1 Bab 1

"Ahh.... " desah wanita yang saat ini berada di bawah kungkungan seorang pria bertubuh kekar.

"Ah... sayang... faster... pliss, fuck me! Ahh...." desah wanita itu semakin kuat.

Lelaki itu hanya tersenyum, bibirnya kini sudah meraup satu kelapa besar di hadapannya. Satu tangannya yang lain sudah meremas satu kelapa yang bebas.

Desahan dan kalimat nakal itu terus menggema di kamar appartement milik pria itu. Dering ponsel yang cukup nyaring membuat si pria mengambil handphonennya tanpa melepaskan miliknya yang sedang bermain di dalam sangkar.

"Hallo, kenapa?" tanyanya ketus sambil menghidupkan loudspeker handphonenya.

"Bisakah anda tidak mengangkat sambil bermain?" tanya perempuan yang menelponnya karena dia bisa mendengar suara wanita yang mendesah.

"Cepat katakan ada apa? Kau mengganggu!" kesal si pria tanpa peduli omelan orang yang berada di sebrang sana.

"Sudah pukul sepuluh, satu jam lagi ada rapat untuk proyek besar. Jika anda tidak datang ... "

"Kamu duluan yang pergi ke perusahaannya, aku akan menyusul," ucap si pria.

"Pak Elang!" teriak Elita - sekretarisnya.

"Cantik, diamlah jangan ganggu ahhh...." desah Elang saat dia mencapai puncak kenikmatannya dan sambungan telpon langsung terputus.

Elang langsung ambruk ke samping tubuh wanitanya. "Cepat bersihkan tubuhmu! Uangnya nanti akan ku transfer ke rekeningmu," ucapnya tanpa menatap si wanita.

Wanita itu langsung berdiri sambil menarik selimut tipis untuk menutupi tubuhnya. Elang memejamkan matanya sebentar sebelum dia mengambil handphonennya dan membuka aplikasi chatingnnya.

Cantik

Cantik, kau pergilah dulu. Jangan membantah atau aku kirimkan vidio blue ku?

Elang terkekeh menerima balasan emot jari tengah dari sekretarisnya itu. Dia kemudian meletakkan handphonennya ke nakas dan memilih membersihkan tubuhnya di kamar mandi lainnya. Menunggu wanita yang baru saja memuaskannya, pasti akan lama.

Hanya dua puluh menit kini dirinya sudah rapih dengan setelan jasnya. Pintu kamar mandi terbuka dan menampilkan wanita dengan pakaian sexynya itu keluar.

"Cepatlah! Aku harus segera ke kantor!" tegasnya dengan tatapan mata yang tajam.

"Sabar, sayang ... "

"Jangan panggil gua sayang!" peringat Elang dengan tegas sambil membalikkan tubuhnya menatap wanita di hadapnnya.

"Saat bermain kau boleh memanggil sayang, tapi jika sedang seperti ini jangan kau panggil aku sayang dengan mulut jalangmu itu!" peringatnya tegas membuat wanita itu terdiam.

Tanpa banyak berucap wanita itu segera merapihkan tampilannya dan mengambil barang-barangnya. Mereka berdua ke luar kamar bersama, tapi Elang pergi duluan karena dia harus cepat sampai di perusahaan klien.

Pukul 10.56 Elang sampai di perusahaan kliennya. Dengan cepat dia berjalan sambil mengancingi jasnya menuju lobi perusahaan. Di depan lobi, dia bisa melihat sekretarisnya yang berdiri sambil mondar mandir dengan tangan yang bersedekap.

Elang tersenyum dan segera berlari menghampiri sekretarisnya. "Datang tepat waktu bukan?" tanya Elang seraya tersenyum.

Dengan wajah datar Elita tidak menjawab , dia memilih melangkah masuk ke dalam. Elang hanya menggerutu karena sekretarisnya begitu dingin tidak menanggapi pertanyaannya. Inilah yang dia suka dari sekretarisnya, sedari awal Elita bekerja dengannya dia tidak pernah tergoda dengan sikap manisnya. Mungkin sikapnya terlihat tidak sopan, tapi Elang tidak mempermasalahkannya karena Elita bisa menghormatinya di depan para klient dan karyawan di perusahaannya.

"Jadi, apa semuanya sudah siap?" tanya Elang yang sudah berdiri sejajar dengan Elita.

Elita mengambil map yang ada di dalam tas selempangnya kemudian memberikannya pada Elang. "Semuanya sudah ada di dalam map itu. Bapak tinggal menjelaskan detailnya saja," jawabnya.

"Seperti yang ku minta, kan?" tanya Elag seraya membuka map yang ia pegang.

"Iya, seperti yang bapak minta," jawab Elita.

"Hum," Elang pun masuk ke dalam lift di ikuti oleh Elita. Matanya fokus melihat isi map itu.

"Siapa yang merencanakan biaya ini?" tanya Elang tanpa menatap Eilta. Ia hanya fokus dengan mapnya.

"Seluruh staff bagian pembiayaan," jawab Elita.

"Ini terlalu besar!" marah Elang.

"File itu sudah saya kirim ke Bapak dari pukul 15. 40 kemarin dan sampai malam bapak tidak menghubungi saya," jawabnya sambil menatap Elang.

"Kamu bekerja dengan saya bukan hanya sehari dua hari Elita! Tapi 7 tahun!" marahnya menatap Elita dengan suara sedikit meninggi.

"Maaf, Pak. Saya kemarin tidak turun langsung untuk cek bahan karena saya mengambil cuti seminggu," jawab Elita.

"Itu tidak menjadi alasan, kamu sudah pernah cek bahan sebelum cuti. Jadi, seharusnya kamu tahu ini bajetnya terlalu besar!" tegasnya tapi, kali ini dia merendahkan suaranya.

Lift terbuka, dengan kasar Elang memberikan map itu pada Elita. Elita menerimanya dan dia mengikuti langkah bosnya yang ke luar dari lift.

Aura Elang kali ini begitu mengerikan di mata Elita yang mengekor di belakang bosnya itu. Elang orang yang perfeksionis dalam pekerjaan. Sedikit saja kesalahan maka dia akan marah-marah pada semua karyawan. Walau dirinya terkadang sering bersikap dingin pada bosnya itu, tapi ketika aura bosnya berubah menjadi tegas dan marah dia pun hanya mampu diam mengikuti apa mau bosnya.

Kini mereka sudah sampai di depan ruangan di mana mereka akan bertemu klien. Elang menarik napas dalam-dalam dan menghembuskannya secara kasar. Beberapa kali dia melakukannya sampai dia merasa sedikit lega. Dia mengetuk pintu kemudian membukanya.

Di dalam sana sudah ada dua orang yang menunggunya. "Maaf, sedikit terlambat," ucap Elang seraya tersenyum hangat saat dia sampai di depan klientnya.

"Ah, tidak apa. Silahkan duduk," ucap klient di hadapannya yang usianya hanya terpaut dua tahun di atasnya.

Elang dan Elita langsung duduk di kursi yang ada di depan klient. "Maaf karena ketelodoran saya, hari ini saya belum membawa filenya. Namun, saya bisa menjelaskan bagaimana desain yang saya tawarkan untuk perusahaan anda. Dan juga perincian bajetnya," ucap Elang seraya tersenyum.

"Kalau begitu, anda bisa memulai presentasinya," ucap pria itu.

Elang berdiri dan berjalan ke depan, untunglah di sana ada white bord sehingga dia bisa menjelaskan design yang dia ajukan. Elita membuka laptop yang di bawanya dan segera membuka perincian bajetnya. Dengan data yang pernah di dapat sebelumnya dia pun mengerjakan bajetnya.

"Sebelumnya saya berterimakasih pada Pak Andreas karena sudah memberikan kesempatan pada saya, padahal saya tidak membawa file saya," ucapnya seraya tersenyum. "Kalau begitu saya mulai presentasinya."

"Silakan," ucap Andreas mempersilahkan.

Elang mulai mempresentasikan design-nya, Elita yang sibuk memperbaiki bajetnya pun sesekali menatap ke depan untuk melihat presentasi bosnya itu.

Andreas dan sekretarisnya pun tampak fokus dengan presentasi Elang. Dia kembali melanjutkan pembuatan bajetnya. Presentasi di depan sudah selesai waktunya untuk mepresentasikan bajet yang di butuhkan dalam proses pembangunan mall sekaligus hotel.

Elita memberi kode pada Elang untuk memperpanjang presentasinya atau mengajak makan siang.

"Em, Pak Andreas. Ini sudah waktunya makan siang. Bisakah kita makan si ... " ucapan Elang terhenti kala pintu ruang rapat di ketuk secara brutal dari luar.

"Dady, dady!" teriak orang yang berada di luar.

Andreas tersenyum, "lebih baik kita makan siang terlebih dahulu," ucapnya langsung berdiri sambil mengancingkan jasnya.

Pintu ruang rapat sudah di buka oleh sekretarisnya. Seorang gadis cantik berusia enam tahun berlari masuk ke dalam menghampiri Andreas.

"Dady!" teriaknya dan Andreas langsung menangkap putri kecilnya itu.

"Uh, anak Dady," ucapnya seraya menciumi pipi putrinya.

"Dady," ucap anak lelaki berusia tiga tahun yang kini berada di kaki Andreas sambil mendongak.

"Uh, Abang mau gendong?" tanyanya seraya tersenyum.

"Gendong Dady," ucapnya sambil mengulurkan tangannya.

"Yang satu gak sekalian di gendong, nih, Mas?" tanya seorang wanita yang masih terlihat muda sambil menggendong seorang bocah lelaki kembaran si Abang dengan perutnya yang sudah mulai membuncit.

"Mbak Feli gendong belakang, ya. Dady mau gendong adek Elo," ucap Andreas seraya tersenyum hangat pada putrinya.

Feli mengangguk dia pun turun dari gendongan Dadynya kemudian berlari ke arah momynya yang sedang menggendong Elo. "Kok ke momy? Sini, sayang," ucap Andreas menatap putrinya.

"Kasihan Dady capek kalau gendong kita bertiga. Kata Papa, Feli enggak boleh buat Dady capek," Andreas tersenyum paksa mendengar ucapan putrinya sedangkang Elita yang memandang interaksi Andreas dengan anak-anaknya begitu menusuk relung hatinya. Tanpa terasa dia meneteskan air matanya.

NB : Agak aneh ya, keluarga bisa ganggu orag rapat. Tapi bagaimana ya, ini Andreas yang memang tidak mempermasalahkan jika tiba-tiba anak dan istrinya datang. Apalagi sudah jam istirahat untuk makan siang. Jika bukan jam istirahat, Andreas pasti akan marah.

avataravatar
Next chapter