6 Hati yang gugur

Hai, namaku Hong Guang Ni, biasanya aku dipanggil Ni'er. Aku adalah anak tunggal dari pasangan Hong Yu Chen dan Lim Aryoung. Sama halnya dengan ibuku, aku juga seorang anak perempuan tunggal yang hidup besar tanpa kasih sayang seorang ibu. Nenekku meninggal saat ibuku berusia empat belas tahun, sedangkan ibuku meninggal saat aku berumur delapan tahun.

Siang itu, ayah dan ibuku berkendara bersama seorang sopir. Nahasnya, mobil terbalik dan yang selamat hanya ayahku seorang. Saat usiaku beranjak enam tahun, Ayahku membawa seorang wanita hamil bersamanya. Wanita itulah yang sekarang kupanggil sebagai Ny. Hong, dia adalah cinta masa remaja ayahku sebelum sukses. Entah bagaimana kisah cinta mereka mengotori rumah tangga yang dibangun ibuku, bahkan ibuku juga yang mengijinkan wanita itu untuk tinggal di dalam kediaman Lim (sekarang Kediama Hong) agar tidak ada desas-desus negatif.

Hubungan kotor mereka menghasilkan seorang anak perempuan juga, usianya delapan tahun lebih muda dariku, namanya Xiao Lu An (sekarang usianya menginjak dua puluh tahun). Karena Lu An lahir sebelum ayahku menikahi wanita itu secara resmi, maka Lu An masih menggunakan marga ibunya hingga saat ini. Hanya pernikahan lah yang dapat membuat marga nya berubah, oleh karena nya selama dua puluh tahun ini, otaknya selalu dipenuhi dengan daftar nama pebisnis muda yang memungkinkan dapat menaikkan posisi dan martabatnya. Tapi tetap saja kemewahan membeli segalanya, Lu An justru lebih sering dipanggil Nona Hong semenjak debutan di kalangan sosialita.

Negeri Jing sepertinya memang kejam, tapi itulah hidup. Marga adalah segalanya, marga bisa menjelaskan garis keturunanmu, bisa juga menghancurkan potensi masa depanmu. Seperti aku, marga Hong hanyalah bualan belaka bagiku. Mungkin sudah saatnya aku kembali dengan marga ibuku, tapi tentunya hal itu akan mencela nama baiknya.

-_-

Papan nama HG Ni sudah terpampang jelas di luar pintu kedatangan. Seorang sopir suruhan Jerome sudah menantiku.

"Apakah kau sudah sarapan?"

"Sudah Nona Hong."

"Aku belum, ayo temani aku makan."

Ni'er memandangi lalu lintas diluar sana, Negeri Jing sudah delapan bulan ia tinggalkan. Tapi rasanya sudah seperti lama sekali, mungkin ini namanya jika kau hidup di surga maka kenanganmu di Neraka akan lenyap tak bersisa.

"Nona Hong, Anda tidak membawa bagasi apapun?"

"Untuk apa? Setelah urusanku selesai, aku akan pulang ke NZ."

"Anda ingin makan dimana?"

"Dimana saja, sesuai arah jalan pulang dan di kanan jalan."

"Baik Nona."

"Sejujurnya aku bahkan tidak tahu kapan kali terakhir dipanggil sebagai nona Hong."

Sopir CEO Ahn adalah pria berusia tiga puluh lima tahun, well masih dalam range usia pria produktif. Dia hanya memesan secangkir americano dan dua butir macaroon.

"Sudah berapa lama kau menjadi sopir CEO Ahn?"

"Semenjak beliau menjadi General Manager."

"Wow.. Kau pasti bosan ya.. lalu sekarang, sebetulnya ada apa?"

"Saya bukan orang yang tepat untuk menjawab hal itu."

"Bagaimana jika ini menjadi obrolan kedai kopi belaka? Kau mau cerita?"

"Maafkan saya, tapi menurut saya Nona Hong tidak akan kembali NZ dalam waktu dekat. Selain itu, CEO Gong membatalkan perjanjian karena terjadi insiden yang melibatkan Nona Hong Lu An."

"Memang apa yang dia lakukan?"

"Tepatnya saya kurang paham."

"Baiklah... sudah saatnya kita kembali melanjutkan perjalanan."

-_-

Karena rumah dalam keadaan sepi, maka aku langsung menuju dapur dan menemui Bibi. Tapi sayang, rumah benar-benar kosong. Akhirnya setelah membersihkan diri dan berganti pakaian, aku meminta untuk diantar ke CEO Ahn berada.

"Bagaimana kabarmu, Ni'er."

"Cut the ties, Jerome. Ada apa? perusahaan tidak sedang sekarat kan? Kalaupun sekarat, aku bersedia di audit apakah ada aliran dana yang mencurigakan melewati rekeningku."

"Thats the problem. Aku harus memohon maaf karena setelah sidang pemegang saham pagi tadi, aku sudah secara resmi bukanlah CEO lagi. Aku kembali ke ruangan lama ku."

"What? Kenapa tiba-tiba?"

"Dewan direksi dan pemegang saham mengajukan mosi tidak percaya atas kepemimpinanku dan juga adanya insiden yang melibatkan keluarga Hong di dalamnya..."

"Sehingga membatalkan hubungan kerjasama dua grup besar? Bukankah Grup Lim tidak kalah besar?? Kenapa gagal satu kerja sama, semua orang bertingkah seperti kebakaran jenggot?"

"Pertama, MoU sudah ditandatangi bersama dan Grup Mong-Ji telah memberikan sebagian uang muka. Kedua, Lu An entah sengaja atau tidak, ketahuan memberikan obat terlarang ke dalam minuman CEO Gong dan membuat pria itu murka. Efeknya adalah, CEO Gong berencana mencabut kembali uang muka yang sudah dihibahkan sebelumnya."

"Maka kembalikan saja, mudah kan?"

"Masalahnya, dana itu menghilang."

"Apa maksudmu menghilang?"

"Tim Keuangan sedang menyelidikinya."

"Sore ini, aku ingin seluruh pemegang saham yang masih berada di Negeri Jing, untuk datang ke perusahaan."

"Ni'er kau bukan siapa-siapa."

"Aku masih tetap pemegang saham terbesar di perusahaan ini. Sekretaris Xuan, katakan pada tim Hukum perusahaan, aku akan meminta kembali hak ku sekarang juga, dan lakukan apa yang barusan kukatakan."

-_-

Di lokasi yang lain, CEO Gong sudah mendengar bahwa Ni'er kembali ke Jing dan mulai melakukan intervensi pada Grup Lim.

"Baguslah... aku berhasil memaksanya pulang. Apakah dia masih memakai cincin zamrud itu?"

"Saya kurang seksama CEO Gong."

"Tidak masalah. Cari tahu pengeluaran apa saja yang dia lakukan dengan black card pemberianku."

"Baik."

Ni'er... tinggal menunggu waktu saja, sampai akhirnya kau datang ke Grup Mong-Ji dan menyetujui pernikahan kita. Setidaknya kau pasti akan melakukan itu demi warisan mendiang kakek dan ibumu, CEO Gong bermonolog dengan penuh percaya diri.

-_-

Ni'er memijit pelipis dan keningnya, kini dia berada di rumah sakit, ruang perawatan ayahnya berada.

"Kupikir setidaknya mereka berdua ada disini. Manager Ahn, kau pasti tidak tahu dimana mereka kan? Lu An adalah tunangan mu, bagaimana bisa kau tidak mengawasinya. Malam ini aku ingin keduanya ditemukan dan masukkan mereka sebagai tahanan rumah."

"Atas dasar apa?"

"Dugaan penggelapan dana perusahaan, selagi pemeriksaan belum selesai maka aku akan menahan keduanya."

"Baik Presdir Hong."

"Aku benci marga Hong, panggil aku Presdir Lim."

Berdasarkan rapat dadakan tadi, yang dihadiri setidaknya pemegang 87% saham Grup Lim sepakat bahwa sudah saatnya aku mengambil alih perusahaan dan melakukan 'pembersihan'. Jujur aku benci karena aku harus bertanggung jawab saat perusahaan dalam keadaan collapse. Sebagian besar anak buah dan tim keamanan yang mengabdi pada Manager Ahn, kini menjadi bawahanku. Sedangkan Manager Ahn, dia lebih banyak memberikan masukan padaku, mengingat kualitas pengalaman kerjanya yang lebih mumpuni dibandingkan diriku.

"Halo Paman.."

"Apakah kau bisa mampir ke rumah paman setelah sekian lama?"

"Tentu. Saya akan mampir. Mungkin satu jam lagi, saya akan tiba disana."

-_-

Kediaman Paman Henry Oyanishi

Paman Henry adalah seorang teman lama sekaligus kerabat jauh keluarga Lim. Semenjak tiga generasi sebelumnya, keluarga Xiang telah mengabdikan diri untuk berpartisipasi dalam pembangunan negeri Jing. Jadilah dia kini menduduki jabatan sebagai Sekjend Polit Biro.

"Paman, bagaimana kabarmu?"

"Baik.. Duduklah.. Kuharap kau masih menyukai ramen Jepang dan jajanan pinggir jalan."

"Tentu. Jadi, apakah ada yang bisa saya bantu?"

"Tidak adakah yang ingin kau ceritakan kepada Paman?"

"Saya tidak ingin menjadi beban bagi Paman."

"Kita adalah keluarga, berhenti berpikir bodoh dan kolot. Jika dalam waktu dua pekan semenjak surat itu dilayangkan, maka Grup Lim akan diakuisisi Grup Mong-Ji, atau parahnya lagi kau... Sudah, aku ingin kau datang untuk bicara solusi. Apa rencana mu ke depan?"

"Paman sudah pensiun, seharusnya aku tidak membebani pikiran paman dengan hal-hal tidak penting."

"Ini menyangkut masa depanmu, tentu ini penting. Jika bukan karena usiamu yang masih dalam perwalian, aku sendiri yang mungkin akan menggantung leher ayahmu."

"Beliau sudah mendapat karmanya. Lagipula anak dan istrinya sudah saya tangkap dan menjadikan mereka sebagai tahanan rumah."

"Itu bagus. Lalu bagaimana dengan perusahaan?"

"Penyelidikan internal sedang berlangsung, tapi saya merasa efektifitasnya perlu dipertanyakan. Oleh karenanya, jika memungkinkan apakah Biro investigasi dan audit dapat mengambil alih penyelidikan?"

Paman Henry tidak langsung menjawab, dia menuangkan secangkir teh chamomile ke dalam cangkirku.

"Minumlah dulu."

Aku mengambil cangkir itu dan menikmati uap yang mengepul dari seduhan tersebut. Sejenak aku melupakan semua belitan yang menjeratku selama ini, suara air terjun di kolam ikan koi, berpadu sempurna dengan suara derik serangga malam hari. Menyesap perlahan kehangatan teh chamomile benar-benar membuatku rileks.

Lalu terdengar deritan kayu yang sebelumnya tidak pernah kudengar dan hadirlah seorang pria dari balik pintu di samping kami.

"Dibanding pria ini, kau pasti ingin tahu tadi itu suara apa.. benar kan?"

"Paman selalu bisa membuatku penasaran."

"Sebelumnya, perkenalkan dia putri sahabatku, Lim Guang Ni. Dan pria ini adalah Jenderal Muda Ouyang Xuan." Aku pun berdiri dan memberikan hormat sebagai perkenalan awal.

"Sebenarnya Xuan sudah berada di ruangan sebelah sejak tadi, tapi karena permintaanmu, maka dia akan hadir disini." Lanjut pamanku.

Paman melanjutkan penjelasannya padaku, bahwa Jing adalah bukanlah berbentuk negara yang pada umumnya, karena luasan Jing yang tidak terlalu besar, maka wilayahnya hanya dibagi menjadi beberapa kota saja. Sedangkan ibukota berada di bawah kendali Jenderal Muda Ouyang.

"Maafkan Paman, tapi untuk kondisimu hanya Jenderal Ouyang yang bisa membantu. Jadi hari ini aku sengaja mempertemukan kalian."

"Lalu apakah paman akan menceritakan tentang suara tadi?"

"Ah... dasar kau ini. Suara tadi berasal dari lantai kayu yang Paman pasang, mereka unik karena saat diinjak dapat menghasilkan suara seperti kicaun burung. Nightingale floor adalah metode yang sudah lama digunakan di Jepang pada zaman kekaisaran untuk mengetahui apakah ada maling yang masuk ke dalam rumah."

"Baiklah. Terima kasih atas penjelasan Paman."

"Makanlah.. Omurice mu bahkan sudah dingin."

"Haii, itadakimasu."

Saat aku akan menyuapkan sendok pertama, kulihat Jenderal Ouyang masih duduk dengan tegak di samping kiriku.

"Anda tidak bergabung makan dengan kami?" tanyaku lirih.

"Saya sudah makan." jawabnya tegas. Jujur inulah kali pertama aku bertemu dengan anggota militer selain paman Henry. Sedikit membuatku was-was, takut salah bicara.

"Xuan, makanlah lagi."

"Siap laksanakan, Jenderal."

Lalu pria itu membuka tudung saji yang sudah tersedia di sampingku, berisikan sup rumput laut dengan kaldu dashi yang segar. Lalu terdapat Okonomiyaki dengan beberapa hidangan laut yang sudah dibumbui.

Selesai makan malam, Paman menyuruhku menginap di rumahnya tapi aku menolak. Jadi pilihannya adalah aku menerima tawaran Paman atau diantar pulang oleh Jenderal Ouyang.

"Baiklah, Jenderal Ouyanh mohon bantuannya dan maaf sudah merepotkan." Jawabku seketika.

"Gunakan mobilku. Dan hati-hatilah."

-_-

Selama di dalam mobil kami saling diam, karena sepertinya anggota militer memang seperti itu.

"Jadi, dimana rumah Anda, Nona Lim?"

"Komplek Garden, radius 3km dari taman kota."

"Tidak terlalu jauh dari rumah saya."

"Apakah anggota militer diperbolehkan memiliki kediaman sendiri?" tanyaku antusias.

"Karena posisi saya sudah diangkat menhadi jenderal ditambah saya menjabat sebagai penanggung jawab kota, saya mendapatkan beberapa hak istimewa dasar."

"Oh begitu. Anda dan pamanku, sepertinya sangat akrab."

"Saya adalah murid didiknya selama lima belas tahun."

"Anda lebih mirip jadi anak Pamanku. Anak yang tidak pernah dia miliki."

"Mungkin...Saya dengar anda pulang dan menghentikan kuliah master Anda." Segera dia memutar meja dan mengalihkan obyek pembicaraan.

"Maaf jika obrolan tentang pamanku tidak mengenakkan bagi Anda. Dan Iya, tadi pagi aku baru sampai di Jing dan malam ini aku sudah menjadi Presdir... kudeta yang hebat kan?"

"Jadi, bantuan apa yang bisa kuberikan?"

-_-

avataravatar
Next chapter