17 Memuluskan jalan

"Tuan memanggil saya?"

"iya.. mendekatlah."

"Perintah apa yang akan Tuan berikan."

"Kau tahu kan, cucuku itu otaknya sedikit terlambat jika berkenaan dengan wanita. Jadi aku ingin kau memberikan wewangian mujarab untuk dihembuskan ke dalam ruang tidur mereka."

"Maksud tuan Aphrodisiac?"

"Iya.. umurku sudah terlalu senja, jika bukan sekarang kapan lagi mereka harus memulai? Cari tahu apa kesukaan cucu menantuku, berikan semuanya agar dia betah dirumah, jika perlu buat agar dia bekerja dari rumah saja. Lalu carikan asisten rumah tangga yang dapat bekerja namun tidak terlihat."

"Apakah saya perlu mengawasi mereka secara pribadi Tuan?"

"Iya, sambungkan ke komputer ruang kerjaku."

"Baik, laksanakan Tuan."

"Satu lagi, cari tahu ke Jenderal Zhang, apakah ada jadwal kosong bagi Xuan untuk bulan madu."

-_-

Sedangkan di tempat lain, Xuan dan Ni'er masih sibuk mengobrol untuk menuju nota kesepahaman.

"Nanti, aku akan menceritakan padamu kenapa kakekku menjadi seperti ini."

"Apakah kau sudah tahu atau baru saja diberitahu?"

"Baru saja."

"Apakah ini tentang rahasia ayah dan ibumu?"

Xuan memalingkan wajahnya ke arah Ni'er dengan raut tegang dan suramnya.

"Maaf.. kamu tidak banyak menceritakan tentang mereka, aku hanya menebak saja."

"Nanti, aku akan cerita."

Ni'er memang tidak banyak tahu, tapi dia tidak dungu ataupun tuli. Dari saat pertunangan mereka hingga hari pernikahan, banyak hembusan miring tentang Xuan bahkan berasal dari sanak saudaranya sendiri. Namun Ni'er tidak berani menanyakannya, karena baginya Xuan akan menceritakan hal tersebut jika dirasa perlu tanpa Ni'er bertanya. Lalu pemikiran lainnya adalah mungkin sanak yang lain hanya iri dengan keberhasilan yang diraih Xuan bahkan menikah pun, Xuan juga mendapatkan gadis dari keluarga baik-baik, terlepas adanya fakta bahwa keluarga Lim sedang diguncang masalah finansial, namun setidaknya Group Lim masih berdiri dan bertahan dari terpaan itu.

"Xuan, kau tidak sendirian.. aku ada disini." kata Ni'er sambil memeluk tubuh suaminya.

-_-

Secara serempak, beberapa sanak keluarga Ouyang datang untuk sarapan di kediaman utama. Entah angin apa yang menghanyutkan mereka hingga duduk berdampingan di ruang makan besar itu.

"Paman, bukankah ini sudah cukup siang. Apakah Xuan tidak berencana bangun dari kamarnya?" Kakek tua itu tahu maksud terselubung dari pernyataan tersebut. Jawaban yang paling relevan dengan kondisi sekarang ialah karena Xuan masih menikmati momen pengantin barunya.

"Mungkin kita bisa mulai sarapan tanpa Xuan. Pengantin baru itu sering terlambat sarapan."

Tak lama, beberapa pelayan mengeluarkan menu sarapan berupa roti tawar gandum, butter salted dan unsalted, strawberry dan bluberry jam, honey, peanut butter, dan beberapa menu olahan telur lainnya. Sesaat setelah semua padanan menu itu dihidangkan, Xuan pun turun ke meja makan dengan celana piyama dan kimono sutra pelengkapnya.

Kimono sutra berwarna hitam-gold itu membalut tubuh Xuan dengan sempurna, bahkan mungkin membalutnya terlalu rapat.

"Selamat pagi."

"Pagi, Xuan... dimana Guang Ni?" tanya Kakek Ouyang.

"Iya dimana Guang Ni? Bukankah sebagai menantu perempuan dia seharusnya..."

"Well seharusnya bibi paham kenapa pengantin baru memiliki tendensi bangun sedikit siang. Atau mungkin dulu menantu bibi... ah maafkan jika kehadiranku membuat kalian tidak nyaman." Jawab Xuan sambil berusaha meninggalkan kursi yang sudah ia duduki belum lima menit lamanya.

"Ikutlah sarapan bersama, nanti pelayan yang akan antarkan makan untuk Guang Ni."

"Baiklah, jika itu yang Kakek mau." Sarapan pun berjalan dengan hening meskipun dentingan antara alat makan yang beradu tetap menyemarakkan suasana. Para pelayan yang ada di aula makan sudah paham bahwa ini adalah satu diantara momen sarapan yang menegangkan, selayaknya pelayan yang baik mereka hanya bisa berdiam sekalipun perang bisa saja meletup diantara para undangan.

Xuan sudah selesai meminum jus orange dan dua lembar roti tawar dengan selembar keju dan madu. Kemudian dia menyambar waffle yang paling kering, mengolesnya dengan unsalted butter, dan memberikan beberapa sendok madu sebagai toppingnya.

"Tolong buatkan vanilla latte."

"Baik, akan saya antarkan ke kamar."

"Tidak perlu, aku tunggu saja disini." Pelayan itu pun undur diri dan pergi meninggalkan aula makan.

Lalu Xuan melihat tatapan satu persatu orang yang duduk di perjamuan makan, selain kakeknya. "Why did you look at me, like that? Memang kalian dulu tidak pernah memanjakan istri seperti itu?" Tanya Xuan dengan heran meskipun ada nada mengejek didalamnya.

"Sebaiknya kembalilah ke kamarmu, mungkin Guang Ni sudah bangun."

"Baik, saya pamit undur diri." Sebelum meninggalkan aula makan, Xuan meninggalkan perubahan pesanan vanila latte kepada pelayan terdekat dan berlalu kembali ke kamarnya.

-_-

Waktu sudah menunjukkan pukul 9.24 pagi namun belum ada pergerakan dari Ni'er. Bahkan Vanilla Latte yang dibawa pelayan pun sudah dingin, dia bingung harus menghangatkan kembali kopi tersebut atau menambahkan potongan batu es. Ah, sudahlah...Ni'er bukan orang yang rumit, batin Xuan.

Xuan memperbaiki posisi selimut yang menutupi bagian tubuh istrinya, dia tidak mengira bahwa semalam benar-benar bisa disebut sebagai rasa yang sempurna. Meskipun sewaktu pagi, dirinya berniat menumpahkan amarahnya pada sang Kakek, namun batal karena tidak mungkin dia melakukan hal tersebut saat sanak keluarganya sedang berkumpul.

Mata Ni'er mulai bergerak pelan dibalik kelopaknya, seolah berjuang untuk bangun dari lelap dan penatnya malam.

"Hei, mau sampai kapan tidurnya?" tanya Xuan sambil menggesekan hidungnya di bahu sang istri. Ni'er hanya menggumam dan dibarengi dengan kelopak mata yang mulai terbuka, sekalipun rasanya berat.

"Sekarang jam berapa?"

"Masih jam 9 lebih.."

"Ya ampun.. aku telat ke kantor.."

"Ssshhhsstt... no work today."

"Tapi.."

"Untuk kebebasan kita, liburlah satu hari ini saja. Setidaknya sampai penatmu hilang.. okay?" Ni'er mengangguk setuju.

"Badanku rasanya.."

"Remuk? Lengket?"

"Entahlah... rasanya sulit bergerak.." Xuan justru tertawa mendengarnya.

"Jangan ketawa... bantu aku ya..."

"Iya... mau ke toilet sekarang? Atau mau minum vanilla latte dulu? Pelayan juga sudah membawakan banyak makanan..."

"Aku makan apa yang kamu bawa."

"Hanya waffle madu dan vanilla latte."

"Itu sudah cukup."

Dengan sabar dan telaten Xuan membantu Ni'er melahap sarapannya yang sudah dingin. Bahkan tanpa banyak mengeluh, dia tetap berusaha menelan potongan waffle yang menurutnya terlalu besar. Melihat istrinya kesusahan, Xuan kembali memotong waffle nya dengan size lebih kecil.

"Kenyang."

"What? Kamu makan cuma..well nggaj ada sepertiga."

"Iya kah? maaf ya.."

"Iya.. mau ke toilet sekarang?"

"Sebentar.. Boleh ambilkan kimonoku?" Melihat kimono Ni'er yang posisinya terlalu jauh, Xuan pun melepaskan miliknya dan memakaikan untuk istrinya.

"Gak apa kan?"

"Iya.."

Segala keruwetan yang terjadi pagi ini pada istrinya adalah ulah Xuan, anggap saja semalam dia hampir lepas kendali ditambah dengan berapa banyak dosis aphrodisiac yang dihirup keduanya. Dia hanya bisa berharap bahwa selepas mandi, Ni'er masih bisa berdiri.

-_-

avataravatar
Next chapter