16 Compromise

Finally married...

tulisan itu tersebar layaknya pengumuman pemilihan presiden baru. Well, dua keluarga besar dipersatukan melalui pernikahan, yang mana bersamaan dengan adanya konspirasi bahwa pernikahan itu berdasarkan hutang semata. Seluruh kaum sosialita itu hadir namun tetap berkerumun dan menunjukkan kebisingan layaknya lebah tak bermadu, such a worthless. Setidaknya itulah yang dipikirkan Xuan untuk menenangkan istrinya.

"Malam ini kau harus tidur di kediaman Ouyang."

"Well, i do respect that. But i wish thats gonna not too long."

"Just through the night in peace."

"Jangan kemana-mana... i am scared."

"With my house?"

"Aku tidak menyangka bahwa rasanya akan seberat ini."

"Menikah denganku atau memang karena baju mu?"

"Aku serius, Xuan."

"Ok, sorry. Aku akan turun dan meminta pelayan membawakan camilan."

"by phone please...." Jurus puppy eyes itu secara alami terpampang di wajah Ni'er.

"Dont do that.."

"Doing what?"

"Begging on me with your puppy eyes."

"pleasee... okay??"

Xuan pun menghela nafas dan menundukkan kepala sambil menutup seluruh wajah dengan telapak tangannya.

"Kamu kenapa?"

"Nothing, rasanya aneh saja, kamu yang kemarin begitu dan sekarang begini... puppy eyes is really not your thing."

"I tell you, aku bisa menjadi apapun yang aku inginkan."

-_-

Lima hari sudah berlalu, Xuan masih menikmati masa libur yang jarang ia dapatkan. Dengan sangat meyakinkan, dia benar-benar tidak tampak seperti Xuan yang biasanya. Sepertinya Kutub Selatan sedang mencair dan garis khatulistiwa sedang membeku, karenya keduanya nyaris kemanapun berduaan.

Pagi itu, Xuan bangun dan mendapati Ni'er tengah berdiri di balkon kamar.

"Ya Tuhan.. kupikir kamu.."

"No, aku nggak akan bunuh diri, at least for now on."

Xuan menyentuh lengan Ni'er yang telanjang dan dingin, seolah udara pagi sudah terlalu lama menerpa kulit istrinya.

"Ayo masuk ke dalam, atau aku akan memelukmu seperti ini seharian."

"Kapan kita akan keluar dari sini?"

"Ternyata itu isi kepala mu?"

"Tidak bisakah kamu membacanya dari wajahku?"

"Sorry, i am not an oracle... ayo kita bicarakan di dalam."

"Janji dulu.. kapan kamu bisa membawa ku keluar dari sini.."

"I promise to talk about this with my Grandfather.. okay?"

Ni'er pun mengangguk.

"Kamu nggak betah disini..?"

Ni'er pun menggelengkan kepalanya. "Memang kamu betah?"

"Well setidaknya ada kamu yang bisa menghalau kemunafikan keluargaku."

-_-

Ouyang Xuan berjalan perlahan, rasanya kediaman Ouyang amat sangat jauh. Bahkan jarak antara ruang kerja kakek dan kamar pribadinya hampir sama panjangnya dengan lintasan marathon. Beberapa kali Xuan mengulang kalimat kakeknya yang terus berputar ibarat voice recorder dalam otaknya.

"...kalian boleh keluar dengan syarat bahwa Kakek ingin menimang cicit."

"Itu membutuhkan setidaknya dua tahun."

"Kalau begitu, bagaimana kakek yakin bahwa anak yang akan dia lahirkan adalah milik mu, milik keluarga Ouyang? Buka matamu, keluarga kita semakin habis atau kau berencana menggulirkan kekuasaan keluarga kita pada lintah darat yang sigap dan mengerubung layaknya ngengat dibawah sana?"

ah, rupanya rubah tua itu juga menyadari bahwa sanak saudara yang lain siap mencaplok kekuasaan yang selama ini dipegang kakek, batin Ouyang Xuan.

"...sempurnakan keluarga kita dengan keturunan yang melimpah. Selama ini kau sudah membuktikan bahwa kau memang pewaris dinasti Ouyang." ujar kakeknya sambil meninggalkan Xuan dalam heningnya ruang kerja si rubah tua. Setidaknya itulah julukan yang tepat baginya, pikir Ouyang Xuan.

Kini bukan hanya kalimat rubah tua itu yang mengkhawatirkan, melainkan bagaimana membuat istrinya merelakan diri untuk menuntaskan tuntutan kakek tuanya... Ah, sepertinya masalah pernikahan lebih berat dibandingkan mempertahankan garis perbatasan. Xuan bertekad untuk meyakinkan Ni'er untuk merealisasikan permintaan kakeknya dan segera keduanya keluar dari kediaman besar ini sebelum munculnya tuntutan yang lain lagi.

Xuan mengatur nafasnya, menghembuskan beban yang menggelayuti pikirannya dengan nafas berat. Pintu ganda dengan ukiran naga yang menyemburkan api melalui mulutnya, seolah memberikan visualisasi bagaimana Ni'er akan menanggapi tuntutan si rubah tua. Seandainya Ni'er juga memiliki keberanian layaknya sang Naga menyemburkan api kepada rubah, mungkin ceritanya akan sedikit berbeda. Namun sepertinya Ni'er masuk dalam kategori wanita moderat yang kolot dengan adat-istiadat keluarga. Sepenuhnya itu bukan hal buruk, malah bagus bagi masa depan keluarga Ouyang, yang hampir keropos akibat gerusan modernisasi dan pergaulan bebas. Sudah terlalu banyak anak-anak tidak sah yang lahir dari rahim wanita dengan status gundik, bertebaran di kediaman sanak-saudara Ouyang di lereng perbukitan. Hanya kehebatan dan otak cemerlang Xuan lah yang mampu membuatnya berbeda dari anak-anak gundik lainnya.

"Xuan.. kamu baik-baik saja?" Sapa Ni'er saat membuka pintu kamar, tanpa ragu dia pun meletakkan telapak tangannya di samping rahang Xuan dan sedikit membelainya khawatir. Xuan yang mendapati perlakuan seperti itu, langsung meluruhkan kepala penuh bebannya di pundak sang istri. Ni'er memberanikan diri untuk mengusap sisi belakang kepala suaminya, sedangkan tangan kiri Ni'er perlahan mengusap punggung pria itu menenangkan.

Ni'er dengan sentuhan di punggung pria besar itu rasanya sungguh berbeda, tidak seperti sentuhan menggoda para wanita yang selalu mencoba meraihnya, atau menjejalkan dirinya ke ranjang Xuan.

"Ayo, kita masuk dan ceritakan.. okay?"

Xuan pun mengangguk lemah dalam dekapan Ni'er yang membuatnya luruh tanpa daya. Masih terbayang dalam pikirannya tentang bagaimana menceritakan semua riwayat tersebut.

-_-

"Jadi, ada apa?" tanya Ni'er penuh heran, kembali kuhela nafas berat dan kasar.

"Jangan seperti ini, kau membuatku takut."

"Kau seharusnya memang takut..."

"Pada apa?"

"Pada keluargaku dan seluruh keanehannya."

"And, what is that??"

"Kita diperbolehkan keluar dari rumah ini, dengan syarat bahwa kau harus hamil."

Ada jeda yang cukup lama saat aku utarakan permintaan si rubah tua itu, tampaknya dia benar-benar tidak mau melepaskan cucu menantu yang paling potensial. Bagi kakekku, pernikahan kami bisa saja sebuah hubungan kompromi belaka, oleh karenya dia ingin mengikat Ni'er selamanya dalam cengkeraman keluarga Ouyang dengan memintanya memberikan keturunan.

Wajahnya berubah pias, namun dia tidak menolak ataupun setuju. Karena memang hingga saat ini kami hanya berbagi ranjang bukan berbagi kehangatan.

"Lalu apa jawabanmu, Xuan?"

"Aku sedikit bernegosiasi."

"Hasilnya?"

"Kau tidak bertanya apa yang kunegosiasikan?"

"Aku percaya padamu."

"Just like that?"

"Yeah.. as simple as that.

"No objection??"

"Aku sudah mengikutimu sejauh ini, aku juga sudah mempertaruhkan masa depanku di tanganmu, apalagi yang perlu aku takutkan?"

"Demi perusahaan?"

"Entahlah, aku kehilangan arah Xuan. Aku sudah tidak bisa melihat jalan yang membentang di hadapanku, apakah ini benar atau salah, yang aku tahu bahwa aku harus menjalaninya karena.."

"Sudah tidak ada pilihan?"

"No. Karena inilah jalan yang aku pilih. Apapun konsekuensi dan resikonya akan kuhadapi, masih sama dengan apa yang pernah kukatakan padamu di awal, sebelum kita... yeah memilih jalan ini."

Aku melihat keteguhan dan kelembutan di matanya, juga tatapan ketidakberdayaan untuk menolak apapun yang akan ku sampaikan. Keberanian entah darimana, menuntun tanganku untuk menyentuk puncak kepalanya dan menariknya dalam dekapanku. Dia tetaplah wanita, dia juga memiliki beban dan tanggung jawab besar di pundaknya, dia juga tidak punya kuasa atas pusaran masalah yang ditinggalkan oleh Ayahnya yang masih terbaring koma di rumah sakit.

Sama halnya denganku, dia hanya ingin segera melepaskan diri dari masalah melalui pernikahan ini. Dia bahkan mungkin belum sempat mengejar cinta masa mudanya, seperti gadis muda seusianya. Namun demi semua beban berat yang membelenggunya, dia pertaruhkan seluruhnya dibawah kuasa tanganku. Mungkin juga seharusnya dia bisa menikah dengan pria yang lebih baik daripada aku, pria yang bisa lebih banyak membuatnya tersenyum, bukan malah tersiksa dan terjerat adat-istiadat keluarga besarku. Pikiran kusut mulai terangkai di depan mataku, bagaimana bisa aku mengatakannya, sementara Ni'er pasti tak kuasa menolak ataupun membantah. Seharusnya kondisi seperti ini adalah hal yang paling menguntungkan saat sedang agresi ke wilayah musuh, tapi dengannya, kepasrahan yang dia tunjukkan menjadi beban pikiranku.

"Kamu belum cerita, apa dan bagaimana hasil negosiasinya."

"Sepertinya kakek tahu bahwa sampai dengan hari ini aku belum menggaulimu sebagai istriku, oleh karenanya aku memberikan kakek bukti bahwa aku adalah yang pertama bagimu."

"Maka lakukan Xuan, demi kebebasan kita."

"Saat kita bebas nanti, apakah kamu sudah memikirkan untung-ruginya? Karena dalam kondisi seperti ini, nantinta justru kamu yang akan merugi."

"Ingat, koin taruhan sudah di meja, permainan sudah diputar, kita tidak bisa mundur kecuali kamu ingin kehilangan semua nilai taruhan yang sudah disiapkan."

"Baik, setelahnya aku akan membawamu keluar dari sini."

-_-

avataravatar
Next chapter