"Braaaakkk"
Sampai di markas, Khalid menumpahkan semua kekesalannya dengan meninju meja kayu hingga hancur. Ia benar-benar kecewa dengan kinerja anak buahnya. Ia sama sekali tidak bersuara. Setelah ia menghancurkan meja kayu di ruang tamu, ia bergegas melangkah menuju kamarnya. Ia segera merebahkan tubuhnya dan mencoba memejamkan mata namun bayang-bayang kegagalannya masih mampu menunda keinginannya.
Ia segera bangkit dan melangkah ke kama mandi dan mencoba mengguyur tubuhnya di bawah shower. Pikirannya kalut. Ia meremas rambutnya, menyadari kesalahan terbesar yang pernah ia lakukan selama ini. selalu memaksakan kehendaknya sendiri tanpa mempertimbangkan perasaan orang lain.
Khalid menyadari bahwa selama ini hidupnya sama sekali tidak bermakna. Ia selalu ingin menang sendiri dan tidak ingin orang lain melebihi kualitasnya. Sesuatu yang sangat ia banggakan adalah ketika dia mampu mengungguli rival-rivalnya dalam mencapai sesuatu. Khalid menggeleng. Ia mengenang semua hal. Mengingat Amira dan beberapa wanita yang sudah meninggal karena keegoisannya.
"Apakah aku penyebab kematian Mutia dan mantanku yang lain? Mengapa mereka meninggal secara tragis justru ketika mereka berada di sebelahku? Dalam naungan nama bersar seorang Khalid Syah ? Padahal saat mereka tidak bersama nama besarku, mereka aman-aman saja tanpa masalah."
Khalid menganalisa bahwa semua peristiwa bukanlah kebetulan dan kecelakaan murni semata. Ia yakin ada yang menyabotase hidupnya namun ia sama sekali tidak pernah memikirkan hal itu. sadar dengan kesalahaannya, akhirnya Khalid menyudahi kegiatan mandinya. Ia segera memakai handuk dan melilitkannya di pinggang lalu melangkah keluar menuju ruang ganti.
Khalid melangkah keluar kamar setelah penampilannya rapi. Ia arahkan kaki menuju dapur dan mengambil beberapa buah dari lemari pendingin. Setelah mencuci dan memotong, ia kembali ke kamarnya. Ia menyalakan televisi dan melihat berita nasional yang sedang menyiarkan kehebohan yang terjadi di sekitar wilayah Yogyakarta.
Dia masih sibuk mengubah ubah channel ketika tiba-tiba Andi datang dan menghampirinya dengan wajah yang sangat kusut. Ia pandang sahabat sekaligus asistennya. Tanpa menunggu perintah untuk duduk, Andi mendaratkan pantatnya di sofa di hadapan Khalid.
"Aku minta maaf atas kegagalanku yang kedua kali."
Khalid mengangguk. ia tahu ada penyesalan yang teramat sangat melihat anak buahnya terhadap kegagalan yang sudah ia lakukan. Ia mencoba menetralisir suasana dengan menyodorkan potongan buah ke hadapan Andi membuat Andi terpana.
"Kau tidak marah padaku?"
Khalid menggeleng. ia ingin tertawa melihat reaksi Andi saat ia menyodorkan buah yang sedang dimakannya. Reaksi yang sebenarnya sangat tidak ia inginkan.
"Awalnya aku marah dan ingin menggorok lehermu. Tapi mengingat jasamu, aku menjadi tidak tega."
Andi menunduk. kata-kata Khalid membuat dia lebih waspada. Ia tahu ia sedang mengulur waktu dan akan memberikan tugas baru yang mungkin lebih sulit untuknya. Ia membuang nafas kasar, membuang frustasi yang sejak tadi sudah ia rasakan.
"Apakah ada tugas baru untukku?"
Sekali lagi Khalid menggeleng. ia masih belum ingin membuat masalah setelah hatinya merasa tenang. ia ingin istirahat dan refreshing namun ia tidak tahu harus melakukan apa. Hidupnya yang monoton selama ini tidak pernah memberinya pilihan apapun.
"Aku ingin refreshing"
Andi terpana. Mulutnya menganga lebar. Ia terlalu kaget dengan perubahan spontan yang terjadi pada Khalid.
"Apakah ada masalah besar yang membuatmu ingin refreshing?"
"Tidak"
"Baiklah, bagaimana kalau kita berenang?"
"Tidak"
"Berburu?"
Khalid menatap ke Andi yang menawarkan untuk berburu. Ia tertarik namun ia tidak yakin kalau di Yogyakarta ada tempat yang aman untuknya berburu. Yang ia tahu semua kawasan hutan dilindungi pemerintah dan siapapun dilarang memburu satwa di hutan.
"Apakah kau sakit?"
"Tentu saja aku sehat, Tuan. Aku menawarkan untuk berburu karena aku sudah tahu tempat paling aman untuk memburu hewan buruan."
"Tidak Andi, please jangan ganggu satwa. Aku tidak mau. Mereka dilindungi pemerintah dan kita wajib mendukungnya agar mereka tidak punah.Aku hanya butuh betemu dengan Amira dan mengetahui jati dirinya. Dia sudah membuat aku benci setengah mati."
Andi terpana mendengar kenyataan bahwa Khalid mengutus dirinya untuk mengejar Amira bukan karena cinta tapi karena kebencian. Ia sama sekali tidak mengerti bagaimana jalan pikiran tuannya. ia mendesah, lalu mengusap kepalanya. Beberapa menit kemudian, Andi menelungkupkan kepalanya di meja membuat Khalid penasaran. Khalid memperhatikan Andi. Tangannya yang memakai kaos lengan pendek nampak memar seperti baru saja kena tinju. Ia mngernyitkan dahinya dan mencoba menganalisa seberapa hebat pertarungan yang baru saja Andi hadapi saat dirinya pergi kemarin.
"Lukamu apakah sudah kau obati?"
Andi mengangkat kepalanya dan memandang Khalid lalu menggeleng. ia sama sekali tidak berminat untuk mengobati luka memarnya. Biasanya memar akan bertahan lama dan tidak memerlukan obat sama sekali. Ia ingin fokus pada mencari Amira, gadis yang membuat Khalid penasaran karena ia yakin Khalid mencintainya.
"Tidak perlu obat, Tuan. Aku yakin akan segera sembuh."
"Ok, kalau seperti itu. sekarang ceritakan padaku siapa yang menolongmu?'
"Mawar Jingga'
"Mawar Jingga? Apakah dia seorang wanita?"
"Iya, Tuan. Dia benar-benar hebat luar biasa. Dia bisa bersalto setinggi tiga meter dan menghilang dalam waktu yang sangat cepat."
"Apakah kau bisa melihat wajahnya? Kemana dia pergi dan dari mana dia berasal?"
Andi menggeleng. ia menyesalkan kebodohan yang sudah ia lakukan. Ia tidak pernah mewaspadai kehadiran seorang bernama Mawar Jingga. Ia juga sama sekali tidak tahu kemana di pergi. Ia hanya fokus pada rasa sakit yang ia rasakan. Selebihnya, ia teledor.
"Lalu bagaimana kau bertanggung jawab padaku atas kegagalanmu mengejar Amira?"
"Entahlah, Tuan. Saat aku mengejar Amira, aku bersemangat seakan aku akan membawanya pada Tuan dan menjadikannya sebagai wanita kesayangannya. Kalau aku tahu dia akan kau benci, aku pasti akan mengerahkan anak buahku untuk mengepungnya."
"Kau hentikan pencarianmu pada Amira. Sekarang aku justru fokus pada Mawar Jingga. Kalau kau bisa mempertemukan aku dengannya, aku pastikan aku akan mengampunimu atas kegagalan yang sudah kau lakukan."
"Tuan, a-aku justru takut sekarang."
Khalid memandang wajah Andi yang memang berubah pucat saat dirinya meminta untuk mengejar Mawar Jingga. Hal ini membuat Khalid semakin penasaran mengapa Andi lebih memilih mengejar Amira daripada mengejar Mawar Jingga.
"Aku akan membunuhmu kalau kau menolak permintaanku."
"Bukan menolak, Tuan. Tuan hanya belum pernah bertemu dengan wanita bernama Mawar Jingga. Kalau Tuan sudah bertemu dengannya, aku yakin Tuan akan memilih untuk melupakan wanita itu."
"Apakah dia semenyeramkan yang kau katakan? Wajahnya jelek dan kau ketakutan?"
"Bukan"
"Lalu? Apa yang membuatmu takut? Dia hanya gadis biasa sebagaimana gadis lainnya, yang berbeda adalah dia mengusai ilmu bela diri dan kau juga sama. Kalau kau mau sedikit menggunakan ilmu bela dirimu, aku yakin kau pasti bisa menaklukkannya."
"Aku lemah, Tuan. Aku sama sekali bukan tandingannya."
Khalid menarik nafas dalam. ia benci penolakan. Apapun yang ia inginkan, ia ingin sekali orang lain bisa mengabulkan. Entah apapun keinginannya.
"Lalu bagaimana tugas mengejar Amira? Apakah tetap aku lakukan?'