra mulai makan karna sebenarnya ia belum makan malam dan merasa kelaparan.

Setelah menyantap semua hidangan di depan mereka, Elina memanggil pelayan untuk membersihkan meja mereka. Sekarang ia mulai memasang ekspresi serius di wajahnya.

"Ehm.. oke, Diandra. Dengarkan aku sampai selesai, ini cukup serius." Ucapnya membuka pembicaraan.

Diandra hanya mengangguk sebagai jawaban.

"Aku sudah menemukan keberadaan Adrian, tapi ia berbeda dengan yang kita kenal selama SMA."

"Maksud kamu apa, El? Aku tidak mengerti." Diandra mengerutkan keningnya.

"Dia berganti nama, maksudku sekarang dia dikenal dengan nama Aldrich Wetson. Dia ada di Australia, Dir. Lebih tepatnya di Sydney. Kalau kamu bertanya, aku juga belum tau pasti, yang pasti sekarang ini dia menjadi pemimpin di perusahaan Wetson Corp di Sydney. Dia menjadi salah satu pengusaha terkaya di sana dan dari informasi yang aku dapat.." Elina menghentikan kalimatnya.

'Dia sudah bertunangan.' Batin Elina namun ia tak sanggup melihat sahabatnya kecewa. "Dia itu terkenal dingin." Well sebenarnya Elina tidak tau hal ini.

Diandra hanya membulatkan matanya tak percaya, bagaimana mungkin Adrian yang ia kenal bisa berganti nama. Ingin rasanya ia menyangkal semua perkataan Elina namun suaranya tercekat.

"Dir, aku tidak akan menghalangimu mengejarnya. But you have to know, tidak mudah menemuinya, Dir. Dia pemimpin perusahaan elektronik terkenal dan pengawalnya tidak akan membiarkanmu menemuinya begitu saja. Untuk berjumpa dengannya di luar hampir mustahil."

Diandra masih tak tau harus berkata apa. Setelah menemukan suaranya yang menghilang, akhirnya ia berkata, "Kalau dia terkenal seperti yang kau katakan, mengapa sangat sulit untukmu menemukannya?"

"Adrian tidak meninggalkan jejak disini, Dira. Setelah itu dia berganti nama, tentu saja sulit." Jelas Elina berusaha memberi pengertian kepada sahabatnya.

Kelopak mata Diandra berkedip beberapa kali setelah ia selesai dengan pikirannya. Bagaimanapun, dia harus mencoba dan berjuang. Tak peduli akhir apa yang akan ia dapatkan dalam takdir hidupnya, walaupun mungkin saja ia akan kecewa untuk yang kedua kali.

Lagipula hatinya sudah patah sejak Adrian pergi dan semakin berdarah saat kematian kedua orang tuanya, sekalian hancurkan saja jika Adrian mau, Diandra tak perduli lagi.

"Kamu tau lokasi pastinya?" Tanya Diandra dan Elina mengangguk sebagai jawaban.

"Bantu aku buat jual mobil aku ya, El. Aku takut tabungaku tidak cukup." Tekadnya sudah bulat, tentu saja ia akan pergi ke Sydney.

"Hey.. Diandra I'm your friend, aku akan memberimu tiket untuk pergi kesana. Itu mobil kesayanganmu." Elina menggeleng pertanda tak setuju.

Mobil itu adalah satu-satunya yang tidak bisa dirampas oleh orang yang menipu orangtuanya karena Diandra membelinya atas namanya sendiri ketika di luar negeri dengan uang tabungannya. Selain itu, rekening pribadinya juga tidak bisa disita oleh mereka. Sebagai gantinya, mereka membuat Diandra tak diterima di perusahaan manapun.

"Aku sudah terlalu sering merepotkanmu, El." Bagaimanapun, Diandra masih merasa tak enak hati kepada Elina. Mereka tak terlalu dekat waktu SMA namun juga tak bermusuhan, hanya sebatas hubungan sebagai sesama anak dari keluarga kaya.

Disaat semua 'sahabat' kayanya meninggalkan ia karena sudah jatuh miskin, Elina datang mengulurkan tangan kepadanya tepat dua tahun yang lalu.

Elina yang sudah menjadi anggota intelijen Negara menawarkan bantuan yang bisa ia berikan. Saat itulah Diandra memintanya untuk mencari Adrian yang menghilang entah kemana, dengan senang hati Elina menyanggupi.

"No Diandra, aku tidak mau. Kalau kau mau aku akan menyimpan mobilmu di rumahku dan kau bisa menggunakan uangku."

Diandra merasa terharu atas ketulusan Elina yang tanpa batas. Perlahan matanya berkaca-kaca. Elina yang melihatnya langsung duduk di sebelah Diandra dan memelukanya erat.

"It's ok Diandra. Besok kau harus bersiap setelah itu pergilah ke rumahku lalu aku akan mengantarmu dengan mobilku agar tak ada yang mengikuti kita. Biarkan aku yang memesan tiketmu agar mereka tak bisa melacak kemana kau pergi, ok?" Diandra hanya mengangguk setuju.

Setelah sampai dirumah, Diandra tak bisa memejamkan matanya, ia sangat bahagia saat ini. Akhirnya penantiannya selama dua tahun ini tak sia-sia, sebentar lagi ia akan bertemu dengan pujaan hatinya yang telah lama menghilang.

Ia tak perduli fakta bahwa dulu Adrian memutuskannya begitu saja, mungkin Adrian punya alasan kuat melakukan hal itu. Lagi pula, setiap orang berhak menjelaskan bukan?

'Aku menemukanmu, Rian-ku.' batin Diandra sambil memejamkan matanya.

avataravatar
Next chapter