1 Keseharian

Namaku Arga Indrawan, duduk di bangku SMA kelas 11 saat ini, di SMA Bunga Bangsa di kota Surabaya.

"Cepetan lari cuk! Guru Kesiswaan bawa gunting!"

Wadoo! Baru juga perkenalan udah main razia rambut pula. Mau gak mau, aku lari lah sama temen sekelasku.

Oh iya, yang teriak tadi itu namanya Rendra Irawan. Kita temen satu kelas sejak SMP. Aku emang cukup heran gimana bisa satu kelas terus sama ini orang.

Dengan gesit semua orang dikelas pada bubar. Karena rame banget yang lari, guru Kesiswaan ya ikut ngejar.

"Woi! Jangan lari kalian!"

Waduh pak, gimana gak lari kalo dikejar bawa gunting segala!

Aku sama Rendra ngumpet di toilet sekolah, suasananya emang gak enak, tapi lumayan aman lah disini.

"Ren, pikirin cara kek biar bisa kabur"

Rendra keliatan agak bermasalah dengan usulanku.

"Ini juga lagi dipikirin!"

'Bruak!' terdengar suara pintu dibanting keras dari ruangan sebelah.

"Ampun pak, jangan digunduli"

"Nanti kami potong rambut sendiri deh pak"

Suara beberapa teman sekelasku merengek minta ampun. Kayaknya mereka ketahuan sembunyi di toilet laki-laki.

Ngomong-ngomong, aku dan Rendra sembunyi di toilet perempuan. Ini memang ide bagus yang cukup gila, hukuman kami pasti lebih parah kalau ketahuan.

Derap langkah kaki semakin pelan, mereka kayaknya udah pergi.

Aku putuskan mengintip dari balik pintu.

Lorong kelihatan sepi, gak ada tanda-tanda guru Kesiswaan.

"Arga, ngapain ngintip disitu?"

Taman sekelasku memergokiku yang sedang mengintip. Namanya Doni Eko Purnama, ketua kelas saat ini. Badannya gak terlalu tinggi dan model rambut botak. Alasannya dia suka botak, ya gerah aja.

"Don, guru Kesiswaan udah pergi belum? Bantuin kita lari kek"

"Lah ngapain aku harus bantu?"

"Jangan sombong lah kau, mentang mentang botak aman dari razia rambut"

"Ok ok, aku usahakan"

Doni tersenyum. Entah kenapa senyumnya memberiku firasat buruk.

"Pak! Arga sama Rendra ngumpet disini nih!" teriak Doni dengan keras.

Wadoooo! Temen kampret emang!

"Ren, lari Ren!"

Tanpa pikir panjang, aku dan Rendra lari keluar dari toilet. Tujuan kita ke kantin sekolah, memang bukan buat sembunyi, pengen beli makanan sebentar.

Di kantin, beberapa teman sekelasku duduk dengan santai sambil makan gorengan.

"Lho Arga, Rendra. Ngapain kalian lari?"

"Lah, bukannya ada razia rambut ya?" tanyaku dengan heran.

"Enggak ada tuh, kata siapa memang?"

Lah? Kalau enggak ada razia rambut, terus kenapa Rendra tadi bilang-.

Dibelakangku, Rendra terkikik kecil. Pantesan dari tadi dia diam, nahan tawa terus rupanya.

Setelah semuanya dijelaskan sama Rendra, ternyata yang menyamar jadi guru Kesiswaan yang bawa gunting itu salah satu teman sekelasku, Fino Erfian. Dia emang jago kalau masalah cosplay dan menyamar, yah itu didukung juga sama wajahnya yang cukup ganteng sih.

Karena masalahnya udah selesai, kita semua mau balik ke kelas, lagian bentar lagi waktu istirahat habis.

Sepanjang perjalanan, Rendra gak habis habisnya tertawa. Cukup ngeselin dengerinnya, tapi lebih baik diabaikan aja lah daripada bikin ribut.

Kelasku saat ini sangat berbeda dengan kelas yang lain, bisa dibilang cukup unik. Karena isi kelas ini adalah orang-orang yang berdarah campuran, atau mudahnya blasteran. Tapi sebagian memang berdarah murni orang luar negeri, jadi enggak heran kalau isi kelas ini macam macam orangnya.

Kelas khusus ini mulai dibuat tahun lalu, yah bisa dibilang kami ini angkatan pertama kelas ini. Karena itu sistem mengajarnya sedikit unik dalam komunikasi dan pola pengajaran.

Aku sendiri besar di Belanda, karena ayahku punya beberapa urusan bisnis disana. Tapi sejak umur sepuluh tahun aku pindah ke Indonesia, tepatnya di Surabaya, tinggal dengan nenek dan kakekku.

Karena itu aku bisa lah bahasa Jawa sedikit, walau enggak begitu lancar.

Tapi aku gak bisa bahasa Belanda. Alasannya ya karena sejak kecil orang tuaku bicara dengan bahasa Indonesia, meskipun ibuku orang Belanda.

Dan begitulah masa kecilku yang dibesarkan dengan bahasa Indonesia dibanding bahasa Belanda.

Di sekolah ini, selain kelas khusus, ada juga kelas reguler mulai dari kelas A - F. Selain dari metode mengajar dan siswa di kelas, kelas khusus dan reguler tidak memiliki banyak perbedaan.

Cuma, kelas lain kayaknya memandang kami dengan sedikit berbeda, terutama para cowok. Tahu sendiri kan gimana reaksi cowok kalau ketemu cewek cantik, blasteran lagi! Yang cewek sih gak jauh beda, kebanyakan mereka sukanya yang model orang Korea gitu.

Cowok di Kelasku yang paling populer itu si Fino, dia keturunan orang Korea dan Sunda, suka cosplay karena bisa dibilang semua baju cocok sama dia.

Nah kalau cewek populer itu-.

Rendra menyikut nyikut perutku, "Eh itu si Nana tuh, samperin gih"

"Jangan aneh aneh deh, ngapain disamperin?"

"Alah, bilang aja malu"

Ya seperti kata Rendra, aku malu buat kesana. Bukan karena suatu masalah atau apapun. Tapi karena aku punya perasaan ke Nana. Sayangnya aku gak punya cukup keberanian buat bilang langsung ke dia.

Alasan lainnya sih karena banyak saingan, ya gimana gak banyak? Nana itu Cewek paling populer di sekolah, anak kelas 10 sama 12 aja semua tahu dia.

Namanya Akari Nana, keturunan orang Jepang dan Jawa. Tapi dari segi penampilan dia lebih condong ke darah Jepang-nya.

Dia masuk kelas duluan bareng grupnya. Cewek cewek di grupnya juga cukup populer sih di kalangan para cowok, bisa dibilang mereka itu kayak idol di sekolah.

Ya kira kira tingkat popularitas di sekolah ini sebanding dengan penampilan luarnya.

Aku pernah tuh denger ada urutan orang paling populer di sekolah. Aku gak tahu siapa yang buat itu, tapi anehnya aku masuk urutan ke sepuluh di daftar cowok populer.

Sejujurnya, aku gak tau gimana bisa masuk daftar. Padahal dari segi penampilan aku itu bisa dibilang sedikit diatas rata-rata.

Yap, cuma sedikit diatasnya. Lagian aku gak terlalu bagus dalam komunikasi, tipe orang yang Ambivert gitu.

Karena udah waktunya jam pelajaran berikutnya, semua siswa dengan cepat masuk kelas dan duduk di tempatnya masing masing.

...

Setelah bel pulang sekolah berbunyi, semua siswa dengan cepat bubar meninggalkan kelas.

"Arga, senin depan kamu jadi pengibar bendera ya," temanku mendatangiku saat aku lagi berkemas.

"Jangan aku deh Fir, yang lain aja"

Ini namanya Firdaus Alvian, teman sekelasku yang anak Paskibraka. Dia sering ditugasi guru buat jadi pemimpin upacara bendera, karena orangnya memang rajin dan disiplin.

Firdaus menampilkan wajah rumit.

"Gak bisa nih, gak ada yang mau. Anak Paskib lain minggu depan ikut lomba, jadi gak bisa jadi petugas upacara. Cuma kamu doang nih yang bisa kumintai tolong"

...Yah, itu sedikit sulit. Aku malah belum pernah ikut Paskibraka, mana bisa?

"Aku gak bisa"

"Tolong lah, mau gitu"

"Gak bisa Fir"

"Ayolah!"

Firdaus masih ngotot membujukku, jadi makin susah nolaknya. Tapi bukannya pengibar bendera itu tiga orang ya? Dua cowok satu cewek, kalau aku sendirian ya mana bisa!

Tapi seolah memahami pemikiranku, Firdaus tersenyum.

"Tenang aja, tadi aku udah minta Nana buat ikutan. Waktu aku bilang kalau kamu ikut, dia langsung setuju"

... Sial, jadi makin gak bisa nolak. Memangnya kelihatan banget ya kalau aku naksir sama Nana? Tapi kenapa juga ya dia langsung setuju?

Untuk saat ini, aku gak ingin berfikir terlalu positif menanggapinya. Takut terlalu percaya diri, kan malah canggung kalau perkiraanku salah.

Mau gimana lagi, dengan berat hati aku nerima permintaan Firdaus. Katanya cowok yang satu lagi itu pasti kukenal, jadi ya masa bodo aku. Lama lama juga pasti tahu sendiri.

avataravatar
Next chapter