webnovel

Bab 3

Elang mendapatkan satu mangsa, ia bernama Alita Parasati seorang chef di salah satu restourant Italia yang cukup terkenal. Ia menawarkan diri untuk mengantarkan Alita pulang ke appartementnya. Namun, Alita menolak karena ia membawa mobil sendiri.

Bukan Elang si mulut manis namanya jika ia tidak bisa membuat Alita mau di antar pulang. Ia mengantar Alita sampai di appartement tempatnya tinggal. Walau tidak satu mobil, tapi setidaknya ia mengantarnya pulang.

Sampai di appartementnya, ia pun membersihkan tubuhnya. Berjalan ke kamar mandi sambil bersiul senang. Selesai membersihkan tubuhnya ia hanya memakai bathrobe dan celan boxer saja. Ia menjatuhkan tubuhnya di atas tempat tidur kemudian mengambil handphonenya di atas nakas.

Alita

Malam, udah tidur?

Belum, nih. Ada apa?

Cuma mau chating, ganggu gak, kalau aku chating?

Enggak, kok.

Oh, syukur deh kalau gak ganggu. Btw, lagi apa kamu?

Lagi tiduran aja. Kamu?

Sama, aku juga lagi tiduran aja. Boleh, telpon gak?

Enggak.

Kenapa? ada yang marah ya?

Enggak sih, aku hanya mengantuk. Ya udah, ya, aku mau tidur duluan, selamat malam.

Oh, oke. Selamat malam.

Tidak ada chat lagi, Elang tersenyum menatap isi chatnya. "Aku akan mendapatkanmu dan membawamu keranjangku," ucapnya tersenyum penuh arti.

Malam telah berlalu, hari ini senyuman Elang begitu cerah berbeda dengan Elita yang hanya memasang wajah datarnya. Mereka sedang menunggu lift untuk ke ruangan mereka. "Pagi, Cantik," sapa Elang sambil menoleh ke arah Elita.

"Pagi, Pak," jawabnya sambil berjalan masuk ke lift. Elang mengernyitkan dahinya dengan sikap sekretarisnya yang terlihat tidak bersemangat. Ia kemudian ikut masuk ke lift

"Ada masalah?" tanyanya karena tidak biasanya Elita bersikap seperti ini. Wajahnya tampak lesu dan ia juga hanya diam tidak membahas apa agendanya hari ini.

Elita memberikan handphonenya pada Elang menunjukkan chatnya dengan Arifka-- Mama Elang.

"Wah, parah! gua di sebut gay!" kesal Elang sambil memberikan handphonennya pada Elita. "Tapi, kenapa muka kamu kusut gitu? Enggak mungkin karena Mamaku, kamu jadi begini, kan?" tanya Elang serius.

"Lagi enggak enak badan aja, Pak. Jadi muka kusut," jawab Elita.

"Ya, sudah, lebih baik kamu pulang saja, dari pada nanti kamu pingsan. Siapa yang mau nolong?" tanya Elang kemudian melangkah ke luar dari lift.

"Badan saya enggak berat-berat amat, kali, Pak. Sampai enggak bisa di angkat!" jawab Elita malas.

"Apaan, saya pernah gendong kamu, pinggang saya seminggu sakit," ucap Elang.

"Bapak aja, yang lemah!" ketus Elita dan dengan cepat ia masuk ke ruangannya.

"Mau dapet, nih, dia," ucapnya sambil menatap pintu ruangan Elita yang sudah tertutup. Elang melihat jam tangannya dan melihat tanggal di jamnya, "ah, bener, kan. Beberapa hari lagi dia datang bulan."

Elang melangkah ke ruangannya dan mulai berkutat dengan pekerjaannya. Hari ini tidak banyak hal yang harus ia kerjakan membuatnya bisa bersantai. Waktu makan siang tiba, ia segera mengambil jasnya dan pergi ke restaurant tempat Alita bekerja.

"Cantik!" panggilnya pada Elita yang baru saja ke luar ruangannya.

"Pak, hari ini saya ijin pulang cepat, ya. Pekerjaan saya sudah selesai semua," ucapnya pada Elang.

"Mau saya antar pulang?"

"Enggak perlu, Pak. Saya bisa naik bus," jawab Elita.

"Kamu sedang tidak enak badan, jangan naik bus. Biar saya panggilkan taxi," ucap Elang.

"Enggak apa, Pak. Saya naik bus saja."

"Naik taxi atau saya antarkan pulang?" tanya Elang dengan tegas.

"Enggak perlu repot-repot, Pak. Saya masih bisa--"

"Saya yang akan bayar ongkos taxinya!" tegasnya memotong ucapan Elita.

"Ayo, saya antar kamu ke bawah!" ucap Elang sambil menarik pergelangan tangan Elita.

Elita hanya menghembuskan napasnya, kalau saja ia tidak ingat Elang bosnya dan lelaki penuh modus manis, ia akan jatuh cinta. Sayangnya setiap kali hatinya di buat tersentuh, setiap kali itu pula ia sadar siapa dirinya dan Elang si mulut manisnya.

Di dalam lift, Elang sibuk dengan handphonenya sambil tersenyum tidak jelas. "Mangsa baru, Pak?" tanya Elita karena melihat gelagat Elang yang sedang bahagia seperti mendapatkan mangsanya.

"Tahu aja, kamu!" ucap Elang seraya tersenyum cerah menatap Elita.

"Muka bapak, enggak bisa bohong," jawabnya malas.

Pintu lift terbuka, Elang kembali menarik pergelangan tangan Elita ke luar dari dalam lift. Tanpa sengaja, tiba-tiba seorang OB lewat sambil mendorong troli hingga Elang yang terkejut berusaha menghindar tapi, ia akhirnya terjatuh bersaaman dengan Elita yang ikut tertarik hingga ia terjatuh di atas punggung Elang.

"Aargh... pinggang gua!" pekik Elang.

Elita segera bangun dengan menekan punggung Elang membuat sang empu semakin mengaduh kesakitan. Elita membantu Elang berdiri tapi karena pinggangnya terlalu sakit membuatnya malah terjatuh kembali dan menimpa Elita hingga bibir mereka malah saling bertemu.

Elang cukup terkejut begitupun dengan Elita, tapi entah apa yang membuat Elang malah menggerakkan bibir. Elita yang tadi sempat terkejut kini tersadar dan dengan kuat ia mendorong tubuh bosnya hingga terjatuh ke samping. Elita segera berdiri sambil mengusap bibirnya. Entah kenapa air matanya tiba-tiba saja sudah menetes dari sudut matanya.

Semua karyawati di sana hanya terdiam, begitupun dengan seorang pria paruh baya bersama istrinya. Elita akan melangkah pergi, tapi langkahnya terhenti ketika melihat Arifka dan Husnan orang tua Elang yang terdiam menatap ke arah mereka.

"Elang!" teriak Mamanya membuat Elang langsung menoleh ke sumber suara.

"Ma, ma, ini salah paham, Ma," ucapnya tergagap.

Arifka berjalan menghampiri putranya yang sudah berdiri dengan wajah takut. "Anak nakal, bisa-bisanya kamu nyosor anak orang sembarangan!" maki Arifka sambil menjewer kuping anaknya.

"Aduh, Ma, Ma. Ampun, Ma," mohon Elang.

Elita yang melihat hanya diam sambil tangannya mengusap air mata yang terus terjatuh dari sudut matanya. Perlahan ia memundurkan tubuhnya kemudian ia membalikkan tubuhnya dan berlari dari sana. Elita segera mencari taxi sambil terus berlari untuk menjauh. Tubuhnya terasa remuk dengan ciuman yang baru saja ia rasakan.

Rasanya ia seperti kembali di tarik ke masalalunya. Masalalu kelam yang membuatnya harus menghentikan mimpinya dan berusaha menyembunyikan statusnya. Bertahun-tahun ia berusaha untuk menutupi semuanya demi mendapatkan gelar dan juga pekerjaan yang lebih layak, hingga akhirnya ia bisa mengakui statusnya di depan beberapa orang.

Namun, sampai detik ini, ia masih belum berani mengungkapkan statusnya di perusahaan. Ia takut jika sampai statusnya terbongkar, ia akan kehilangan pekerjaan. Di dalam taxi, air matanya tidak henti-hentinya ke luar. Sampai di sebuah gerbang yang bertulis Panti Asuhan Mutiara Kasih, ia pun turun dari mobil. Ia segera berlari masuk ke dalam panti setelah membayar ongkos taksi.

Tanpa mengucap salam saat ia sampai di depan pintu masuk, ia segera berlari menuju sebuah kamar. Dengan kasar ia membuka pintu kamarnya, seorang remaja laki-laki sedang tertidur nyenyak dengan selimut yang menutupi tubuhnya hingga sebatas bahu.

Dengan langkah tidak tentu dan air matanya yang kini sudah membasahi wajahnya, ia pun berjalan menghampiri remaja yang sedang tertidur itu. Ia melepaskan sepatunya kemudian ia perlahan naik ke atas tempat tidur.

"Ma," ucap remaja itu dengan suara lemahnya sambil mengerjapkan matanya agar terbiasa dengan cahaya yang masuk ke matanya

"Sayang," ucapnya dan langsung memeluk remaja yang tidak lain adalah putranya.

"Mama kenapa? Alde gak kenapa-napa,kok, Ma," ucapnya yang membalas pelukan Mamanya supaya Mamanya berhenti menangis.

"Maafin, Mama. Maafin, Mama," gumamnya sambil terus menagis. Alde hanya menepuk pundak Mamanya pelan supaya Mamanya bisa lebih tenang.

Di ruang kerja Elang, Mamanya masih terus mengomel dan Elang hanya menundukkan kepala mendengarnya. Sungguh, ia sendiri tidak sadar melakukannya. Tiba-tiba saja ia menggerakkan bibirnya saat merasa ada yang berbeda dari bibir Elita.

"Elang! kamu denger, gak? apa yang Mama katakan?" tanya Arifka kesal karena merasa putranya tidak memperhatikan dirinya.

"Iya, Ma, Elang bakalan minta maaf sama Elita," jawab Elang seraya menatap mamanya malas.

"Otak kamu tuh dimana, sih? Bisa-bisanya di depan karyawan, kamu merendahkan Elita! Elita itu gadis baik-baik. Kamu ini benar-benar, keterlaluan!" kesal Arifka sambil bersedekap.

"Iya, Ma, Elang salah. Elang minta maaf!" ucapnya yang sudah tidak tahu harus berkata apa lagi.

"Hilang cap kamu sebagai pria baik-baik. Bisa-bisanya kamu melecehkan karyawan kamu sendiri. Bagaimana jika berita ini sampai tersebar?" tanya Arifka sambil memijat keningnya yang terasa sakit. Elang hanya diam tanpa membalas ucapan Mamanya.

"Hah! Bagaimana dengan nenek?" tanyanya saat teringat dengan ibu mertuanya.

"Ma, enggak akan nenek tahu kalau Mama dan Papa enggak kasih tahu," ucap Elang.

"Bodoh, sih, kamu!" kesal Arifka menatap marah Elang.

"Iya, Ma Elang bodoh, Elang enggak ada otak, Elang emang salah karena nyosor anak orang sembarangan," ucap Elang pasrah.

"Dikasih tahu orang tua, jawabnya malah begitu?" tanya Arifka sambil menggelengkan kepalanya tidak percaya dengan sikap anaknya ini.

Dalam hati ia hanya menggerutu kesal, mengaku salah, salah. Enggak ngaku salah, juga salah. Memang ya, wanita itu selalu mau menangnya sendiri.

Selesai menceramahi anaknya, Arifka dan suaminya pulang. Kedatangannya ke perusahaan anaknya untuk mengajak makan siang bersama, sungguh di luar ekspektasi, mereka di suguhkan adegan yang tidak baik dari putranya. Ingin ia memukuli anaknya hingga babak belur. Tapi, dia masih punya rasa kasihan pada putra tunggalnya itu.

Elang kini sedang memegang handphonenya sambil melihat layarnya. "Chating apa telpon enggak, ya?" tanyanya entah pada siapa.

Tiba-tiba handphonenya berdering, ia pun segera mengangkatnya saat id caller yang menampilkan nama Alita.

"Iya, hallo. Kenapa, Ta?" tanyanya saat sambungan sudah terhubung.

"Kamu enggak jadi ke sini?" tanya Alita.

"Iya, aku enggak jadi, kesana. Maaf, ya, tiba-tiba ada urusan mendadak yang enggak bisa di tinggalin," jawan Elang.

"Iya, enggak apa-apa. Oh, iya, kamu udah makan siang?" tanya Alita.

"Udah, aku udah makan siang. Kamu?"

"Baru aja mau makan siang, nih" jawab Alita.

"humm..." ucap Elang yang hanya bergumam saja.

"Ya udah ya, aku mau makan siang dahulu. Selamat bekerja ya, kamu," ucap Elita.

"Oke, selamat bekerja," ucap Elang dan sambungan telpon pun terputus.

Elang meletakkan handphonenya ke atas meja, kemudian ia menumpukan kedua tangannya ke atas meja dengan sikunya. Ia mulai memijit keningnya yang berdenyut nyeri dan helaan napas berat pun terdengar.

Next chapter