2 Two

Valie keluar dari kamarnya di mansion besar milik Mave. Beberapa pelayan yang menyadari kehadirannya segera menunduk sembilan puluh derajat, memberikan hormat kepada 'permaisuri' di sini. Perempuan itu meringis kecil, "Tidak perlu terlalu formal padaku. Aku bukanlah Maverick yang gila hormat dan otoriter,"

"Coba ucapkan sekali lagi kalimat yang barusaja kau katakan," Mave berdiri tak jauh dari sana. Masih dengan toxedo hitam yang justru membuat lelaki itu terlihat semakin menawan.

"Apa? Kau ingin mendengar lagi aku yang menyebutmu gila hormat dan otoriter?" balas Valie remeh.

Mave tampak menghela napas panjang, mencoba bersabar, namun perempuan di hadapannya agaknya selalu membuat emosi lelaki itu mendidih dengan mudah. Maka dengan nyaris tanpa suara, Mave menarik pelatuk pistolnya. Suara tembakan terdengar bergema, beberapa pelayan di sana mematung, patah patah menatap Valie. Perempuan itu masih baik baik saja. Tembakan Mave meleset mengenai tembok di belakang Valie.

"Aku tau kau masih sangat mencintaiku sehingga tidak cukup tega untuk menembakku," Valie terkikik, mendekat ke arah kekasihnya sebelum memberikan kecupan kecil pada rahang sang lelaki, "Tenang saja aku juga mencintaimu,"

"Bisakah kau berhenti mengatakan kata kata menjijikan itu?" Mave memutar bola matanya malas sedang Valie buru buru menggeleng.

"Jangan cegah aku melakukan apa pun yang aku inginkan. Termasuk mencintaimu,"

"Akan ku bunuh kau sekarang juga,"

"Maka aku yang akan terlebih dahulu membunuhmu," jawab Valie santai, menggandeng lengan Mave seraya tersenyum lebar, "Mari kita lihat bagaimana reaksi Brandon ketika melihat Mave si culun yang selalu ia bully dulu adalah seorang Davidson,"

"Mister Maverick, Brandon sudah menunggu anda," Daniel, asisten pribadi Mave berujar, menyempatkan menunduk hormat terlebih dahulu, "Miss Valerie senang melihat anda kembali,"

"Aku juga senang melihatmu lagi Daniel. Bagaimana kabarmu? Oh astaga kau terlihat semakin tampan," seru Valie seraya tersenyum lebar, sontak mengundang tatapan tak senang lelaki di sampingnya.

"Apa apaan itu?"

Valie segera menoleh, menatap tidak mengerti ke arah Mave, "Apa maksudmu apa apaan?"

"Kau memuji Daniel?"

"Ya. Itu faktanya. Dia memang semakin tampan," jawab perempuan itu dengan nada santai, tanpa menyadari aura membunuh benar benar menguar dari tubuh lelaki di sampingnya.

"Kau ingin mati?"

"Ya. Suatu saat nanti jelas aku akan mati," Valie tersenyum remeh, "Daniel terlihat akan memperlakukan aku lebih baik dibandingkan dirimu bukan Mave?" tanyanya jenaka tanpa menyadari Daniel sendiri sudah berkeringat dingin saking takutnya pada Mave.

"M-mister..,"

"Sebentar biar aku selesaikan urusanku dengan setan kecil ini," potong Mave, menatap tajam sosok Valie yang sama sekali tidak terlihat gentar, "Valerie Davidson,"

"Valerie Helen," perempuan itu mengoreksi.

"Kau harus memikirkan sesuatu dahulu sebelum berkata, Valie,"

"Aku selalu berpikir sebelum mengatakan sesuatu,"

"Lalu apa yang kau pikirkan saat kau mengatakan hal seperti itu," Mave melipat tangannya di depan dada dengan sebelah tangannya masih menggenggam pistol kesayangan miliknya.

Valie terkekeh, menyibak sedikit dress yang ia kenakan sebelum mengeluarkan sebuah pistol di baliknya, "Satu sama,"

"Apa yang kau inginkan Valerie Helen,"

Perempuan itu tersenyum puas, mendekat untuk mengikis jarak keduanya sebelum berbisik kecil, "Bagaimana dengan menari?"

"Huh?"

"Dance with cigarette, and champagne sound good, right?"

Mave menyeringai, mencengkram rahang Valie, membawa gadis itu untuk mendongak menatapnya, "How about cigarette and your lips, babe?"

"Sound good. Kita bisa mencobanya," balasnya sebelum melayangkan sebuah pukulan tepat di wajah Mave yang sontak membuat lelaki itu melepaskan cengkramannya.

Valie tersenyum menawan, menyempatkan diri membenahi penampilannya yang sedikit acak acakan karena ulah Mave, "Kita harus pergi sekarang Mave,"

Sang empunya nama mendengus keras, namun memilih tidak menanggapi ucapan Valie, lelaki itu memindai penampilan perempuan di hadapannya, dress hitam sepanjang paha, dengan belahan rendah di padukan dengan liontin berlian berwarna merah, dan rambut yang di gerai memberi kesan cantik nan mewah pada Valie, "Ya, kita harus berangkat sekarang,"

Valie mengangguk, menyelipkan pistolnya pada tuxedo milik Mave sebelum menggandeng lengan sang kekasih, berjalan dengan penuh kharisma keluar dari mansion mewah tersebut.

Sepeninggal pasangan itu, Daniel segera memegangi dadanya, bernapas begitu lega setelah saat saat yang begitu menegangkan dalam hidupnya, "Mister Daniel, bolehkah aku bertanya sesuatu?" seorang pelayan memberanikan diri untuk bersuara.

Lelaki dua puluh lima tahun itu menoleh dan lantas mengangguk, "Katakan,"

"A-apa Mister Mave dan Miss Valie benar benar sepasang kekasih?" tanya pelayan itu, takut sekali.

"Awalnya aku juga berpikir demikian. Tapi, ya, mereka benar benar sepasang kekasih. Kalian hanya jarang melihat mereka bersama sama," jawab Daniel santai, "Seperti itulah mereka menunjukan cinta satu sama lain,"

***

Di dalam mobil Mave, Valie tampak sibuk dengan ponselnya. Perempuan itu sesekali terkikik kecil entah karena apa alasannya. Mave lantad mendengus keras, "Kau terlihat seperti seorang dengan kelaianan mental,"

"Huh?" Valie menoleh, menatap Mave yang fokus pada jalanan di hadapannya, "Ya. Aku sudah gila. Gila karena mencintaimu,"

"Aku sudah katakan berkali kali untuk berhenti mengeluarkan kalimat menjijikan seperti itu," jawab lelaki itu datar.

Valie kemudian mengangguk, "Baik. Aku tidak mencintaimu. Tolong akhiri hubungan ini. Aku tidak akan pernah menjalani hubungan tanpa cinta,"

"Kau punya keberanian untuk mengatakan hal itu?" Mave menggertakkan giginya, segera menepikan mobilnya hanya untuk menoleh menatap Valie yang sibuk memainkan kuku kukunya.

"Apa?" perempuan itu ikut menoleh, "Kau melarangku untuk mencintaimu. Baiklah aku berhenti mencintaimu dan mari akhiri hubungan ini,"

"Kau gila?"

"Tidak,"

Mave menarik napas panjang, menarik tubuh Valie hingga perempuan itu berada dalam pangkuannya sebelum memeluk erat tubuh itu, "Tolong jangan pernah mengatakan kau akan mengakhiri hubungan ini Valie,"

"Kau menyebalkan," Valie bergumam, menyandarkan kepalanya pada bahu sang kekasih.

"Kau tau aku mencintaimu,"

"Ya,"

"Jangan berhenti mencintaiku,"

"Kau terlihat muak,"

"Tidak. Hanya, aku bingung bagaimana meresponmu. Ini pertama kali bagiku Valie,"

"Aku tahu. Untuk orang orang bertempramen sepertimu, itu jelas sulit sekali," jawab Valie, balas memeluk tubuh Mave yang jauh lebih besar darinya, "Aku hanya bercanda. Aku tidak akan pernah berhenti mencintaimu Mave,"

"Terimakasih," Mave tersenyum, mengusap surai gelap kekasihnya sebelum mencium kening gadisnya, "Terimakasih untuk tetap bertahan,"

Valie tersenyum simpul, lantas mengangguk, "Cukup jangan tinggalkan aku. Dunia ini terlalu payah untuk seorang yang lemah sepertiku. Kehilangan cinta mungkin benar benar akan membunuhku,"

"Aku berjanji," balas lelaki itu, "Kau tahu, aku bukanlah seorang yang selalu mengingkari kata kataku,"

"Aku tahu," Valie terkekeh, mencium rahang Mave sebelum kembali memeluk tubuh lelaki itu, menyandarkan kepala pada bahu sang kekasih seraya memejamkan mata, "Aku ingin pagi nanti melihat matahari terbit di balkon bersamamu,"

"As you wish, my lady,"

avataravatar
Next chapter