2 Darren Stanley

Walau Diandra memaksa, Elina bersikeras untuk tidak menerima uang Diandra sebagai ganti tiket pesawat yang ia bayar, maka dengan terpaksa Diandra menyerah.

"Nanti kamu tidak perlu mengirim uang ke rekeningku, El. Tabunganku masih lebih dari cukup." Ucapnya ketika mereka sampai di bandara.

Elina bersiap untuk membantah namun Diandra elanjutkan, "Kalau kau tetap mengirimnya aku akan kirim balik, bukan hal sulit."

"Baiklah, baiklah. Tapi ingat, kalau kau kekurangan uang kau bisa minta bantuanku." Ucap Elina.

"Iya, aku tahu." Balas Diandra.

Setelah masuk ke dalam bandara, Diandra melirik ke arah body and baggage scanner lalu mengumpat dalam hati. Ia merutuki kebodohannya sendiri, untung saja ia menyimpan 'benda itu' di dompetnya sehingga ia segera memutar otak dan mencari cara untuk membuangnya.

"El, aku ke toilet sebentar." Ucapnya.

"Ok, tapi jangan lama-lama."

"Baiklah." Jawab Diandra kemudian menambahkan, "tunggu aku disini saja

Sesampainya di toilet wanita, Diandra segera masuk ke dalam bilik dan membuka dompetnya. Tak butuh waktu lama untuk menemukan bungkusan plastik kecil di dalamnya. Kira-kira hanya berukuran segenggaman tangan.

Diandra segera membuka bungkusan tersebut dan menumpahkan isinya kedalam closet. Setelah membuka keran air ia juga membuang plastik tadi kedalam sana. Segera ia keluar dari bilik dan mencuci tangannya di depan wastafel lalu bergegas keluar dari toilet tersebut.

"Sorry, sedikit lama." Ujarnya pada Elina.

"Tidak kok, masih ada cukup waktu. Mau minum kopi denganku?" Tanya Elina.

"Baiklah." Balas Diandra tersenyum.

-----

Setelah acara perpisahan yang singkat dengan Elina, kini Diandra sudah berada di dalam pesawat. Setelah mematikan ponselnya dia segera tertidur. Demi Tuhan! Kopi yang ia minum beberapa menit yang lalu sama sekali tak mempengaruhinya.

Setelah beberapa jam penerbangan, Diandra terbangun oleh suara pemberitahuan bahwa pesawat akan segera mendarat.

Disinilah ia sekarang, duduk di depan bandara dengan tujuan yang belum pasti. Ia memang sudah berpijak di Sydney dan mengetahui alamat kantor Adrian, tapi saat ini sudah cukup larut dan seharusnya ia mencari tempat menginap.

Hembusan angin malam yang menusuk tak mengusik ketenangan Diandra. Keindahan malam cukup mengurangi lelah yang ia rasakan, namun tetap saja keindahan yang sesungguhnya baginya hanyalah Adrian.

Tiba-tiba saja seorang pria duduk di sebelahnya dengan jarak yang cukup dekat. Pria itu memulai percakapan ringan, awalnya Diandra biasa saja namun lama kelamaan ia mulai merasa jengah.

Tanpa disangka datang lagi seorang pria yang duduk di sebelah Diandra pada sisi lainnya, namun jaraknya tidak terlalu dekat.

"Where are you headed, miss?" Tanya pria tersebut sehingga memotong ucapan pria yang pertama.

"Eh.. mm.. entahlah, mungkin penginapan." Jawab Diandra takut.

"Aku sedang berbicara dengannya." Ucap pria pertama tidak suka.

"Perkenalkan aku Darren, aku bekerja di Stanley Security dan sedang menjalankan tugasku." Ucapnya tanpa menghiraukan pria yang pertama sambil menyodorkan sebuah kartu kepada Diandra.

Pria yang pertama mengetatkan rahangnya dan pergi dengan amarah di ubun-ubun.

"Thanks." Ucap Diandra dengan tersenyum.

"You're welcome." Jawabnya. "Mau kuantar mencari penginapan?" tanyanya lagi.

Diandra hanya mengernyitkan keningnya bingung.

"Jangan takut padaku, kartu perusahaan itu asli. Hanya saja aku tidak membawa id card milikku." Darren terkekeh kecil melihat kerutan di kening Diandra.

Melihat matanya saja, orang lain bisa menebak bahwa Darren tidak berbohong. Entah mengapa Diandra yakin bahwa pria di depannya adalah orang baik. Walau sebenarnya Diandra cukup buruk dalam menilai orang lain.

"Baiklah, aku ikut denganmu." Ujarnya dengan yakin.

'Wajahnya tidak seperti orang jahat, cara bicaranya juga berbeda dari pria yang tadi.' Diandra membatin.

-----

Tanpa keraguan sedikitpun, Diandra mengaku bahwa dia akan melamar pekerjaan di Wetson Corp sehingga ia meminta untuk diantar ke apartemen terdekat.

Karena waktu sudah sangat larut, Darren menyuruh Diandra menginap di hotel untuk malam ini dan berjanji akan mengantarnya ke apartemen terdekat besok hari.

Setelah menghabiskan waktu sekitar empat puluh menit, sampailah mereka di sebuah hotel yang cukup mewah namun belum terbilang elite. Darren tidak bisa membiarkan Diandra curiga dengan membayar tagihan kamar Diandra, maka ia memilih hotel yang lebih sederhana karena Diandra mengatakan bahwa uangnya terbatas.

Setelah turun dari Audi silver milik Darren, waktu telah menunjukkan pukul setangah dua dini hari. Audi silver itu tampak menakjubkan di bawah cahaya bulan sehingga Diandra berfikir apakah semua orang yang bekerja disana adalah orang yang kaya raya.

Tak butuh waktu lama bagi Diandra untuk check in. Setelah menerima kunci kamarnya, dia segera menuju lantai kamarnya sedangkan Darren mengaku masih mempunyai urusan dan bergegas pergi setelah meminta nomor ponsel Diandra.

Sesampainya di kamar hotel, Diandra meletakkan kopernya di lantai kamar secara asal dan menghempaskan tubuhnya dia atas kasur yang empuk. Semenit kemudian ia telah sampai ke alam mimpi.

Keesokan harinya, Diandra terbangun pukul sebelas siang dan merasa kelaparam. Ia terkejut melihat notifikasi panggilan tak terjawab dan pesan yang belum dibaca. Semuanya dari nomor tak dikenal yang sama, tentu saja Darren.

Setelah membalas pesan singkat Darren, ia menerima pesan balasan bahwa Darren akan datang pukul setengah satu untuk mengajaknya makan siang.

Setelah mandi dan berendam, Diandra menggulung rambutnya keatas sehingga menampakkan leher jenjangnya yang mulus. Dia memilih blouse tosca longgar dan jeans putih panjang sehingga menampilkan sosoknya yang mungil. Tak butuh riasan yang tebal untuk wajah cantiknya.

Darren datang dan menekan bel dengan santai, menunggu sebentar sebelum seorang di balik pintu membukanya lalu untuk sesaat terpana melihat orang tersebut.

Entah darimana, muncul dorongan kuat dalam dirinya untuk melindungi gadis kecil di depannya. For the God! Diandra berumur dua puluh lima tahun.

'Sadarlah, Darren. Kau sudah punya kekasih!' suara batin Darren berteriak.

Sedetik kemudian Darren menormalkan raut wajahnya dan membawa Diandra meninggalkan hotel untuk menuju sebuah restoran barat.

Setelah acara makan siang yang cukup tenang, mereka kembali ke hotel untuk mengambil barang bawaan Diandra kemudian segera menuju apartemen yang telah dijanjikan oleh Darren sebelumnya.

Sesampainya di sebuah apartemen yang cukup besar, Diandra langsung jatuh cinta pada suasana sekitar yang tentram dan sejuk. Tempat ini begitu rapi dan nyaman sehingga ia merasa akan betah selama tinggal disini. Diandra hanya tidak tau bahaya apa yang mengintainya di tempat ini.

avataravatar
Next chapter