1 Bab 1: Hari Itu

Aku masih terpaku di depan layar komputer. Hening. Aku menjambak rambutku kemudian bersandar pada kursi. Aku mendongak memandangi langit-langit perpustakaan. Sebenarnya langit-langit itu bercat putih karena ku lihat ada beberapa bagian yang masih tampak putih. Sisanya kuning keemasan karena dimakan waktu. Ku pejamkan mataku sejenak.

Hampir dua jam aku duduk di sini. Beradu pandang dengan komputer perpustakaan. Layar putih itu masih tetap kosong. Aku tidak punya komputer apalagi laptop. Rental komputer adalah tempat favoritku karena di sana aku bisa mengerjakan segala rupa tugas dari dosen. Namun, setelah perpustakaan universitas menyediakan beberapa komputer di ruang depan aku pun beralih. Lumayan, bisa menghemat beberapa ribu rupiah. Biasanya aku menghabiskan minimal sepuluh ribu rupiah di rental komputer. Aku terbiasa mengetik dengan cepat agar bisa mengerjakan beberapa tugas sekaligus. Oleh sebab itulah aku sangat terbantu dengan komputer di perpustakaan ini dan karena tidak berbayar itu pula aku masih sempat memejamkan mata saat ini. Ya, pikiranku buntu tanpa inspirasi.

"Woi!" aku menoleh, tampak dua wajah yang sangat ku kenal. Aku hanya melambai pelan. Salah satu dari mereka mengangkat tinggi sebuah kantong plastik putih.

"Asyik!" kataku.

"Ayo!" dia yang membawa kantong plastik memberi isyarat padaku untuk mengikutinya. Segera ku matikan komputer, ku ambil tas yang tersampir di kursi. Aku mendatangi mereka dengan wajah sumringah. Ku rangkul keduanya. Kami bertiga berjalan sambil bersenda gurau gembira.

"Asli, buntu!" kataku sambil mengunyah pisang goreng.

"Sudah sampai mana?" tanya Jeni.

"Judul saja belum dapat," jawabku sambil mencomot pisang goreng ketiga.

"Googling, dong!" sahut Gera.

"Sampai sekarang belum dapat yang cocok, enggak ada geregetnya," sahutku lagi. Kami bertiga duduk di taman yang berada di samping perpustakaan. Di bawah pohon rindang nan nyaman dengan ditemani sekantong gorengan. Di saat- saat seperti ini kehadiran mereka berdua sangat berarti. Pemikiran mereka selaras dengan pemikiran ku terkadang juga bisa berbeda. Namun, hingga detik ini kami masih bersahabat.

Jeni, satu jurusan denganku. Dia yang paling tenang dan kalem di antara kami bertiga. Hal yang paling aku kagumi darinya adalah dia selalu bisa berpikir melalui perspektif yang berbeda. Dia tahu betul kapan harus diam dan kapan harus bicara. Gera, berbeda jurusan dengan kami berdua tapi kami sangat cocok. Terkadang dia sangat tenang kadang kala dia sangat sibuk, berisik, dan menyebalkan. Namun, di luar itu semua dia sangat kreatif dan penyayang. Aku adalah sumber masalah. Aku bicara kapan pun aku mau dan apa pun topiknya. Suaraku keras, kerjaku lamban, dan pelupa. Kami adalah mahasiswi semester akhir di sebuah universitas di kota ini. Kami berasal dari luar daerah, kurang lebih lima jam perjalanan dari kota besar ini. Kami berasal dari kabupaten yang sama tapi baru dipertemukan di kampus ini. Hari itu adalah hari di mana aku harus menyelesaikan tugas akhir dan mengirim cerpen ke sebuah surat kabar. Aku berusaha mencari uang tambahan dengan menjadi penulis. Aku kosong tanpa ide tetapi hari itu, perbincangan itu, awal semuanya.

avataravatar