webnovel

Bab 5

Lama mereka menunggu makanan, akhirnya pesanan mereka sampai. Sebelum pelayan pergi ia bertanya apa Alita masuk hari ini. Setelah pelayan pergi, Elita pun bertanya. "Apa itu nama perempuan yang sedang anda dekati?"

"Iya," jawab Elang singkat.

Tidak ada pembicaraan lagi, mereka pun mulai memakan makanannya. Tiba-tiba seseorang datang sambil membawa desert dan meletakkannya di meja Elang. Elang dan Elita sama-sama menoleh ke arah orang yang baru saja meletakkan desertnya.

"Alita," ucapa Elang terkejut tapi ia tersenyum.

"Hai," jawab Alita seraya tersenyum.

"Duduklah," ucap Elang dengan senyumannya yang tidak luntur.

Alita pun duduk di samping Elang yang duduk di dekat jendela. "Kamu sedang sibuk bekerja, ya. Lebih baik, kamu lanjut saja bekerja."

"Gak apa-apa, lagian ini restourant milik om aku, kok!" ucapnya dengan bangga membuat Elita hanya memutar bola matanya malas. Ia juga lebih fokus kemanakanan dari pada memperhatikan dua orang di hadapannya yang sedang saling adu modus.

"Oh, iya. Kenalin, dia sekretaris aku," ucap Elang mengarahkan tangannya pada Elita.

Alita dengan wajah malas menatap Elita, saat wajah mereka saling bertemu Elita langsung terdiam. "Elita?" tanya Alita tidak percaya.

"Kamu kenal?" tanya Alita.

"Kenal, lah. Dia dulu satu sekolah sama aku dan juga saling bersaing untuk dapatin peringkat pertama. Tapi, syukur deh, dia ke luar dari sekolah jadi aku gak punya saingan!" jawabnya begitu sombong.

"Ngomong-ngomong, bapak anak lo udah ketemu? Gua denger lo hamil tapi gak tahu siapa lakinya, ya?" tanya Alita dengan nada mencibir.

"Wajar, sih gak ada cowok yang mau tanggung jawab. Kena karma sih, suka tebar pesona sama cowok-cowok di sekolah!" ucap Alita dengan nada mencemooh.

Elita hanya diam sambil tersenyum, sebisa mungkin ia tidak menunjukkan kelemahannya. "Hah!" desah Elita kemudian denga tatapan penuh percaya diri ia menatap Alita. "Kayaknya saat terakhir gua ke luar sekolah, gua udah bilang di depan kelas alasan gua!"

"Apa karena umur lo udah tua dan belum punya pasangan lo jadi pikun, ya, ampun Al... mau gua kasih obat biar lo gau pikun gak. Kasihan amat su--"

Byurr....

Ucapan Elita terhenti ketika Alita mengambil gelas yang berisi air mineral dan menyiramkan kepadanya. Elita memejamkan matanya kemudian mengambil sapu tangan yang ada di tasnya.

"Lo gak berubah ya," ucap Elita dengan nada mengejek.

"Tetap wanita yang tempramen. Pantas saja, dulu di sekolah banyak laki-laki gak ada yang mau dekat dengan lo. Sombong, temprament dan egois!" ucap Elita dengan nada mengejek.

Brak...

Alita mengebrak meja kemudian menujuk Elita dengan telunjuknya. "Apa lo bilang?" tanya Alita marah. Elita tersenyum kemudian menepis tangan Alita, "jagalah sikapmu ini, jika kamu ingin mendapatkan pasangan. Lihatlah, beberapa orang menatapmu," ucap Elita seraya tersenyum miring.

"Oh, iya. Aku ingatkan ke kamu, kelakuanmu membuat bosku menjadi tidak berselera!" tegas Elita dan ia memilih melangkah pergi membawa tasnya.

Baru beberapa langkah ia berjalan, dengan kasar Alita menarik rambut Alita. "Dasar jala** breng***" teriaknya menarik kuat rambut Elita.

"Aarrghh!" teriak Elita sambil memegangi pergelangan tangan Alita. Ia mencoba membalikkan tubunya dan balik menarik rambut Alita hingga kini mereka pun saling adu jambak dan pukul-pukulan.

Elang segera berdiri dari duduknya dan ia membantu memisahkan Elita dengan Alita. Beberapa pelayan juga membantu untuk memisahkan mereka berdua yang kini sedang bertengkar. Elang segera membawa Elita pergi dari sana dan dengan kasar Elita melepaskan tangan bosnya itu dari pergelangan tangannya.

Elita menatap ke arah restourant kemudian menatap Elang, "Jangan ajak saya ke sini lagi!" kesalnya dan segera melangkah ke arah mobil Elang. Elang pun membuka kunci mobilnya supaya Elita bisa masuk ke dalam mobil. Elita meletakkan tasnya di jok depan kemudian menutupnya.

"Pak, saya pinjam kemeja bapak," ucap Elita yang segera berjalan ke bagasi belakang tanpa mendengar jawaban apapun dari Elang.

Elita membuka bagasinya dan mengambil satu kemeja putih milik bosnya. Ia menutup bagasinya dan masuk ke jok belakang untuk mengganti bajunya yang basah. Elita menyisakan sekitar tiga kancing bagian bawah yang tidak di kancing kemudian ia mengikatnya dan memasukkannya kedalam celana bahannya. Lengan kemejanya ia gulung hingga ke batas siku kemudian bagian atas sedikit ia lebarkan ke samping. Ia ke luar dari mobil dan masuk ke pintu depan. Elang pung masuk ke dalam mobil dan melihat Elita yang sedang membersihkan luka di pipinya akibat cakaran Alita.

"Harrgg..." ucap Elita medesah kesal. Tangannya masih bergerak mengolesi obat luka ke wajahnya. Obat yang ia gunakan obat yang bisa di pakai di wajah, jadi tidak masalah ia gunakan di wajah. Elita membersihkan wajahnya dengan pembersih wajah supaya lebih segar.

Ia kembali memakai vitamin, sunblock kemudian bedak dan terakhir lipstick berwarna nude. Elang hanya melirik beberapa kali ke arah Elita. Kejadian tadi sama sekali tidak membuatnya canggung atau yang lainnya. Apa dia akan bertahan menyembunyikan statusnya yang sudah memiliki anak.

"Apa anda akan menjadikannya teman ranjang?" tanya Elita tiba-tiba sambil memegang lipstick dan juga cermin sambil menatap Elang.

"Melihatnya hari ini, sudah cukup membuatku berhenti sampai di sini," jawabnya yang fokus menyetir. Tidak ada pembicaraan lagi antara mereka, Elita juga memilih diam tanpa mau menjelaskan perkataan Alita tentangnya.

Elita lama kelaman memejamkan matanya dan tidur dengan posisi tangan bersedekap. Elang rasanya ingin marah tapi melihat wajah damai Elita yang tertidur ia tidak bisa memarahinya.

Sekitar kurang lebih dua jam menempuh perjalanan, mereka akhirnya sampai di lokasi pembangunan. Elita juga sudah bangun dan tubuhnya sedikit terasa lebih segar. Penanggung jawab lapangan mengajak mereka berkeliling untuk melihat sudah sampai mana hasilnya. Mereka memutuskan untuk menginap di hotel karena hari sudah malam. Baru juga Elita menyelesaikan urusan administrasi ia di telpon oleh ibu panti.

"Iya, hallo. Kenap, Bu?" tanyanya bingung.

"..."

"Al? Al kenapa , bu?" tanya Elita seketika tanpa sadar jika di dekatnya ada bosnya.

"Apa, Bu? enggak! Ibu, pasti becanda, kan? tanyanya dengan terkejut.

"..."

"Baik, Bu. Elita akan pulang malam ini juga!" tegasnya dan tidak lama sambungan telpon terputus.

Ia menoleh kemudian berjalan menghampiri Elang dan ia memberikan kunci kamarnya. "Pak, saya harus pulang malam ini juga! ada masalah yang harus segera saya selesaikan."

"Ada masalah apa? biar saya antar kamu pulang."

"Gak perlu, Pak. Saya bisa pulang sendiri," jawabnya.

"Ini sudah malam, biar saya antarkan kamu!" tegas Elang.

"Tapi--"

Ucapan Elita berhenti ketika Elang langsung menarik pergelangan tangannya tanpa mau mendengarkan ucapan Elita. Ia hanya memejamkan matanya dengan tingkah bosnya ini yang selalu perhatian padanya. Ia takut tidak bisa menjaga hatinya, sekuat apapun ia berusaha untuk mengelak pada akhirnya hatinya pun luluh dengan sikap manis dan peduli bosnya ini.

Percayalah para wanita di luar sana, sekuat apa kalian membangun dinding pembatas untuk hati kalian. Akan ada di satu titik tembok kalian akan goyah karena sikap peduli dan perhatiannya.

Sebelum pergi, Elang mengembalikan kunci akses masuk kamar ke bagian resepsionis setelah itu ia pun membawa Elita ke mobilnya. Sepanjang perjalanan Elita hanya diam hingga dering ponselnya menggema di dalam mobil.

"Hallo, Bu. Ada apa?"

"..."

"Apa bu? Al butuh donor?"

"...."

"Apa rumah sakit tidak ada stocknya?"

"...."

Elita menghela napasnya "...."

"El akan segera ke rumah sakit bu, tolong jaga Al ya, Bu," ucap Elita dengan suara lemah. Sambungan telpon pun terputus.

Elang melirik sekilas wajah Elita yang tampak murung. "Golongan darah apa yang kamu butuhkan?"

"B," jawabnya singkat.

"Aku akan donorkan darahku," ucap Elang yang fokus menyetir sedangkan Elita yang tadi nampak murung cukup terkejut sambil menatap ke arah Elang.

"Bapak serius?"

"Iya, saya serius!" jawab Elang mantab.

"Bukankah bapak takut jarum suntik?" tanya Elita masih menatap Elang.

"Jangan katakan!" kesal Elang.

Elang mungkin memiliki tubuh yang besar, tapi ia takut akan jarum suntik semua karena sewaktu kecil dirinya sering sekali masuk rumah sakit dan harus mendapatkan tusukan jarum. Itu sebabnya ia takut dengan jarum suntik, ia merasa sangat kesakitan ketika tertusuk jarum suntik. Elita hanya tersenyum mendengar bentakan Elang.

TBC...

Yey... up lagi... Yuks lah, ramaikan koment, Vote dan Power Stonenya ya, guys...

Next chapter