19 Bab 19

Yey... up guys...

Happy Reading....

Elang dan Elita sudah sampai di hotel tempat acara. Mama Elang saat ini sedang memarahi anak dan menantunya karena pergi begitu saja tanpa memberitahu. "Ma, udah deh, Ma. Jangan ngomel terus. Enggak capek apa?" tanya Elang memotong ucapan Mamanya yang masih saja mengomelinya juga Elita.

Arifka menatap kesal Elang, anaknya ini sungguh menyebalkan. "Lagian kamu juga ada urusan, kenapa gak di tunda dulu, sih?"

"Mendesak Ma, enggak bisa di undur," jawab Elang begitu santainya.

"Seberapa pentingnya sih, sampai-sampai kamu mengundur acara penting kamu?" tanya Mamanya kesal.

"Penting banget Ma, lebih penting dari acara resepsi." jawab Elang santai sambil berjalan untuk mengambil air mineral kemasan yang tersedia di kamar itu.

"Memang apa urusannya?"

"Ada deh, cukup pengantin baru yang tahu. Hahaha," tawa Elang begitu senang membuat Mamanya mengumpat kesal.

Arifka pun memilih keluar dari ruangan anak dan menantunya. "Kenapa Bang Elang tidak memberitahukan jika--"

"Sudah, kamu make up saja. Aku akan memberi kejutan pada keluargaku," ucap Elang memotong ucapan Elita. Elita pun akhirnya diam tidak berkata lagi.

Acara di mulai pada pukul satu siang. Padahal menurut jadwal seharusnya di mulai pukul 11 siang. Temanya kali ini bernuansa putih tulang dan navy warna kesukaan Elang. Para kolega bisnis Hanan dan juga Elang hadir hari ini. Elang juga mengundang beberapa teman dekatnya.

Semuanya berjalan lancar, kini mereka berdua turun dari pelaminan dan berbaur dengan yang lain. Elang mengunjungi meja teman-teman semasa SMA nya sedangkan Elita pergi ke meja Hanum-- Nenek Elang. "Kenapa enggak ikut Elang?" tanya Hanum pada Elita yang sedang meminum minumannya.

"Pingin sama Nenek aja," jawab Elita singkat. "Nek, aku mau ke toilet dulu ya," ucap Elita.

"Sendirian aja?"

"Iya, enggak apa Nek," jawab Elita dan berdiri dari duduknya.

Elita pun pergi ke toilet, walau kesusahan dengan pakaiannya ia tetap pergi ke toilet sendirian. Sangat kebetulan toilet sedang sepi orang. Ia pun menelpon Ayu melalui sambungan Vcall untuk melihat putranya. "Assalamualaikum, Yu," ucap Elita ketika sambungan sudah terhubung.

"Waalaikumsalam mbak, gimana?"

"Enggak, mbak cuma mau lihat Al aja. Gimana dia, apa sedang tidur?"

"Iya, mbak. Dia sedang tidur."

"Humm, apa dia mengeluhkan sesuatu?"

"Enggak mbak, dia tidak mengeluhkan apapun. Dia malah bahagia Mamanya akhirnya menikah."

"Sungguh, dia mengatakan itu?" tanya Elita dengan raut wajah tidak percaya.

"Iya, mbak," jawab Ayu seraya tersenyum.

"Bisakah kamu mengarahkan kameranya ke Al?"

"Oke, tunggu, mbak," ucap Ayu kemudian ia pun mengubah arah kameranya ke arah Aldebaran yang sedang tertidur. Elita tersenyum melihat anaknya yang tidur dengan tenang.

"Ya udah, Yu. Mbak harus kembali lagi ke acara. Tolong jagain Al ya, Yu."

"Iya, mbak. Aku bakalan jagain Al, kok," jawab Ayu seraya tersenyum.

Sambungan telpon pun terputus, Elita menatap dirinya di depan cermin kemudian ia tersenyum menampilkan senyuman manisnya. Senyuman untuk menguatkannya jika apa yang dia lakukan saat ini tidak salah. Dari ia mendapat kabar jika Aldebaran sudah bangun, tiba-tiba ia ingi membatalkan semuanya. Ia ingin kembali kekehidupannya yang hanya berdua dengan putranya.

Entah kenapa dia berpikir seperti itu. Padahal Elang pun menerima kehadiran putranya, begitupun sebaliknya putranya menerima kehadira Elang. Meyakinkan hatinya setelah itu ia keluar dari toilet. Ketika ia melewati lorong toilet tiba-tiba seseorang menghentikan langkahnya. "Hai, Lita, apa kabar?" sapa seorang pria tampan yang menghentikan langkahnya. Elita terdiam menatap pria di hadapannya.

"Kok, diam. Apa kamu tidak merindukanku?" tanya pria dihadapannya ini seraya tersenyum hangat. Tangannya terulur untuk membelai pipi Elita. Elita segera menepis tangan pria di hadapannya membuat pria di hadapannya ini tersenyum menyeringai. "Apa mau kamu?" tanya Elita mencoba tetap tenang walau detak jantungnya berdetak tidak karuan.

Ia pun memberi jarak antara dirinya dengan pria dihadapannya. "Sudah lama kita tidak bertemu, apa kamu tidak merindukanku?" tanya sang pria.

"Aku sudah menurutimu untuk pergi dari kehidupan kak Lutfi, untuk apa kamu datang kesini?"

"Aku hanya ingin memberitahukan padamu, jika Lutfi hadir di acara ini. Jadi, aku ingatkan padamu untuk tidak menunjukkan wajahmu pada Lutfi!" ucap pria dihadapannya itu dengan senyuman menisnya tetapi syarat akan sebuah peringatan tegas.

"Aku tidak mungkin--"

"Bagaimana kabar putraku?" potong pria itu membuat Elita menegang seketika.

"Dia pasti sudah besar bukan?" lanjutnya kembali berkata.

"Kau bukan Papanya, Papanya itu suamiku!" tegas Elita membuat pria dihadapannya kini mendorong tubuh Elita hingga membentur dinding. Ia memegangi kedua bahu Elita dengan cengkraman kuat.

"Jangan berani mengusikku Elita Cantika, atau Aldebaran akan tertidur untuk selamanya!" tegasnya seraya tersenyum tetapi sorot matanya begitu tajam bagaikan sebilah pisau yang begitu tajam.

"Aku sudah menuruti maumu, kenapa kamu mau mengusikku?" tanya Elita dengan menahan sakit karena cengkraman di bahunya yang cukup keras.

"Karena kamu berada di ruang lingkupku. Sudah ku katakan bukan, untuk menjauh dari ruang lingkupku?" tanyanya dengan sorot mata tajamnya.

"Apa maksudmu?" tanya Elita yang tidak mengerti apa maksud Alvian Seno Prambudi lelaki yang mengaku jika dirinya lelaki yang sudah menghamilinya.

Entah kenapa Elita saat itu percaya jika Alvi lelaki yang sudah tidur dengannya, walau dalam hati ia masih tidak percaya jika lelaki itu Alvi. Ia merasa orang yang saat itu tidur dengannya bukanlah Alvi. Namun, dirinya yang baru saja melahirkan tidak bisa berpikir jernih apa lagi mendapat ancaman jika Alvi akan membunuh Aldebaran karena kehadiran Aldebaran bisa-bisa menghambat karirnya.

Ia memang tidak melihat wajah pria yang sudah tidur dengannya, itu sebabnya pertemuannya dengan Alvi yang mengakui dialah orang yang tidur dengannya tidak membutanya mengingat wajah Alvi. Tapi, hari ini ia kembali mengingat Alvi. Seseorang yang menurutnya adalah lelaki yang tidak memilik hati karena mengancam akan membunuh Aldebaran anak kandungnya sendiri jika Elita tidak segera pergi jauh-jauh dari lingkungan pertemanan Alvi.

"Elang temanku, seharusnya kamu tahu itu!" tegasnya dengan sorot mata tajam.

"Aku enggak tahu, jika Bang Elang temanmu. Jangan ganggu hidupku dan Al. Aku dan anakku tidak akan mengganggu kehidupanmu, jadi--"

Ucapan Elita terhenti kala tiba-tiba saja seseorang menarik Alvi kemudian melayangkan satu pukulan ke wajah tampan Alvi. "Kamu enggak apa-apa?" tanya Elang dengan raut wajah khawatir sambil memegang satu pundak Elita kemudian ia mentap ke arah Alvi yang sedang menghapus darah segar yang keluar dari sudut bibirnya.

"Lo!" ucap Elang terkejut.

"Hai, Lang," sapanya sambil berdiri.

Bugh...

Satu pukulan mendarat di wajah Elang yang tadi masih terkejut. Elita memekik kaget kemudian ia memegang kedua bahu Elang. Elita menatap marah Alvi, tetapi Alvi malah tersenyum meremehkan. "Pukulan harus di balas pukulan," ucap Alvi seraya tersenyum mengejek.

"Brengsek, lo!" maki Elang dan ia akan menghajar Alvi, sayangnya Elita menahan lengan Elang.

"Jangan kotorin tangan Abang," ucap Elita sambil menatap tajam Alvi. Elang manatap istrinya yang saat ini sedang menatap nyalang Alvi. Entah kenapa melihat raut wajah marah Elita membuat hatinya menghangat. Ada perasaan yang tidak bisa dijelaskan dalam hatinya.

"Cih, wanita murahan. Selamanya tetap murahan!" cibir Alvi kemudian ia melangkah pergi meninggalkan Elang. Elang membulatkan matanya dan ia akan segera menahan langkah Alvi tetapi Elita menahannya.

"Aku harus menghajarnya!" ucap Elang dengan sorot mata marahnya.

"Enggak usah, Bang. Lebih baik, kita obatin luka abang," ucap Elita penuh kelembutan.

"Bagaimana mungkin aku membiarkan orang yang tidak tahu apa-apa menghina istriku?" tanya Elang dengan kesal.

"Biarin, yang penting bukan abang yang mengatakannya padaku," ucap Elita dengan lembut.

Dalam hati Elita merasa apa yang sedang ia lakukan salah. Kenapa bisa ia bersikap lunak untuk membuat lelaki yang sudah menjadi suaminya tenang. Pernikahan mereka hanyalah sebatas di atas kertas, tapi entah kenapa ia seperti ini. Elang pun menurut, mereka pergi ke ruang ganti untuk mengobati luka di sudut bibirnya.

TBC..

Yuhuu.... Ramaikan koment guys.....

Jangan lupa Love, Power Stonenya ya guys...

avataravatar
Next chapter