11 Single Lady

Setelah mengantarkan Jerome dan Lu An ke Bandara, dengan berat hati Presdir Lima menuju rumah sakit dimana ayahnya dirawat.

"Selamat Siang, Presdir Lim, apakah Anda akan menjenguk ayah Anda?"

"Nanti. Apakah aku bisa bertemu dengan dokter?"

"Tentu. Tapi pak Dokter sedang visit ke kamar pasien, apakah tidak masalah jika Anda menunggu 30 menit?"

"Akan ku tunggu di ruang perawatan ayahku."

"Tentu, akan saya sampaikan."

Sesampainya di ruangan perawatan khusus milik Tn. Hong, perasaan Ni'er tetap sama, tidak ada sedih ataupun kehilangan.

"Setelah hampir satu dekade aku dicampakkan, sekarang datang masa dimana Anda tidak bisa apa-apa selain bergantung padaku. Oh, seandainya Anda bangun nanti jangan kaget jika Kediama Hong sudah ku jual untuk membayar biaya ganti rugi pembatalan kerja sama akibat insiden yang dilakukan Lu An terhadap CEO Gong. Lalu merosotnya harga saham Grup Lim sebanyak hampir 20%, berkurangnya pegawai kantor pusat sebanyak tiga ribu orang. Tapi Anda tidak perlu khawatir, aku sudah membersihkan kuman dan bakteri yang menggerogoti perusahaan, Lu An dan Jerome sudah menikah dan ku asingkan ke Canada. Direktur Keungan dan Ny. Hong sudah kulaporkan ke kepolisian atas penggelapan uang, sesuai hasil penyelidikan auditor. Well sepertinya juga mereka berdua lebih dari sekedar teman, karena baru sekarang aku menyadari wajah Lu An lebih mirip dengan DK kita dibandingkan denganmu Tn. Hong. Jika kondisi tidak juga membaik, maka aku akan menjual apapun yang tersisa dari Grup Lim dan aset-asetnya."

Tidak menyadari dengan kehadiran sang dokter, Ni'er terus berbicara lebih dari 30 menit lamanya. Bahkan sang dokter pun bisa mendengar cerita pahit yang selama ini disimpan gadis itu sendirian. Jika saja Kakek Lim masih hidup, mungkin Nona Lim akan menjadi public figure tersohor di Jing dengan bergelimang harta dan kehormatan, tanpa perlu susah payah menata ulang Grup Lim yang runtuh hanya dalam semalam.

Kembali sang dokter setia menunggu depan ruangan dan menguping.

"Aku bahkan sudah mengambil sample rambut Lu An untuk diuji DNA dengan DK, jika ternyata mereka adalah ayah dan anak, maka aku akan jadi orang pertama yang akan tertawa. Kenapa? Karena aku melihat Anda mendapatkan karma."

Tidak ingin mendengar lebih lama lagi, sang dokter pun mengetuk pintu 2x.

"Doctor, please come in. I need talk to you."

"Well, kondisi ayahmu masih sama."

"Oh, i know. Maaf membuatmu bosan disini. Oleh karenanya aku akan memindahkan ayahku ke ruang perawatan kelas III. Apakah bisa dengan prosedur minimal?"

"Ini masih rumah sakitmu, apa yang kau takutkan?"

"Aku tidak tahu apakah dokter baru sampai atau sudah menguping sejak lama. Tapi jika Anda mengikuti berita terakhir tentang kondisi Grup Lim, maka Anda akan tahu alasannya."

"Tapi ayahmu.."

"Beliau harus sadar dalam kondisi sekarang, dia pun harus berusaha bangkit dari kesederhanaan dan keterpurukan. Jika masih ingin membayar rasa bersalah dan meminta maaf, maka sebaiknya dia segera bangun. Tolong segera urus administrasi pemindahan pasien."

"Baik."

Ni'er kembali bertolak ke kantornya, dengan wajahnya yang kaku.

-_-

Malam sudah lewat, Jenderal Ouyang agak ragu untuk mendatangi kantor. Meskipun akhirnya pria itu tetap berjalan masuk ke dalam gedung yang dulunya pernah menjadi icon keberhasilan di Jing. Beberapa lampu sudah diredupkan, mengingat waktu kunjungan yang sudah melewati batas jam perkantoran. Setelah lift menjemput, Jenderal Ouyang pun menekan lantai sembilan sebagai tujuannya. Lantai tertinggi, dimana kantor Presdir Lim berada.

Sesampainya disana, hanya lampu lobby utama yang menyala, sedangkan ruangan loss di sekeliling hanya diterangi bias cahaya lampu dari luar yang dibatasi pelapus facade kaca. Security gedung sudah tidak terkejut dengan kehadiran sang Jenderal, malahan mereka diminta agar tidak memberitahukan kehadirannya pada sang Presdir.

Jenderal pun disambut dengan sepasang pintu bermodel kupu-kupu, berbahan kayu Jati Asia dengan warna gelap dan senada dengan suasana temaram. Dibalik pintu itulah, biasanya Presdir Lim memikirkan banyak hal yang selama ini disembunyikan dari pegawainya. Setelah mengetuk kalia ketiga, Jenderal Ouyang pun memberanikan diri membuka pintu. Sejurus dengan arah pintu, tampaklah siluet wanita yang terlelap dalam tidurnya. Tubuhnya ditopang oleh kursi kebesaran dan selebihnya bersandar pada meja kerjanya yang keras. Wajah sang Presdir pun telah tenggelam bersama dokumen yang berserakan, bahkan telapak tangannya masih menggenggam pena.

-_-

Sabtu pagi adalah hari yang ditunggu banyak orang, terutama bagi pegawai kantoran. Bahkan dibawah alam sadar Ni'er pun, masih terpatri bahwa dirinya hanya seorang manager di perusahaan menengah dan sedang menikmati awal hari di akhir pekan.

Wanita itu menggeliat dalam tidurnya, dengan sekali hentakan, kedua tangannya pun mengayun di udara dan...

"Auu... sakit.." Dia meringis kesakitan tatkala buku-buku jarinya menghantam sesuatu yang keras, yaitu rahang sang Jenderal.

Sang Jenderal pun terpaksa bangun dari istirahatnya yang belum lama, sembari menikmati rasa sakit dan perlahan-lahan membuka mata.

"Jenderal, kamu baik-baik saja? Apakah sakit sekali..?"

"Aku tidak apa.."

Ni'er melihat sekeliling dan merasa kaget dengan posisi dirinya yang sudah berindah tempat. Semalam harusnya dia memeriksa laporan keuangan untuk mulai pembayaran hutang dan tunggakan lainnya. Tapi sewaktu pagi, tubuhnya telah diselimuti dengan sebuah jas berwarna biru kelam.

Jika tadi tangannya menghentak ke udara dan mengenai rahang jenderal Ouyang, maka artinya semalaman dia tidur di pangkuan pria itu.

"Apakah tidurmu nyenyak?"

"Iya, terima kasih."

"Maaf sudah memindahkanmu ke sofa. Aku tidak melihat tempat yang lebih nyaman untuk kau berbaring."

"Apakah semalaman kamu sudah duduk seperti ini?"

"Kamu juga, bagaimana bisa tertidur diatas laporan keuangan..? Dan lagi, kamu sudah bohong.."

"Bohong apa maksudmu? Kenapa balik tanya, padahal pertanyaanku, belum kamu jawab."

"Tidak masalah bagaimana posisi tidurku. Tapi kamu, bukankah seharusnya koper-koper ini ada di kamar sewa mu yang baru? Atau jangan-jangan..."

"Aku tidak jadi menyewa. Ada sebuah kamar kosong di samping toilet, disiapkan bagi para presdir terdahulu jika tak sempat pulang."

"Kasur lipat seperti di penjara maksudmu? Kamu sadar kah dengan bahaya terhadap punggungmu? Jika Jenderal Hen.."

"Jangan bagi tahu Paman.." Jenderal memijit pelipis dan pangkal hidungnya.

"Kau mau mengorbankan pangkatku??"

"Bukan, maksudku, pura-puralah tidak tahu."

"Ha.. Lucu sekali. Padahal semalam, setidaknya sudah ada lima orang petugas keamanan yang mengetahui kunjunganku kemari. Menurutmu apakah Jenderal Henry tidak memiliki beberapa pasang mata selain aku?"

"Jadi, sebaiknya apa?"

Jenderal Ouyang berdiri, memperbaiki letak pakaiannya dan masuk ke toilet untuk berkumur dengan sabun berperisa siwak. Keluar dari toilet, dirinya kembali rapi dan berdiri sambil menimbang diantara tiga koper yang ada.

"Mana yang berisi baju?"

"Yang hitam."

"Semuanya hitam."

"Ih, nggak.. yang belakang coral grey, tengah dark grey, yang depan..itu yang hitam."

"Lalu lainnya isi apa?"

"Buku.."

"Ayo pulang..." Katanya sambil menyeret koper dan menggandeng tangan Ni'er.

"Kan rumah sudah kujual." Jawabnya untuk menghentikan langkah pria itu.

"Pulang ke rumahku."

-_-

avataravatar
Next chapter