webnovel

Tak Semudah itu

"Gue paling anti sama cowok ganteng, tajir, populer kayak lo! Mending lo Physical Distancing deh sama gue!"

Ketika kalian jatuh cinta, sudah pasti sepaket dengan sakit hati. Laki-laki berpaling karena mata dan perempuan beralih karena hati.

Ketika kalian jatuh cinta, si jenius pun akan tunduk. Otaknya akan diperas hingga tidak berfungsi, semua yang realistis akan berubah menjadi khayalan semata, tingkahnya pun seperti orang idiot. Namun, apa yang terjadi dengan si bodoh yang merasakannya?

Ketika kalian jatuh cinta, dunia bagaikan negeri dongeng. Tapi jangan sangka, dalam sekejap semua bisa tampak gelap. Kebahagiaan yang kalian pikir akan selamanya menyelimuti hubungan akan hilang dalam satu kibasan, kemudian diganti dengan pengkhianatan. Yang awalnya diukir dengan senyuman berakhir dengan tangisan, semua rencana yang sudah tersusun dalam jurnal akan hanya menjadi janji yang entah kapan akan ditepati.

Jika kalian jatuh cinta, ingatlah! Semua hanya tipu daya. Mendekati tanpa adanya tujuan sama saja seperti menguras lautan. Kamu harus menyelam lebih dalam untuk mengetahui dasarnya, tapi ingat semakin dalam kamu menyelam semakin sesak dan kamu akan kesulitan untuk bernafas.

*****

"Itu tuh yang namanya Mawar," tunjuk Dirga ke arah perempuan yang sedang fokus dengan buku di depannya.

Terlihat seorang gadis sedang membalikkan satu halaman pada buku yang dibacanya, tangan yang satu lagi digunakan untuk menopang dagunya. Ia seperti bosan dengan apa yang ia baca.

Jingga mengangguk mengerti. Ternyata itu adalah cewek yang mengirimnya surat teror kemarin. Ia tidak menyangka, perempuan seperti itu bisa menulis kata-kata iblis yang membuatnya naik darah. Bukan hanya sekali, tapi ini sudah ketiga kalinya Jingga mendapatkan surat tersebut. Untungnya ada saksi mata yang melihat perempuan itu menyelipkan sepucuk surat di lokernya.

Kata Saksi mata itu, Mawar sering ke perpustakaan saat istirahat. Jadi, Jingga dan Dirga menyusulnya.

Dan perempuan itu ada di depan mata Jingga.

Kenapa bisa Mawar yang jadi tersangka? Karena surat teror itu memiliki warna yang berbeda dengan surat-surat cinta dari penggemar Jingga. Surat itu diamplopi dengan amplop berwarna merah menyala, sama seperti dengan apa yang dilihat oleh saksi mata. Jingga tidak bisa tinggal diam, ia harus memberi pelajaran untuk orang yang sudah berbuat seperti itu.

"Lo yang namanya Mawar?" tanya Jingga. Ia berdiri di belakang Mawar. Tangannya sekali menepuk meja hingga menimbulkan suara bising. Bu Erna yang bertugas di bagian perpus sempat mendesis memberi peringatan pada laki-laki.

Yang ditanya tidak merespon apa-apa. Dia tetap membaca buku di hadapannya. "Heh, kalo ditanya itu jawab!" marah Jingga. Perempuan itu hanya melihatnya sekilas lalu kembali fokus pada bukunya. Kesal, itu yang dirasa Jingga saat ini. Laki-laki itu mengambil buku yang Mawar baca dan menutupnya.

"Mau lo apa sih?" sewot Mawar.

"Jawab pertanyaan gue," balas Jingga tak kalah sewot.

"Emang lo nanya apa?"

"Lo budek ya? Jelas-jelas tadi gue nanya tepat di kuping lo, lo gak dengar?"

"Nggak."

"Huh, gue paling gak suka ya ngulang kata-kata gue dua kali." Jingga berusaha tenang. Ia sudah mendapatkan peringatan dari Bu Erna, jangan sampai dirinya diusir karena membuat kegaduhan. "Sekali lagi gue tanyatanya, lo yang namanya Mawar?"

"Bukan," elak Mawar.

"Gak usah bohong deh Lo!" tuduh Jingga.

"Darimana lo tahu gue bohong? Lo aja gak tahu kan nama gue?"

"Heh, lo pikir gue bego apa? Tuh name tag lo tulisannya Mawar Artistiya Diva. Masih mau ngelak kalo nama lo bukan Mawar?"

"Iya lo bego, banget malah!" tegas Mawar.

"Udah tahu nama gue Mawar, masih tanya aja."

Gadis itu merebut kembali buku yang diambil Jingga, kemudian pergi dari hadapan laki-laki itu. "Eh, gue belum selesai ngomong!" Jingga hendak menahannya, namun langkah kaki Mawar sudah jauh.

Detik kemudian, Dirga datang sambil menahan tawanya, melihat baru kali ini ada perempuan yang berani memaki Jingga, cowok dengan sejuta pesona di mana para gadis akan bertekuk lutut hanya dengan menatap matanya.

"Gak usah di jelek-jelek in tuh muka. Muka lo udah jelek," kesal Jingga.

"Hahaha, baru kali ini gue liat ada cewek yang berani sama lo," ledek Dirga. "Hampir tiga tahun lo sekolah di sini, akhirnya ada juga cewek yang berani marahin lo kayak tadi. Salut gue sama dia."

"Berisik lo."

"Tapi serius. Ini rekor, dia pantas untuk di nobatkan sebagai orang pertama yang berhasil maki-maki lo, Jingga."

Tak ingin mendengar ocehan Dirga lebih lama lagi, Jingga memutuskan untuk pergi dari sana. Sahabatnya itu memang bawel, meskipun berjenis kelamin laki-laki tapi hobi gibahnya sudah melekat sampai ke ubun-ubun.

Jingga mengeluarkan secarik kertas dari kantong celananya. Itu adalah surat teror yang di kirim Mawar kemarin, isinya sangat kejam. Tulisan-tulisan itu memakinya dengan kata-kata yang tidak pantas. Jingga meremas surat tersebut, ia bersumpah akan memberi pelajaran pada cewek yang bernama Mawar itu. Dendamnya sudah ada bahkan di hari pertama pertemuan mereka

*****

"Mawar, lo darimana aja?" tanya Keshya.

Ketika hendak masuk ke kelas, Keshya menghadangnya. Mawar menatap Keshya bingung. Ada apa mencarinya?

"Gue dari perpus. Minjem buku RPUL, lo tahu kan gue ketinggalan pelajaran tentang BAB Kedaulatan. Meskipun gue benci sama Sejarah dan Politik, mau gak mau gue harus belajar biar nilai gue gak kurang."

"Oooh, lo di perpus. Tadi Ka Aldo nyariin lo, Gak tahu kenapa katanya lo disuruh ke ruangan OSIS."

Ah, paling dia mau mohon-mohon lagi supaya gue masuk OSIS. Setelah mendapat laporan dari Keshya, gadis itu berjalan memasuki kelas tanpa menghiraukan ucapan Keshya.

"Mawar, lo gak ke ruang OSIS?" tanya Keshya menyusul Mawar.

"Gak. Ngapain?" jawab Mawar datar.

"Lo di panggil sama Ka Aldo!"

"Terus?"

"Ya lo harus temuin dia di Ruang OSIS sekarang…"

"Harus banget ya?"

Keshya menggertakkan giginya. Ia gemas dengan sikap Mawaryang selalu saja begini.

Menyepelekan sesuatu, tidak peduli dengan sekitar, juga bersikap dingin dengan cowok sekeren Aldo. Keshya sering memegang kening Mawar takut-takut gadis itu sedang sakit atau terkena demam. Namun, suhu badannya normal. Tapi, tetap saja Keshya heran, kenapa Mawar sebagai apatis itu dengan Aldo?

"Mawar, yang manggil lo tuh Ka Aldo, War. Cowok terpopuler di sekolah ini. Lo tahu gak berapa cewek yang pingin ketemu langsung sama dia itu berapa? Ratusan! Dan sekarang, lo dikasih kesempatan buat ketemu sama dia. Berdua!"

"Aduuuh, Keshya apaan sih?" risih Mawar duduk di kursinya. "Udah deh gak usah lebay."

"Siapa yang lebay sih Mawar? That's true. His choice you!"

"But, I don't care."

*****

Next chapter