17 Bab 17

Yuhuu... akhirnya up juga...

Happy Reading....

Hari-hari berlalu, pekerjan Elang dan Elita semakin menumpuk karena harus selesai sebelum hari pernikahan. Bukan hanya pekerjaan tetapi mereka juga di sibukkan dengan persiapan pernikah. Padahal Elang dan Elita sudah menyerahkan semuanya pada Mama Elang, tapi tetap saja mereka terus di libatkan.

"Bagaimana, pekerjaanmu, belum selesai?" tanya Elang yang berdiri di depan meja kerja Elita.

Elita menghela napasnya, "Haruskah seperti ini, pak?" tanya Elita dengan wajah lelahnya.

"Saya anak satu-satunya, sudah pasti Mamaku ingin pernikahan yang terbaik untuk anaknya."

"Pernikahan ini hanya sementara, Pak. Jadi, untuk apa pesta semegah ini?" tanya Elita  dengan wajah lesunya.

"Enggak usah dipikirin yang nanti-nanti. Mending kita pikiran yang sekarang saja," ucap Elang begitu santai.

Elita hanya menghembuskan napasnya lelah. Ia kembali menatap pekerjaannya dan mulai mengerjakan pekerjaannya lagi. Elang mendekat kemeja Elita. Ia menutup dokument yang sedang di baca Elita membuat Elita kini mendongak untuk menatapnya.

"Pulang, kamu butuh istirahat."

"Pak, sebentar lagi saya akan ambil cuti, jadi saya haru cepat menyelesaikan semua pekerjaan saya," ucap Elita dan ia akan kembali membuka dokumentnya.

Elang menahan pergelangan tangan Elita membuat sang empunya kini menatapnya. "Pulang!" tegas Elang.

"Tapi--"

"Pulang Elita! apa kamu tidak ingin bertemu dengan Al? Beberapa hari ini kami pulang malam. Pasti kamu langsung tidur, tidak menyapa Al."

Elita melepaskan tangan Elang secara kasar kemudian ia menghembuskan napasnya. "Saya harus profesional Pak, bertanggung jawab dengan pekerjaan saya. Bukan saya tidak menyayangi Al, tapi saya mau anak saya tahu jika ibunya tetap bekerja secara profesional walau ada hal yang lebih penting!" tegas Elita.

Elang menggelengkan kepalanya. "Kamu egois! kamu bilang kamu sangat menyayangi Al, tetapi apa buktinya. Kamu lebih mementingkan profesional pekerjaan di bandingkan menemani anakmu yang sedang sakit!" marah Elang. 

Entah kenapa ia tidak menyukai Elita yang bersikap seperti ini. Seorang anak itu juga butuh perhatian, bukan hanya materi. Itu yang ia rasakan ketika Papanya lebih sibuk bekerja dibandingkan mementingkan dirinya.

Ia mulai dekat dengan Papanya ketika dirinya mengalami penculikan saat usianya 9 tahun. Sebelum penculikan, Elang pernah berkata. 'Elang juga mau main sama Papa, tapi kenapa pekerjaan selalu di atas segalanya Pa? Apa Elang harus mati dulu baru Papa peduliin Elang?' setelah bertanya hal seperti itu Elang langsung pergi berangkat kesekolahnya.

Di hari itu pula ketika untuk pertama kali Papanya menjemputnya, Elang pun di culik. Elang sempat koma selama beberapa hari ketika ia berusaha kabur dari penculik, ia terpelesat dan jatuh ke jurang. Untungnya Allah masih melindunginya, ia pun bisa  selamat. Hanan menyesali apa yang terjadi, setelah Elang sadar dan kembali sehat ia pun sering memperhatikan dan mengajak anaknya itu bermain.

Elang berjalan ke sisi Elita, ia merapihkan barang-barang calon istrinya ini kemudian menarik pergelangan tangan Elita untuk mengajaknya pulang. Elita pun hanya mengikuti kemauan Elang karena dirinya juga sudah lelah jika harus berdebat lagi.

Elang tidak langsung membawa Elita pergi ke rumah sakit, ia tadi sudah memesan tempat untuk melakukan perawatan tubuh lengkap. "Kita mau kemana, pak?" tanya Elita ketika mobil berhenti di lampu merah.

"Nanti juga kamu tahu," jawab Elang dan kembali melajukan mobilnya ketika lampu sudah berubah warna hijau.

Setelah menempuh waktu kurang lebih satu jam, mobil pun akhirnya berhenti di salah satu tempat perawatan kecantikan. Elita keluar bersamaan dengan Elang yang juga keluar dari mobil. "Untuk apa kesini, pak?"

"Buat ngilangin capek. Udah, ayo masuk. Jangan banyak tanya," ucap Elang seraya tersenyum sambil melangkah menuju pintu masuk.

Elita pun mengikuti Elang dengan wajah lelahnya. Sampai di depan meja resepsionis Elang pun berkata pada resepsionis kemudian resepsionis itu menelpon seseorang. Sekitar dua menit menunggu seorang wanita cantik datang menghampiri Elang. Mereka cipika cipiki kemudian Elang memperkenalkan Elita sebagai sekretarsinya.

"Jadi ini sekretarismu yang katanya mau menikah?" tanya wanita itu melihat penampilan Elita dari atas sampai bawah.

"Hum, kau bos yang baik, sampai-sampai mau membiayai perawatan untuknya."

Elang hanya tertawa menanggapi sedangkan Elita sudah menatap malas. Rasanya ia ingin pulang saja ke rumah sakit. Bisa-bisanya Elang mengajaknya ke tempat wanita yang sepertinya sedang di incarnya. Andai ia bisa berteriak jika ia ini calon istri Elang, ia sudah berteriak. Sayangnya ia tidak bisa melakukannya, karena pernikahan ini atas dasar simbiosis mutualisme dimana Elita membutuhkan uang untuk biaya anaknya sedangkan Elang membutuhkannya untuk menghentikan perjodohannya dan ia masih bisa bermain dengan wanita tanpa peduli dengan pasangannya.

Elita di ajak oleh salah satu staff ke salah satu ruangan untuk melakukan treatment sedangkan Elang di layani langsung oleh wanita yang tadi menghampirinya. Sekitar pukul 21.15 akhirnya treatment pun selesai. Tubuh Elita merasa lebih baik dari pada sore tadi, Elita pun menunggu Elang di ruang tunggu sambil melihat pekerjaannya di handphone. Elang datang menghampirinya bersama wanita yang bernama Melati. Rangkulan tangan Elang di pinggang Melati hanya membuatnya menatap datar pada kedua orang itu.

"Kamu sudah selesai?" tanya Elang seraya tersenyum.

"Seperti yang bapak lihat," jawab Elita sambil berdiri dari duduknya.

"Kita pulang sekarang,"

"Bapak enggak antar mbak Melati saja pulang? Saya bisa naik taksi—"

"Enggak! kamu pulang sama saya!" tegas Elang memotong ucapan Elita.

Ia melepaskan pelukannya di pinggang Melati kemudian menghampiri Elita. "Lagi pula, Melati bawa mobil. Lain kali saja aku akan mengantar pulang. Tidak apa kan Mel?" tanya Elang seraya tersenyum manis.

"Oh, ah, iya. Enggak apa," jawab Melati gelagapan. Ia tadi cukup terkejut saat Elang meninggikan suaranya memotong ucapan sekretarisnya. Entah kenapa sikap Elang membuatnya jadi merasakan sesuatu yang aneh.

"Mel, aku pulang dulu ya?" pamit Elang seraya tersenyum.

"Em, iya, hati-hati," jawab Melati dengan wajahnya yang masih sedikit terkejut. Elang mendekati Melati dan ia mencium bibir Melati singkat membuat sang empunya menjadi tersipu malu ketika Elang melepaskan ciumannya.

Elita memutar malas bola matanya menatap adegan bosnya yang suka nyosor dimanapun tempatnya. Elang tersenyum pada Melati kemudian ia pun melangkah pergi di ikuti oleh Elita di belakangnya. Mobil pun melaju meninggalkan area tempat perawatan, tidak ada pembicaraan sampai mobil berhenti di lobi rumah sakit. "Malam ini aku tidak menginap di sini," ucap Elang menatap ke arah Elita yang sedang membuka seat beltnya.

"Saya juga enggak pernah meminta bapak menginap," gerutu Elita tidak jelas tanpa menatap Elang kemudian ia  membuka pintu mobil tetapi, pergelangan tanganya tiba-tiba di pegang oleh Elang.

"Ada apa pak?" tanya Elita kini menatap Elang.

"Saya calon suami kamu, jadi wajar saja jika saya menginap di sini,"

Elita menaikkan satu alisnya menatap Elang. Perasaan ia tadi hanya begumam kecil dan mungkin gumamannya itu tidak jelas. "Tunggu disini, aku akan memarkirkan mobil,"

"Untuk apa, pak? Bapak enggak perlu menginap di sini."

"Turunlah, aku akan memarkirkan mobil," ucap Elang tanpa peduli dengan ucapan Elita.

Elita turun tapi ia tidak menunggu Elang yang sedang memarkirkan mobilnya. Elita pergi terlebih dahulu ke kamar putranya, sampai di kamar putranya ia sedikit terkejut karena di dalam kamar ada Angel dengan Kavian. "Angel, pak Kavian!" ucap Elita dengan raut wajah terkejutnya.

"Tante, cantik," ucap Angek dan turun dari tempat tidur. Ia berlari menghampiri Elita yang masih berdiri di depan pintu.

Elita langsung berjongkok dan ia pun langsung memeluk Angel."Kangen tante," ucap Angel yang kepalanya ada di cerukan leher Elita.

"Sudah beberapa hari ini Angel ingin bertemu denganmu dan juga Aldebaran. Mamaku sedang sakit jadi tidak bisa mengantar Angel," ucap Kavian membuat Elita mendongakkan kepalanya.

Elita berdiri sambil menggendong Angel. "Angel udah makan belum," ucap Elita sambil menatap Angel di gendongannya. Angel tersenyum menampilkan deretan giginya membuat Elita juga tersenyum.

"Mau makan bareng tante?" tanya Elita.

"Mau," jawab Angel semangat.

Tidak lama Elang masuk, "Kenapa kamu duluan, sudah aku katakana untuk—" ucapan Elang terhenti ketika ia melihat Kavian dan Angel yang sedang berada di gendongan Elita.

"Kavian?" ucap Elang dengan wajah terkejutnya.

TBC....

YUKS, CUZ LAH BANYAKIN KOMENT, LOVE DAN POWER STONENYA YA GUYS...

avataravatar
Next chapter