2 Struggle Living

"Ayah.."

"Apa?"

"Bisakah pertunangan kami dibatalkan?"

"Apa maksudmu?"

"Pertunanganku dengan Jerome, tidak memberikan keuntungan apapun bagi perusahaan. Lagipula aku dengar, CEO Grup Mong-Ji adalah pria yang sempurna untuk dijadikan menantu sekaligus mitra perusahaan."

Pembicaraan yang berisik itu sungguh menggelitik telinga Ni'er. Pasalnya, masih segar diingatannya bahwa, semenjak SMA, Lu An selalu memuja Jerome, melekat terus-terusan bahkan saat pria itu masih duduk sebagai General Manager. Lu An begitu menggilai pria itu karena pikiran belianya begitu ingin mendapatkan status sebagai Nyonya CEO Grup Lim.

"Apakah kau tidak memiliki harga diri sama sekali?"

"Kenapa ayah berkata begitu? Aku melakukan ini juga untuk kebaikan perusahaan."

"Jika memang begitu, mulailah bekerja di perusahaan sesuai ilmu mu. Bagaimana?"

"Ah, aku tidak terbiasa dikurung dalam kantor pengap dengan banyak orang."

"Maka jangan banyak bertingkah." Ujar sang Ayah.

"Saya sudah selesai. Saya berangkat."

"Ayah akan mengantarmu."

"Tidak perlu. Hari ini saya ada janji temu dengan klien di lokasi."

"Besok malam, tolong kosongkan waktu."

"Ada apa?"

"Undangan peresmian gedung Grup Mong-Ji."

"Maaf. Besok saya ada kerjaan sambilan dari pukul 3 pagi."

-_-

"Selamat untuk keberhasilan Anda, CEO Gong."

"Terima kasih sudah hadir, Tn Hong." Jawab CEO Gong dengan jabatan tangan hangat, meskipun senyum mengembang tak sampai menyentuh ujung matanya.

"Kulihat kau mengajak keluarga mu."

"Betul, ini anak dan istriku."

"Sepertinya berita yang kudengar hanya omong kosong."

"Berita apa tepatnya?"

"Bahwa Anda memiliki dua putri."

"Putri sulungku, dia sedang banyak urusan."

"Sepertinya dia orang yang sibuk ya.."

"Yah, seperti itulah. Kurasa Anda sudah tidak perlu kuperkenalkan lagi dengan CEO kami, Jerome Ahn."

"Tentu. Enjoy the party, no business tonight."

CEO Gong pun langsung meninggalkan kerumunan dan berkeliling untuk menemui tamu lainnya secara bergantian.

Sungguh diluar ekspektasi, bahwa CEO Gong benar-benar lelaki idaman yang selama ini hanya ada dalam khayalan Lu An.

"Bukankah ini seru.." bisik CEO Gong kepada asistennya.

"Maksud Anda?"

"Group Lim, dijalankan oleh CEO Ahn, tapi dibawah pengawasan Tn. Hong, mantan suami mendiang CEO Lim. Apakah kau tahu dimana putri sulung mereka?"

"Nona Pertama juga berada disini."

"Benarkah? Lalu kenapa dia tidak bersama keluarganya menemuiku?"

-_-

"Sudah sudah.. Anda seharusnya duduk dan melihat saja."

"Ya Tuhan kalian memeperlakukanku seperti Ratu Inggris."

"Sudahlah, Anda sudah menyiapkan banyak hal dari dini hari."

"Ayo... supaya kita segera pulang semua."

Dan akhirnya semua beres sebelum tengah malam, sebagai Show Manager, Ni'er berkewajiban memastikan semuanya telah dikembalikan dalam keadaan aman, meliputi peralatan dan tim mereka sendiri.

"Manager Hong, ayo pulang dengan kami.."

"Tidak perlu. Aku akan memanggil taxi."

"Anda Yakin?"

"Iya. Hati-hati di jalan."

"Kau juga, Manager Hong." Setelah motor mereka melaju menjauh, Ni'er memulai langkahnya menuju stasiun kereta api bawah tanah. Tentu saja memanggil taxi hanyalah alasan agar dia tidak merepotkan orang lain.

Baru lima menit berjalan, sebuah mobil sedan berwarna putih mendekatinya. Lalu sopirnya pun turun dan membukakan pintu kabin belakang, entah apa maksudnya.

"CEO Gong ingin bertemu Anda." Ujarnya singkat.

Bukannya masuk, Ni'er hanya menundukkan badannya dan melongok ke dalam mobil, sejurus di samping CEO Gong.

"Apa kita saling mengenal?"

"Kau... sebaiknya masuk dan kita bicara."

"Thats not go.."

"Nona Hong Guang Ni, jangan buat aku mengulang kalimat dua kali."

Mata Ni'er membelalak tidak percaya dan rahangnya pun mengetat, pasalnya di Negeri Jing hanya keluarga yang tahu nama lengkapnya. Sedangkan selama ini dirinya bersekolah di negeri seberang.

Akhirnya dirinya pun masuk ke dalam mobil, duduk bersebelahan dengan CEO Gong yang dipuja-puja adik tirinya itu.

"Kita menuju ke kediaman keluarga Hong." Perintah CEO Gong kepada asistennya. Keduanya saling memandang jendela masing-masing, Ni'er yang enggan hati untuk memulai bicara dan CEO Gong yang bingung harus memulai untuk bicara apa.

"Kau tidak mau tahu, kenapa aku tahu rumahmu?"

"Saya lebih penasaran kenapa Anda tahu nama lengkap saya."

"Itu rahasia."

"Saya pun tidak bertanya. Seorang CEO seperti anda jelas berada di level yang berbeda. Jika sebatas nama tidak bisa Anda dapatkan, maka boleh jadi orang diluar sana meragukan kemampuan Anda.. bukankah begitu CEO Gong?"

"Jadi, apakah kau meragukan kemampuanku?"

"Sekali lagi, pertanyaanmu salah alamat."

"Aku tidak merasa ada yang salah. Kau adalah putri sulung keluarga Hong, insting mu pasti juga terasah."

"Anda salah lagi. Saya tidak terlibat dengan urusan bisnis apapun yang ayah saya lakukan."

"Lalu, jika Gong Yong Jin ada di sampingmu, apa kau juga akan seacuh ini?"

"Saya sudah melupakan semuanya, antara saya dan Senior Gong tidak terjadi apa-apa. Saya harap kedepan Anda tidak mencurigainya."

CEO Gong yang tersentak sekaligus luluh dengan jawaban Ni'er pun tidak mampu memasang tampang kerasnya lagi.

"Aku baru saja membuat pengakuan dan kau... apa benar-benar tak mengenaliku?"

Mendengar penuturan pria itu, Ni'er langsung menatap wajah pria disampingnya sekilas.

"Kalian memang memiliki garis wajah dan air muka yang mirip, nama keluarga kalian pun sama. Tapi tidak lantas membuat saya percaya bahwa Anda adalah dia."

"Apakah kau sudah lupa dengan Gedung tua tempat kita dihukum bersama karena terlambat?"

Ni'er mendengar penuturan itu dan langsung memejamkan matanya sesaat. Bagi Ni'er pengakuan CEO Gong bukan tidak mungkin, lagipula tidak ada untung apapun yang akan pria itu dapatkan dengan berbohong. Dengan berat hati untuk mengakui sekaligus keinginan besar untuk melupakan, akhirnya Ni'er pun menyerah dan mengakui.

"Senior Gong, semoga selama ini kau selalu sehat."

"Tidak. Ada banyak hal yang ingin ku sampaikan."

"Kita tidak memiliki waktu."

"Bagaimana jika besok?" tanya pria itu penuh antusias.

Ni'er tidak lantas menjawab. Perubahan ini yang membuat pria itu gusar dan benci, tapi dia tidak bisa berbohong bahwa dia merindukan gadis itu. Sesampainya di depan gerbang kediaman keluarga Hong, "Saya harap ini adalah kali pertama dan terakhir sejak pertemuan kita terdahulu. Tanpa mengurangi rasa hormat, saya pamit undur diri. Terima kasih untuk tumpangannya."

Di sudut hati terdalam Ni'er, dia sesaat merasakan kelegaan meskipum bukan euphoria yang dulu pernah ia rasakan tiap kali berpapasan dengan Yong Jin. Tapi setidaknya dia sekarang menyadari bahwa sudah tidak ada rasa yang tersisa untuk Yong Jin dalam hatinya.

Sedangkan Yong Jin, dia kembali dengan mode diam dan angkuhnya. Tanpa bersuara, pria itu meletakkan tengkuknya ke sandara sembari menutup mata. Meresapi tiap kalimat pembicaraan mereka yang tawar. Ni'er sudah berubah, dia sudah melupakanku, tapi bagaimana bisa aku melupakannya? batin Yong Jin. Kembali pikirannya menerawang jauh ke lima tahun silam. Saat kali terakhir mereka bertemu dan tidak sekalipun ada kabar dari Ni'er untuknya.

Yong Jin akui, kejadian lima tahun silam yang membuat Ni'er pergi darinya bukanlah tanpa sebab, melainkan karena dirinya sendiri yang tidak tegas mengambil sikap. Selain itu pemikiran sederhananya di masa belia itulah yang menghancurkan segalanya. Kini Yong Jin harus memutar rencana untuk dapat membuat Ni'er kembali padanya, seperti 5 tahun silam. Meskipun Yong Jin tahu, bisa saja perasaan Ni'er padanya tak akan membara seperti dahulu.

-_-

avataravatar
Next chapter