webnovel

Part 01

"karena Allah tidak mempertemukan seseorang dengan seseorang tanpa maksud dan tujuan, selalu ada hikmah di setiap pertemuan. Namun perpisahan? Itu beda lagi.

***

"Bunda, mau kemana?" tanya sosok laki-laki kecil itu bingung.

"Bunda sama Ar, kita pindah rumah iya?"

"Emang pindah kemana bunda? Apa bunda sama Al pindah ke rumah ayah?" tanya anak kecil itu, dengan logat candel. Yang mana ucapan R nya salah, biasa nya R dibilang L. Mata anak kecil itu berbinar-binar ketika berbicara soal ayah.

Dari kecil anak itu tidak tahu seperti apa ayah - nya. Apakah sang ayah segagah Al Fatih dalam peperangan? Atau selembut Rosulluallah dalam mengasuh anak kecil?  Bunda - nya selalu menceritakan kisah Al Fatih dan Rosulluallah.

Maryam, wanita itu. Maryam menarik napas berkali - kali. Ini yang membuat Maryam tidak tega, ketika sang putra bertanya sang ayah. Ia tidak tau harus menjawab apa?. Kalau berbohong, nanti - nya tidak baik bagi pertumbuhan sang putra karena ketika sudah beranjak dewasa pasti sang putra akan berbohong. Kalau ia memberi alasan kalau sang ayah ' masih bekerja ' nanti - nya ia yang akan memberi harapan semu kepada sang putra.

"Ar, sayang bunda?" tanya Maryam, kepada sang putra yang bernama  Muhammad Arsyad Rauhan.

Arsyad mengangguk dengan cepat.

"Kalau Ar sayang bunda nurutin apa kata bunda ya sayang."

Arsyad kembali mengangguk kepala.

"Tapi ayah bunda?" tanya Arsyad kembali kepada Maryam.

Seperti anak kecil pada umum, tidak mudah mengalihkan pikiran sang anak. Apalagi mempunyai anak yang mempunyai daya pikir yang tinggi.

Maryam duduk. Mensejajarkan tinggi - nya dengan Ar.

"Ar masih ingat gak kisah nabi Isa?"

"Iya bunda. Nabi Isa tidak tahu siapa ayah - nya dari kecil. Telus nabi Isa memiliki bunda yang sangat mulia yaitu Siti Maryam. Seperti bunda Al hihihi ...." tawa kecil Ar dengan bangga menyebut Maryam - bunda Ar. Mulia layak - nya Siti Maryam yang tercantum di Al Qur'an.

Senyum Maryam terbit, mendengar suara bangga Ar tentang dirinya.

"Ar dengarin bunda ya sayang. Bunda pun tidak tau siapa ayah Ar, tapi insha Allah nanti bunda akan cari orang tua kandung Ar. Biar Ar bangga mempunyai ayah dan ibu yang sangat sayang dengan  Ar. Meskipun mereka membuang kamu sayang." ujar Maryam, dengan akhir kalimat yang mengecil.

Ar mengerjapkan mata - nya bingung. Dengan polos Ar hanya mengangguk kepala - nya.

Dengan gemas Maryam mencium pipi chubby Ar. Bener kata orang ya? Anak kecil memang gemesin. Apalagi mempunyai pipi chubby seperti Ar, rasanya pengen makan aja pipi - nya.

"Ya udah, sekarang kita cari rumah baru lagi ya?"

"Iya bunda."

Maryam berjalan sambil menuntun Ar melewati trotoar jalan.

"Nanti kalau Ar capek bilang ke bunda iya sayang?! Nanti bunda gendong Ar."

Ar membetulkan tas punggung yang ia gendong, dengan bentuk super Hero. "sekarang Al gak capek bunda. Nanti kalau Al capek bilang bunda."

Inilah yang membuat Maryam bangga dengan sang putra, meskipun Ar bukan anak - nya tapi ia tetap bangga. Ar tidak seperti anak kecil yang lain, Ar mengerti tentang kesulitan sang bunda. Ar tidak cengeng dan tidak terlalu manja kepada Maryam. Kadang kala juga Ar seperti anak kecil pada umum - nya, yang manja dan cengeng.

Sebenarnya Maryam tidak tega dengan Ar, sering mengajak pindah sana seni. Ya, Maryam tidak mempunya rumah tetap di kota pahlawan ini. Surabaya, lima tahun berlalu sejak ia pindah dari kota Malang karena ia mengasuh bayi. Sekarang sejarah terulang kembali, ia di usir dari tempat kost - nya karena menunggak bayar uang kost selama dua bulan.

***

Maryam tidak tahu harus kemana sekarang. Rintik hujan makin deras membasahi tanah kering. Harum tanah yang baru di tetesi air hujan menguar diindra perciuman - nya.

Arsyad tertidur di pangkuan - nya akibat kelelahan berjalan kaki menelusuri jalan kota. Maryam tidak mempunyai uang cukup untuk menyewa kost 'san.

"Tunggu angkutan ya mbak?" tanya seorang wanita yang duduk di samping tempat Maryam duduk.

"Iya mbak." seulas senyum ramah menghiasi bibir Maryam.

"Emang mau kemana mbak?"

"Enggak tau."

Wanita itu mengerutkan keningnya bingung, dengan jawaban wanita yang mangku anak kecil itu.

"Maksudnya mbak?"

"Ah, saya gak tau mau kemana."

Wanita itu tidak mau bertanya terlalu panjang dengan privasi kehidupan orang.

"Oya, kenalin saya Ayu." Ayu nama wanita itu. Ayu mengulurkan tangannya kearah Maryam.

Maryam menerima uluran tangan Ayu. "saya Maryam. Mbak Ayu mau kemana?"

"Saya mau pulang kampung ke Probolinggo."

"Pulang kampung?"

"Iya, kangen orang tua mbak. Apalagi orang tua saya udah tua. Mau berbakti sama orang tua saja, daripada merantau jauh dari orang tua. Kadang kepikiran gitu kalau jauh dari orang. Apalagi orang tua saya tinggal ibu saja, itu aja ibu saya sudah tua. Kasihan mbak."

Maryam diam. Tiba-tiba ia teringat kepada kedua orang tua - nya yang telah meninggal dunia. Sudah lama rasanya ia tidak ziarah kepada orang tuanya, terakhir kali ketika ada kejadian itu.

"Sebenarnya hati saya tuh mbak, ada rasa tak rela meninggalkan pekerjaan disini. Majikan saya tuh baik banget mbak, sama saya, dan teman-teman. Tapi gimana lagi, kalau gak ingat orang tua yang sudah melahirkan saya dan membesarkan saya. Pasti saya sudah memilih tetap bekerja disini hehehe ...," curhat Ayu. Ternyata Ayu orang - nya welcome kepada orang lain, meskipun baru kenal.

Maryam hanya tersenyum menangapi cerita Ayu.

"Kalau boleh tahu mbak Ayu kerja apa?"

"Saya kerja jadi pembantu mbak. Kalau mbak mau ya? Ganti 'in saya dirumah majikan saya. Soal - nya majikan saya buka lowongan kerja."

"Beneran mbak?" seketika mata Maryam berbinar cerah.

"Iya. Nih saya kasi alamat rumah majikan saya," Ayu menyodorkan kertas yang sebelum nya sudah ditulis alamat rumah majikan - nya "kalau begitu saya permisi dulu mbak, soal nya bus saya udah datang."

"Masya Allah, makasih iya mbak?" Maryam bener - bener bersyukur bisa dipertemukan oleh Ayu. Meskipun hanya kenal beberapa menit.

"Iya, sama - sama."

Senyum Maryam mengembang. Allah tuh maha Adil banget. Tadi ia dilimpahkan kesedihan karena diusir dari kost - nya, tapi sekarang ia sama Allah dikasi kebahagiaan dengan memberi perkejaan. Semua - nya tuh tergantung pada diri sendiri, apakah bersyukur ketika Allah memberi kesedihan atau malah kufur nikmat ketika diberi kesedihan?

Hujan mulai berhenti, meskipun ada rintik hujan yang turun. Tapi tak sederas seperti tadi. Maryam segera masuk kedalam angkot sambil mengendong Ar. Kebetulan sekali angkot berhenti di depan nya.

"Ke jalan Mulyosari ngeh pak." ujar Maryam kepada supir angkot.

"Ngeh mbak."

"Rumah mbak dijalan Mulyosari ya mbak?" tanya supir angkot itu.

Didalam angkot itu ada dua orang penumpang. Maryam dan juga salah satu ibu yang sedang tertidur.

"Bukan pak, saya mau lamar kerja disana pak."

"Oh, setau saya ya mbak, di jalan Mulyosari itu tempat - nya rumah - rumah yang bagus - bagus mbak. Ada yang juga seorang DPR yang tidak disekitar sama mbak."

Dalam hati Maryam berdecak kagum mendengar cerita supir angkot itu. Tentang jalan Mulyosari yang ditempati rumah bagus dan mewah.

"Sebenarnya saya kurang tau jalan Mulyosari pak hehehe .... Meskipun saya sudah lama tinggal disini."

"Ah massa mbak?"

"Iya pak."

"Ngomong - ngomong sudah berapa lama tinggal di Surabaya mbak?"

"Sekitar lima tahu pak."

"Udah lama ya mbak?"

"Iya."

Setelah itu tidak ada percakapan lagi diantara Maryam dan tukang supir angkot itu.

Maryam diam menikmati perjalanan nya menuju jalan Mulyosari. Maryam membetulkan kepala Arsyad yang tertidur dipangkuan nya

***

Next chapter