1 1 – Pertemuan Pertama

"Kau benar-benar akan melakukan apa pun untuk uang?" tanya wanita di depannya itu.

Jeanna yang sedari tadi menunduk, hanya mengangguk. Rambut hitam sepunggungnya jatuh ke wajah, menutupi wajahnya.

"Kalau begitu, aku akan memberimu uang untuk bayaran nyawamu," ucap wanita itu.

Jeanna kembali mengangguk menurut. Lalu, sebuah tas dilempar ke arahnya.

"Itu uang mukanya. Aku akan melihat bagaimana kinerjamu selama seminggu untuk memutuskan apakah nyawamu cukup berharga untuk uang itu atau tidak," ucap wanita itu.

Lagi-lagi, Jeanna hanya bisa mengangguk.

"Selama seminggu ini, kau akan bekerja sebagai sekretaris putraku. Dan ada tiga hal yang harus kau ingat jika kau masih sayang nyawamu." Wanita itu membungkuk ke arah Jeanna yang berlutut di depannya hingga wajah mereka sejajar. Jeanna tanpa bisa dicegah mengamati wajah di depannya itu. Lipstick merah menyala di bibir yang sepertinya hasil sulam, begitu pun dengan alis sulam dan hidung hasil operasi yang terpoles make up tebal dan mengerikan.

"Pertama, apa pun yang kau lihat, kau tak melihatnya. Kedua, apa pun yang kau dengar, kau tak mendengarnya. Ketiga …" Wanita itu berbicara di telinga Jeanna, "jika kau berkhianat, kau akan mati saat itu juga."

Jeanna mengangguk.

"Ah, dan satu lagi," ucap wanita itu sembari menarik diri. "Kau bertugas untuk melindungi nyawa putraku. Jika sampai putraku mati, maka kau juga akan mati. Kau mengerti?"

Jeanna perlahan mengangkat tatapannya, lalu menoleh pada pria yang berdiri di sebelah wanita yang duduk di kursi di depannya.

Pria itu … punya mata berwarna madu dan … luka kecil di bawah ujung matanya. Mengejutkan Jeanna, pria itu tiba-tiba berlutut di depan Jeanna dengan satu kaki, lalu mencondongkan wajah mendekat pada Jeanna.

"Aku tidak peduli apa yang kau lakukan, tapi jika sampai kau mengacaukan rencanaku, aku akan membunuhmu," ucap pria itu dengan nada dingin.

Jeanna mengerjap, lalu tatapannya terfokus pada luka di wajah pria itu. Luka itu hanya sebesar kuku jarinya, tapi Jeanna bisa melihat bentuk mawar di sana. Bentuk luka yang unik.

Jeanna menahan napas ketika tiba-tiba dagunya dicengkeram oleh pria itu, diikuti geraman kesal,

"Lihat aku ketika aku bicara padamu!"

Jeanna menatap mata pria itu, lalu mengangguk kecil. "Maaf …"

Wajah Jeanna tertoleh karena dagunya diempas kuat oleh pria itu sebelum pria itu berdiri kemudian.

Namun, suara wanita di depannya kemudian membuat Jeanna waspada,

"Rain, mulai hari ini, dia milikmu. Kau bisa melakukan apa pun padanya. Tapi ingat, begitu dia membuat masalah, bunuh dia."

Lalu, wanita itu berdiri dan meninggalkan ruangan itu lebih dulu. Apa maksudnya? Jeanna pikir, hanya nyawanya yang dipertaruhkan di sini.

"Berdirilah!" perintah pria yang beberapa saat lalu dinobatkan menjadi pemilik Jeanna. "Buka pakaianmu!"

Jeanna tetap berlutut mendengar perintah itu. Ia meremas celana jeans dengan kedua tangan di sisi tubuhnya, sementara kepalanya tertunduk. Bagaimana ini?

"Aku tidak suka mengulangi perintahku." Suara pria itu terdengar berbahaya.

Jeanna menelan ludah. Ia ingin melawan, tapi tak bisa. Ia membutuhkan uang itu, tapi … ia tak ingin mendapatkannya dengan cara ini. Lebih baik Jeanna membayarnya dengan nyawanya daripada dengan tubuhnya.

Jeanna terkesiap kaget ketika tiba-tiba tubuhnya ditarik berdiri, lalu kemeja katunnya ditarik hingga terbuka, kancingnya terlepas paksa. Jeanna refleks menutupkan kedua tangan ke dadanya. Jeanna menatap pria di depannya itu dengan panik, sementara pria itu menatap menyusuri tubuh Jeanna.

Tidak. Bukan ini yang disepakatinya dengan Silla.

***

avataravatar
Next chapter